[caption caption="Sumber: lifehack.org"][/caption]Sekiranya ada waktu yang memungkinkan, saya punya gadget dan paket internet atau wifi, sebisa mungkin akan saya sempat- sempatkan untuk menulis di blog Kompasiana ini. Beda saat ketika gadget, paket internet, dan waktu tidak memungkinkan ada, yang saya pilih hanya menulis sesuatu dalam buku catatan harian.
Sebagai refleksi berikut ini beberapa alasan kenapa saya menulis:
- Menguji Kewarasan Pikiran
Pertanyaannya apa saya pernah tidak waras? Gila total belum, seperempat gila sering! Biasanya dengan menulis, cara paling ampuh untuk mengendalikan pikiran saya yang terlalu emosional. Misal, memendam amarah, kehilangan semangat, atau hampir menyerah dalam hidup. Saat- saat seperti ini yang ingin saya lakukan ya menulis. Dengan menulis, pikiran saya ajak untuk menuliskan apa yang sedang saya rasakan. Dan lagi, sebenarnya apapun yang terjadi menginspirasi saya menemukan ide tulisan. Saya tidak fanatik menulis satu hal saja, tapi yang ingin saya tulis kalau betul- betul ingin, ya dicoba untuk ditulis. - Mencoba untuk Mengenal Diri Sendiri
Untuk itulah setiap kali berniat menulis, saya menekankan diri agar bisa menulis dengan hati. Syukur- syukur yang membaca bisa menangkapnya dari hati pula. Saat menulis, alasan kenapa saya penikmat catatan harian sebab tulisan saya akan menjadi sejarah untuk masa depan nanti. Prioritas pembaca saya, satu orang tersentuh dengan tulisan itu lebih bermakna daripada tulisan terbaca banyak tanpa memberikan efek sentuhan hati apa- apa. Sebelum menulis, aslinya dalam hati saya banyak merasakan ketakutan. Di antaranya; takut salah nulis, takut nyinggung orang, takut menyombongkan diri, takut merasa lebih baik, takut kebaca kebebalannya, takut- takut- takut...Biar takut tetap berusaha menulis, karena saya lebih memberatkan pada poin satu di atas. Di mana menulis saya jadikan sebagai indikator pengujian kewarasan pikiran.
- Merangsang Orang Lain untuk Lebih Menikmati Hidupnya
Sehingga yang saya tulis tak jarang terkesan blak-blakan, mengekspos kekurangan diri. Tetapi, beberapa kekurangan diri yang saya tulis justru memberikan semangat kepada saya untuk berani menghadapi realitas kehidupan. Dari hari ke hari, pasti ada suka dan dukanya, ada semangat dan ada malesnya, namun tulisan yang telah tertulis mendorong saya untuk menjadi orang yang haus akan improvisasi diri. Walau kenyataannya seringkali mengalami "trouble and error". - Selalu Ada Harapan dari Setiap Tulisan
Beban moral pernah menulis sesuatu itu efeknya sampai jangka panjang rupanya. Seperti dulu, sewaktu di Hong Kong dan nulis tentang semangat bekerja, belajar dan berkarya. Tulisan tersebut selalu ada di ingatan saya, mengajak jiwa untuk merealisasikan apa yang pernah saya tulis dulu.Pernah saya dipergoki sama teman, pas sedang mewek alias tidak semangat.
"Mbak ayo buktikan tulisanmu, yang judulnya 'Pembantu Kalahkan Mahasiswa, Apa Bisa?'"Batin saya, wah kalau begini caranya kapan ya boleh betul- betul galau dan meliarkan diri untuk serius terpuruk. Rasanya malu juga sih kalau yang pernah ditulis tidak diwujudkan. Bisa jadi cuma pinter omong doang. Nah, intinya menulis itu ternyata pengingat yang bermanfaat untuk jangka panjang menjaga kita agar tetap bersemangat. Dengan catatan, dulu kita pernah menuliskan apa harapan kita.
- Menulis Melupakan Segala Ketidakpunyaan Saya
Tanda kurung materi. Karena dalam pikiran saya, sudah terkontaminasi dengan obsebsi-obsebsi yang kebanyakan di luar rasional. Kebanyakan orang itu menganggap saya ekstrem, aneh, ganjil dan wagu. Tapi, bagaimana pun juga saya tetap bahagia menjadi saya sendiri. Bukan berarti juga saya orangnya isolatif, tidak. Saya aslinya hobi berhumor, suka bertanya sesuatu yang menurutku asing dan menarik. - Menulis Terapi Saya Melihat Dunia
Amazing, itu dunia. Mana kala saya larut dalam tulisan, saya ada di dalam tulisan. Sedangkan bumi semesta raya sangat besar dan luas. Melihat tulisan, sama dengan melihat orang-orang dengan nasib yang lebih menyedihkan dari yang saya alami. Melihat tulisan, sama dengan melihat karakter orang, melihat tulisan sama dengan mencari kebijakan, melihat dan menulis cara saya melukiskan sedikit hal yang ingin saya suarakan... - Ada yang Kurang Jika Tidak Menulis, Karena Apa..
Bukan karena takut gagal bereksistensi. Tapi entah kenapa ide di dalam pikiran ini mengalir sendirinya. Semakin tidak ditulis rasanya otak ingin meletus. Saya tidak minder misalnya yang tertulis jadinya tulisan biasa-biasa saja dan kurang bernilai. Kepuasan saya yaitu apabila sudah menemukan ide, lalu bisa menuangkannya dalam bentuk tulisan, dan ide itu terefleksi dalam sebuah tulisan. Membaca tulisan sendiri berarti membaca pikiran sendiri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!