Mohon tunggu...
Almira Yulia
Almira Yulia Mohon Tunggu... -

Belajar dari "0" dan berusaha menjadi "1"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalimantan di Tahun 2012

10 September 2012   11:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1347324613366924571

Seperti biasa, hari lebaran kental dengan nuansa "mudik". Rutinitas kegiatan lebaran di keluarga kami berkunjung di keluarga HST barabai, tabat padang. Tahun ini kedua kalinya kami pulang ga sama Abah. Ya, abah sudah ga ada selama 1 tahun 4 bulan. terlintas memori ku di masa lalu tentang kenangan kami mudik ke kampung halaman abah. biasanya abah duduk di depan menyetir mobil dengan fokusnya, diperjalanan diselingi canda tawa renyah dari anak-anaknya, ku lihat sesekali senyum abah terpancar di wajah tuanya mendengar celotehan anak-anaknya. tak terasa air menetes membasahi muka ku, tersadar kembali dari lamunan ku di masa lalu. Abah sudah tiada dan sekarang kemudi itu digantikan oleh kaka tertua ku.

Melihat disepanjang perjalanan terasa tampak beda suasananya. Setahun yang lalu jalanan trans Kalimantan ini ga serame sekarang, yang dipenuhi mobil-mobil pribadi. Malahan sekarang ini mobil pribadi sudah banyak dari luar Kalimantan (dilihat dari plat). Makin ramai saja Kalimantan ini (berujar dalam hati), banyak orang yang mengadu nasibnya disini. Mungkin mereka sudah jenuh dengan Pulau Jawa yang semakin lama semakin sumpek dan lowongan pekerjaan semakin sedikit karena banyaknya saingan.

Setahun lalu belum ada deretan ruko ruko menjual oleh-oleh khas kalimantan, sekarang hampir disetiap sisiran jalan ada penjual oleh-oleh. Jalan yang sempit yg hanya bisa dilewati dua mobil, kanan kiri rumah pemukiman yang sangat dekat dengan badan jalan. Melipir ke sisi kiri terbentang sungai martapura berkilo-kilo meter semakin sempitlah badan jalan dengan diperparah deretan mobil dan motor yg terparkir membeli oleh-oleh.

Suasana berbeda semenjak masuk daerah kabupaten tapin, binuang dan rantau. Pemandangannya berubah 180' yang tadinya badan jalan dipenuhi kendaraan bermotor sekarang berubah menjadi hamparan batu kerikil, jalan berlubang yang tak layak lagi, debu dimana-mana, dan jalan penyeberangan yang dibuat untuk lalu lalang kendaraan raksasa berbadan baja. Ya raksasa pengangkut emas hitamnya Kalimantan. kalau kita melewati jalan disana banyak tulisan "stop, anda memasuki area pertambangan".

Tahun 2012 ini makin banyak saja perusahaan tambang batu bara, semakin banyak batu bara yg dikeruk, kami malah mendapatkan ketimpangan kesejahteraan. ironis sekali melihat pemandangan jalan yang hancur lebur disebabkan oleh pekerja tambang yg tidak bertanggungjawab, jalan negara yang dibiayai oleh pajak yang dibayar oleh masyarakat malah tidak merasakan manfaat yg berarti. Anehnya, sebagian orang, entah dari mana asalnya minta minta sumbangan di jalan kepada para pemudik yang berseleweran. Pertanyaannya kenapa malah kami yg disuruh bertanggungjawab padahal seharusnya perusahaan tambang yang bertanggungjawab sudah merusak fasilitas negara.

Anda bisa lihat sendiri di rantau ada rumah boss batu bara, kalo dilihat dari luar karena sangking luas, megah dan besarnya rumah itu disebut "rumah istana". Astaga rupiah rupiah tersebut dinikmati sendiri oleh si kantong kantong besar itu. Warga sekitarnya malah melarat kaya gini. Dulu aku suka pemandangan disana sebelum ada tambang. Pemandangannya bagus diatas bukit, banyak pohon karet berjejer menghijau dan teduh. Sekarang pemandangan itu sudah musnah. Jujur saja aku merasa ada ketidak relaan terhadap para penambang itu.

Satu lagi yg ku herankan yaitu di daerah tabat padang, Barabai, HST. dari beberapa cerita yang ku dapat dari keluarga ku disana, semakin tahun semakin banyak warga disana yang terkena penyakit kanker, diabetes dan gagal ginjal. Aku bingung karena aku bukan orang kesehatan dan kurang mengerti dengan hal-hal itu, apa penyebab banyaknya keluhan yang diderita warga setempat. Rata-rata warga disana meninggal bukan karena usia tapi karena penyakit yang di derita. Dan aku berpikir seandainya, ada dokter yg berbaik hati dan mau melayani warga kurang mampu disana dengan sepenuh hati dia melayani dan melakukan riset lapangan tentang kesehatan disana. Dan sekali lagi, seandainya pemerintah mau lebih perduli dengan kesehatan warganya.

Kata terakhir ku, seandainya si SBY tu mau melihat cara Umar bin Khattab memimpin umatnya. Aku kira indonesia ini bisa jadi negara lebih baik, seandainya pemimpin disana berjiwa pemimpin seperti Umar bin Khattab dan Rasulullah sekali lagi seandainya. Seandainya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun