Mohon tunggu...
Jotam Senis
Jotam Senis Mohon Tunggu... -

Yotam Senis Lahir di Wamena Papua, 20 February 1980. Dibaptis dengan nama lengkap Yotam Senis, adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Yermias Senis dan Eva Weyasu. Ia menghabiskan masa kecilnya di Wamena Jayawijaya dan menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di kota yang sama. Ia menyelesaikan studi S1 pada FISIP UNCEN Program Kesejahteraan Sosial pada tahun 2005. Dan saat ini sedang menyelesaikan studi pada Program Magister Sosiologi minat Kebijakan Kesejahteraan Sosial Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengelolaan Sagu pada Orang Sentani

25 Juni 2014   12:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:05 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sambil menggendong Lobeka, anaknya, Agustina mengumpulkan sagu yang telah dipangkurnya di hutan di pinggir Sungai Welderman, Distrik Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Sambil menggendong Lobeka, anaknya, Agustina mengumpulkan sagu yang telah dipangkurnya di hutan di pinggir Sungai Welderman, Distrik Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)"][/caption]

Sejarah Tanaman Sagu Orang Sentani

Sejarah persebaran tanaman sagu, menurut asal muasalnya tanaman sagu merupakan tanaman asli yang berasal dari Pulau Papua. Perjalan perserbaran tanaman sagu dari pusat kepala burung dimulai dengan melalui dua arah, yaitu ke barat dan ke timur. Persebaran ke arah barat melalui wilayah kepulauan Maluku, Ternate dan sampai ke Pulau Sumatera. Persebarannya ke arah timur dimulai dari kepala burung lalu melewati wilayah pesisir pantai dan rawa-rawa. Namun sepanjang pendistribusiannya melewati daerah-daerah tersebut (arah barat dan timur) ditemukan hampir kebanyakan tempat tidak cocok untuk ditanam tanaman sagu. Maksudnya tidak cocok dalam artian tanaman sagu dapat tumbuh pada sebagian daerah pesisir Papua namun jumlahnya dan jenisnya tidak begitu banyak.

Dari seluruh daerah yang menjadi persebaran tanam sagu (arah barat maupun timur) hanya terdapat dua tempat yang cocok diarah bagian timur untuk budi daya tanaman sagu, yaitu Sarmi dan Sentani. Pada kenyataannya kedua tempat inilah yang paling banyak dijumpai tanaman sagu dengan berbagai jenis.

Tanaman Sagu Dalam Kebudayaan Suku Sentani.

Dalam tatanan sistem mata pencaharian orang Sentani, mengenal tiga usaha pokok, yaitu memancing ikan di danau, meramu sagu, dan berladang. Pada setiap usaha pokok mata pencaharian tersebut diserahkan urusannya kepada masing-masing marga yang diberi kepercayaan untuk mengerjakannya. Khusus dalam urusan sagu diserahkan kepada marga Mokay.

Dalam urusan pengelolaan sagu pada sistem mata pencaharian Suku Sentani dikerjakan sepenuhnya oleh marga Mokay dengan memanjatkan ritual-ritual khusus. Sagu sebelum ditanam oleh marga lain terlebih dahulu mengundang salah satu orang dari marga Mokay untuk mendahului penenaman untuk memperlancar pertumbuhan sagu. Untuk hasil panen pun harus dilakukan terlebih dahulu dengan mengundang orang dari marga Mokay untuk terlebih dahulu melakukan pengambilan empulur. Tujuan dari keterlibatan marga Mokay adalah agar pohon sagu yang ditanam dapat bertumbuh dan menghasilkan empulur yang banyak pula.

Tanaman sagu menurut orang Sentani dikenal dalam beberapa jenis yang menjadi andalan secara khusus pada acara-acara adat dan paling sering dikonsumsi. Jenis-jenis tersebut dibedakan berdasarkan daun, isi empulur, batang dan duri pada tanaman sagu. Orang Sentani menyebut jenis-jenis sagu tersebut adalah rando, para, yepah, folo, monggin, ruruna, yakalope, manno dan panne. Masing-masing jenis sagu ini ada yang berkualitas baik dan ada yang hasilnya kurang baik. Misalnya sagu jenis para merupakan sagu yang memiliki kualitas baik sehingga lebih banyak dikhususkan bagi pembayaran anak perempuan.

Sedangkan sagu jenis yepah juga merupakan salah satu jenis sagu dengan kualitas baik yang sering dimanfaatkan pada acara-acara besar saja. Sedangkan sagu jenis panne adalah jenis pohon sagu yang tinggi besar tetapi jika dipanen hasilnya kurang begitu bagus dan tidak banyak menghasilan pati sagu. Oleh sebab itu bagi orang Sentani sagu jenis ini lebih banyak dimanfaatkan untuk mengasilkan jamur sagu dan ulat sagu.

