Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Perawan karena Emosi

5 Oktober 2014   13:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:19 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14124637541750745642

Aku pikir itu judul yang terbaik sebagai pokok bahasanku kali ini. ''Perawan Karena Emosi'' tidak berbeda dengan ''Tidak Perawan Karena Emosi''. Atau '' Bangga Karena Emosi'' dengan ''Tidak Bangga Karena Emosi''. Jadi, karena emosilah yang membedakan sesuatu menjadi sesuatu yang berbeda. Bentar-bentar ya...Ini pasti masih ada yang mau dijelaskan lebih detail lagi tentang ''Perawan Karena Emosi'', hi hi hih...OK aku berikan sedikit penjelasan ya, seseorang perempuan muda pada saat ini berada pada level sulit untuk bisa mempertahankan keperawanannya sebelum menikah. Dan aku yakin, pasti sebagian orang akan bertanya dalam hati begini: ''Kamu yang nulis kira-kira masih perawan nggak ya?'' Jujur aku nggak mau menjawab, karena selain bersifat personal/ privasi, kalau pun aku mengaku juga pada nggak percaya. Hi hi hi.....

Tentang prerawan, keperawanan atau tidak perawan mungkin dibahas lain kali saja dulu, sekarang fokus sama yang namanya ''emosi''. Berawal dari semalem aku menonton acara Televisi HK yang memberitakan bahwa para pengunjuk rasa saat ini malah saling lawan sendiri-sendiri, dimana orang HK bertarung dengan orang HK. Aku pun ikut cemas, sudah tentu mereka saling marah, saling pukul, dan saling ingin menjatuhkan karena perbedaan pendapat mereka sendiri. Salah satu efek dari keberadaan pengunjuk rasa 24 jam berhari-hari membuat beberapa usaha bisnis seperti pertokoan atau restoran dan transportasi menjadi tidak berjalan. Padahal mereka butuh bekerja untuk mendapatkan nafkah. Dan karena pengunjuk rasa masih belum puas dengan hasil keputusan presiden maka mereka tetap melakukan unjuk rasa.

Ada orang tua yang kira-kira berumur diatas 60 tahun keatas dijadikan keroyokan, ada seorang yang kepalanya penuh darah gara-gara dipukuli, ada yang mukanya lecet-lecet, ada yang tangannya diikat oleh polisi karena terlalu dalam mengekspresikan pendapatnya, bahkan ada ibu-ibu yang bertarung menggabungkan kemarahannya dengan tenaganya. Aku melihat, pengunjuk rasa semakin banyak dan meresahkan. Aku sedih, takut, kasian, tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa merenung, ya merenungkan apa yang mereka lakukan.

Terjadinya perkelahian diantara mereka itu tak lepas dari emosinya sendiri yang tidak terkendali/ uncontrol! Nah, dari sinilah aku tertarik untuk mencerna emosi lebih dalam. Bisa dikatakan takdir/ kebetulan kita sebagai manusia dalam pembuahan fetusnya, kita berada didalam rahim/ ovarium dari ibu kita. Bagaimana ya seandainya fetus kita berada dalam sebuah telur seperti telur ayam dan telur burung? Jangan-jangan malah nanti ada orang makan telur orang kali ya?

Awalnya kita adalah bayi yang sanggup menangis dan tertawa saja sebagai wujud ekspresi emosi.

Selama kurang lebih sembilan bulan, kita berada didalam rahim ibu, dan mula-mula kita menjadi bayi dengan dunia bayinya yang kita miliki. Kita semua lupa masa-masa kita sedang asyik menjadi bayi. Padahal otak kita utuh seperti saat ini. Apa yang kita kerjakan saat bayi dulu kita semuanya lupa, kita hanya bisa menangis, mengompol ditempat, bahkan buang BAB juga ditempat ya...jorok nggak? Mana ada waktu bayi dulu kita bilang jorok terhadap diri sendiri? Tetapi, bukannya saat bayi dulu kita juga punya indera penciuman bukan? Semestinya bisa membedakan antara bau yang sedap dan tidak sedap dong? Yah namanya juga bayi, mesti ngerti sendiri lah kalau bayi nggak bisa/ belum bisa apa-apa. Bayiii lapaaaaaar...eh bayi lapar! Bayi nggak bisa apa-apa tapi lapar terus. Ya, mereka lapar karena mereka bertahan hidup dengan mengambil nafas tanpa henti-henti. Dan sekali berhenti dampaknya sangat fatal alias kematian. Sudah pasti! Kesimpulan: Bayi belum bisa mengekspresikan emosinya dengan melawan sebab mereka belum mampu berdiri dan keadaan tubuhnya masih sangat lemah. Bayi hanya bisa menangis dan tertawa, pernahkah Anda mengira bayi bisa merasa galau?

Awal anak mengekspresikan emosinya dengan sesuatu yang lain.

Kira-kira umur berapa ya? Mengingat perkembangan anak berbeda-beda ya. Baik waktu ia mulai dapat berjalan atau berbicara. Ketika seorang anak semakin berkembang maka ia akan semakin aktif. Sebut saja saat anak sudah bisa berbicara dan berjalan. Awal itulah anak akan mampu mengekspresikan emosinya mungkin dengan bahasa tubuhnya atau dari gaya berbicaranya. Antara bahagia, sedih, marah dan kecewa.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap emosi seorang anak. Orang tua yang beremosi baik, akan mempengaruhi emosi baik pula pada anaknya, dan sebaliknya. Semakin anak menjadi tumbuh besar maka ia akan mendapat pengaruh dari orang-orang disekitarnya.

Pada masa puber emosi menjadi sesuatu yang diuber-uber.

Aduh yang kali ini, perawannya boleh disangkutin lagi deh ya! Aku berpendapat bahwa, peran emosi pada saat anak menginjak dewasa itu tidak berbeda pentingnya dengan masa anak saat balita. Yang mana banyak orang yang mengatakan kecerdasan itu bermula dari gemblengan waktu balitanya. Masa remaja yang penuh tantangan, membuat kebanyakan remaja menjadi emosional. Dan hanya remaja yang mampu mengendalikan emosinya sendiri saja yang akan bisa meraih kesuksesan karier, jodoh dan kehormatan! Chessst...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun