Hal tersebut pada gilirannya membuat perkembangan komunitas dalam masyarakat sipil (civil society) mendorong lahirnya masyarakat belajar yang menghidupkan literasi dalam solidaritas sosial. Menurut Jurgen Habermas kesadaran berliterasi model ini tumbuh dari adanya kesepakatan sosial yang mencakup khazanah pengetahuan, sosial, budaya, tradisi yang digunakan dalam anggota komunitas.Â
Karena itu, bukanlah tanpa alasan untuk mendudukkan bahwa komunitas merupakan bagian dari elemen kekuatan masyarakat sipil yang masih akan terus tumbuh. Dengan kerja-kerja sosial komunitas, teologi sosial kritis diluar panggung akademis akan terus hidup. Karena telah menumukan lahan transformasi di mana kelas menengah tumbuh dengan komitmen spiritualnya yang berbaur antar komunitas tanpa melupakan entitas yang lain.
Momentum sosial adalah alternatif pembongkaran kebisuan-kebisuan sosial yang hampa dari spirit berbagi. Dalam teologi sosial, eksistensi manusia tidak akan memiliki arti apapun tanpa upaya untuk mendekati wujud sejati. Dengan berteologi manusia terbebas dari segala macam ketamakan yang membuat diri lupa terhadap realitas sosial.
Saat menyatakan niat untuk berbagi, kendati dalam hati kecil terdalam, seseorang berkeyakinan bahwa perhatiannya akan tertuju pada pengabdian yang termanifestasi dalam transformasi diri menjadi totalitas umat manusia. Di sini dalam pandangan Ali Syariati (2002) setiap persona menjadi kita bersama (ummah) yang mengemuka dengan tujuan mengabdi kepada-Nya.
Untuk kita yang sehari-hari berada dalam perkembangan situasi sosial, berkomunikasi dengan komunitas tertentu sangatlah membantu untuk mengasah pengetahuan dan pengalaman yang sebelumnya tidak pernah diperoleh. Â Lingkungan komunitas ini terdiri dari orang-orang beragam latar belakang yang siap berbagi untuk mengembangkan kemampuan berupa kecerdasan sosial. Â Â Â Â Â Â Â Â
Teras Filantropi
Dalam hermeneutika, Heidegger menyatakan bahwa eksistensi manusia selalu berpaut dengan eksistensi ontologisnya. Pengalaman langsung manusia dalam membaca realitas sosial telah membuka dimensi terdalam manusia dan kehidupannya. Sebagai makhluk yang berbahasa dan simbolis, manusia berkumpul dalam suatu komunitas berdasarkan realitas yang telah teramati. Â Â
Dalam konteks filantropi, komunitas merupakan ikhtiar hermenetis untuk menafsirkan suatu hubungan sosial dari rangkaian keseluruhan pengalaman langsung manusia dengan dunia di sekitarnya. Ciri fundamentalnya adalah komunitas dapat membebaskan diri dari ego individualisme yang palsu. Untuk itu, teras filantopi adalah ruang makna yang tepat untuk menghidupkan literasi berbagi dari pengalaman kita tentang dunia sosial kita dengan penuh cinta. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H