Pemanfaatan Tanaman Sagu Oleh Orang Sentani

Secara keseluruhan komponen tanaman sagu terdiri dari batang, daun dan pelepa daun yang merupakan komponen tanaman sagu. Di Kabupaten Jayapura, ketiga komponen dari tanaman sagu dalam pengelolaannya masing-masing dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

1.Daun Sagu

Dalam kalangan penduduk Kabupaten Jayapura, pemanfaatan daun sagu biasanya dijadikan sebagai atap rumah. Biasanya daun yang dikumpulkan adalah daun sagu yang sudah cukup tua. Daun tersebut kemudian dijemur hingga kering dan dijahit meyerupai atap rumah dengan tali rotan dan jenis bamboo yang khusus digunakan dalam membuat atap rumah.

2.Pelepa Daun Sagu

Pelepa daun atau dalam bahasa sehari-hari disebut dengan “gabah” adalah merupakan komponen lain dari tanaman sagu yang juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Secara umum gabah dimanfaatkan oleh penduduk lokal sebagai bahan bangunan khususnya bagi pembuatan dinding rumah.

3.Batang Sagu

Batang sagu merupakan komponen utama dari seluruh komponen tanaman sagu dan yang paling sering dimanfaatkan oleh penduduk lokal Jayapura. Sebab didalam batang sagu terdapat serat yang banyak mengandung pati sagu dan dijadikan sebagai makanan pokok/bahan makanan lokal. Selain itu batang pohon sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai tiang atau balok jembatan

Teknik Pengolahan Sagu Pada Orang Sentani

Untuk memperoleh tepung sagu bukanlah suatu hal yang mudah, untuk itu diperlukan waktu dan tenaga ekstra dan juga memerlukan alat yang khusus pula. Proses awalnya dimulai dengan pemilihan pohon sagu yang usianya sudah cukup siap untuk dipanen. Biasanya usia pohon yang siap untuk dipanen pada usia 15 tahun. Setelah pemilihan pohon maka langkah selanjutnya adalah dilakukannya pembersihan tanaman/batang pohon sagu dari sisa-sisa pelepa daun dan tanamah lain yang tumbuh disekitar pohon sagu atau disekeliling batang pohon dan selanjutnya dilakukan penebangan.

Pohon sagu yang telah ditebang kemudian dikupas kulitnya sampai terlihat serat (empulur) yang didalamnya mengandung pati sagu. Serat atau empulur tersebut kemudian diambil untuk kemudian diproses hingga menghasilkan tepung sagu. Untuk mengambil empulur biasanya dilakukan dengan memangkur atau dalam bahasa sehari-hari disebut menokok agar memisahkan empulur tersebut dari dalam batang pohon sagu. Pada saat proses pengambilan empulur dilakukan bersamaan dengan itu dibuatkan tempat peremasan untuk menaruh empulur.

Serat atau empulur yang telah diambil dari batang pohon sagu kemudian dimasukkan kedalam tempat peremasan dan diaduk dengan air sehingga terjadi pemisahan antara pati sagu dengan empulur tersebut. Pati sagu yang terpisah akan terbawa oleh air kedalam wadah yang telah disediakan dan dibiarkan hingga mengendap. Hasil endapat pati sagu yang terdapat didalam wadah itulah yang kemdudian diambil menjadi tepung sagu yang siap diolah menjadi makanan pokok penduduk lokal Jayapura.

Pekerjaan pemanenan tanaman sagu ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki lebih kepada pekerjaan penebangan dan pengambilan empulur. Sedangkan peremapuan lebih kepada pekerjaan peremasan untuk mendapatkan pati sagu. Untuk melakukan pekerjaan pemanenan sagu biasanya dikerjakan paling kurang satu minggu atau lebih untuk menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan tersebut.

Peralatan Pengolahan Sagu Orang Sentani

Untuk menenebang pohon sagu biasanya digunakan kampak, yang juga digunakan untuk menguliti kulit batang pohon sagu. Sedangkan untuk menokok digunakan alat penokok yang terbuat dari dari kayu dan dikat dengan rotan. Ujuang alat penokok sagu dibuat dari satu gelang besi agar dapat menghancurkan empulur batang. Namun saat ini seiring dengan perkembangan teknologi alat penokok ini sudah jarang digunakan.

Masyarakat lebih memilih menggunakan mesin parut yang didesain khusus untuk melakukan pemarutan terhadap empulur sagu. Alasan memilih mesin parut adalah karena dengan menggunkan alat ini maka pekerjaan mengambil empulur menjadi lebih cepat selesai dan lebih hemat waktu dan energy. Sebab dengan menggunkan alat penokok tradisional lebih banyak terjadi pemborosan waktu dan tenaga dan juga penyelesaian pekerjaan menjadi lebih lama.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun