Mohon tunggu...
Nazhori Author
Nazhori Author Mohon Tunggu... lainnya -

Senggang Blog : seorang yang ingin bersahabat dan berbagi tentang apapun, dan dengan siapapun. Selama ini kita menganggap ide-ide yang ada dalam benak kita sebagai tidak real. Sesungguhnya, ide-ide itu sama realnya seperti objek-objek fisik yang ada di luar pikiran manusia (Peripatetik Quotes). Karena itu mari menulis tentang yang ada di sekitar kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Postmodernisme Skuter "Gembel"

25 Februari 2014   01:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal Vespa ? Skuter pabrikan Italia ini di Indonesia masih banyak diminati oleh kalangan muda, orangtua bahkan lintas generasi. Para penggemar fanatiknya dan klub-klub penggemar skuter klasik ini sering mengadakan kopidarat di tempat-tempat strategis. Dengan berbagai macam modifikasi komunitas tersebut berjalan iring-iringan di jalan raya. Dari modifikasi yang keren sampai yang biasa-biasa saja bahkan yang ekstrem dan gembel alias dekil sering di temui di jalan sekitar kita.

Pembaca mungkin sering melihat skuter ekstrem (gembel) dengan beberapa aksesorisnya yang jika dilihat bikin dahi berkerut, tepok jidad atau membuat tertawa dan sungkan saat melihatnya. Entah dari mana ide mereka, para penggemar skuter gembel ini memberikan aksesoris yang dapat dikatakan sangat kotor, aneh dan ribet.

Dari botol aqua bekas, infus bekas, panci bekas, tengki bekas, tas ransel dekil bekas, ban bekas, tiker spon, sampai bendera bergelantungan dan menghiasi skuter klasik ini. Tidak jarang juga ditemui gadis cantik ikut nangkring di skuter gembel itu.

Kerap kali saat beraksi di jalan raya mereka sering mogok dan membuat kesal pengendara lain jika situasi jalan lagi macet. Berbagai upaya dilakukan bagaimana skuter gembel ini dapat hidup kembali. Jika perlu Si Pengendara (kadang boncengan 3-5 orang) saat mogok mendorong ramai-ramai. Repotnya jika skuter gembel ini bentuknya lain dari yang lain, seperti panjangnya yang diluar skuter normal.

13932428012063096088
13932428012063096088


Dilihat dari kesehariannya untuk pengendara skuter menurut saya dapat diklasifikasi menjadi dua jenis. Pertama, pengendara murni dan kedua¸ pengendara modis. Apa maksudnya. Untuk yang pertama, mereka adalah pengendara murni yang digunakan untuk keseharian bahkan digunakan untuk aktivitas kerja. Sementara yang kedua, memang diminati karena menjadi gaya hidup (life style).

Skuter telah menjadi gaya hidup mereka sehari-hari yang tidak berbeda dengan klub-klub motor lainnya. Namun, yang satu ini bagi penggemar berat, skuter merupakan simbol (originally modernist). Betulkah? Hmmmmm ….mari kita periksa. Sejauh mana skuter ini sebagai gaya hidup kawula muda modern. Apakah karena trend atau memang sudah sulit dicari dan ditemukan skuter-skuter klasik ini. Sepertinya tidak juga, masih dapat ditemui di bengkel-bengkel yang dekat di rumah kita.

Jika dikatakan gaya hidup modern, sejatinya tidak dengan tampilan yang ekstrem atau dekil seperti itu. Mungkin dengan modifikasi yang lebih trendy dan gaul atau tidak ekstrem bisa juga dikatakan modern. Sekali lagi sulit meletakan skuter ini sebagai gaya hidup modern. Padahal gaya hidup masyarakat modern tidak seperti itu adanya. Tidak juga dengan anak-anak muda yang gaul dan modern.

Penulis sebetulnya lebih melihat skuter gembel ini dalam sudut pandang postmodernisme. Postmodernisme sendiri merupakan cara pandang (paradigma) pascamodernisme. Postmo bukan carapandang yang berdiri sendiri, tunggal dan absolute. Ia adalah cara pandang yang melibatkan banyak unsur seperti bahasa, simbol, tanda dan penanda yang antara satu dengan lainnya sulit dicarikan titik temunya.

Dari postmodernisme ini, kemudian muncul postmodernitas yang lebih menunjuk pada situasi serta tatanan sosial, budaya, politik, teknologi, informasi, gaya hidup konsumerisme dan lainnya yang terfragmentasi di ruang publik. Kadangkala ia juga bisa bertalian dengan spiritualitas, tradisi dan agama. Ia sering berlawanan dengan cara pandang lain yang sudah mapan. Apalagi budaya tinggi (hight culture), dan mengambil jarak dengan sistem berpikir yang lainnya.

Carut-marut, tidak pasti, abu-abu, tumpang-tindih, simpang-siur, serta bukan sekedar panorama intelektual. Bahkan jauh dari rasionalitas yang banyak aspek dan dimensi yang terjadi di tengah masyarakat. Ia juga nilai yang dijadikan pedoman setelah mengalami ketidakpuasan terhadap modernism dan modernitas.


Mungkin ada irisan dengan para penggemar skuter gembel ini yang pada hakikatnya suka untuk hidup berkomunitas. Dalam postmo setiap orang bias masuk dalam konteks komunitas. Mereka ingin ada pemahaman bersama dan keyakinan bersama bahwa kebenaran tidak spenuhnya mutlak. Ia menolak sesuatu yang permanen. Semua serba plural bagi mereka. Ekspresi dan komunitas adalah bahasa estetika dan etika mereka. Sebagian yang lain meyakini jalan kebenaran beserta aturan mainnya untuk kemaslahatan bersama dan komunitas bersama.

Mereka juga yakin dengan latarbelakangnya yang berbeda dapat menemukan titik temu dan hidup berdampingan. Mereka yakin setiap orang berhak berpendapat dan berekspresi melalui sarana apapun. Termasuk dengan skuter gembel ini yang unik dan kadang tidak rasional. Penekanannya pada kelompok merupakan nilai tersendiri atau bahkan “kredo” yang mereka pegang bahwa masih ada asah, asih dan asuh melalui saluran komunikasi yang lain.

Faktanya mereka ada di sekitar kita. Ini bukan saja perubahan dari cara orang berekspresi, berkomunikasi dan bergaul. Namun, seni mengelola gaya hidup yang ambigu. Karena ada dua makna yang melingkupinya baik bagi pelaku gaya hidup skuter itu sendiri dan bagi orang yang melihat atau menafsirkan. Yang jelas, inilah arsitektur posmodernisme bagi penggemar kendaraan khususnya skuter. Orisinalitas seni menurut versi mereka adalah bahasa atau pesan perlawanan yang boleh jadi Anda tidak sukai, tidak disetujui bahkan Anda cibir sekalipun. Selamat membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun