Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Harga Satu Pelukan Pelesbi Asal Indonesia

4 November 2014   15:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:43 2068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_371831" align="aligncenter" width="560" caption="Dokpri"][/caption]

Dua minggu selama keberadaan pertamaku di Hong Kong, majikanku memberikanku libur di hari Minggu, jadi katakanlah saat itu merupakan hari libur pertamaku di Hong Kong. Majikanku kebetulan saat itu bertempat tinggal di Koway Court, Chai Wan. Karena tujuan utamaku ialah mendatangi Hong Kong Central Library, aku sengaja naik bus no. 8 menuju Causeway Bay. Bus itu melaju dengan kecepatan sedang, dan hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai di Causeway Bay. Oh ya, di sana kalau kita naik bus nih, kita bisa langsung bayar pakai Octobus tanpa melalui Halte seperti e-transjakarta. Kita langsung bisa bayar dari dalam busnya kok, jadi nggak ribet pakai buanget dech.

Dengan membayar $HK 6.10 saja, aku bisa sampai di Causeway Bay, ha ha ha itu kan hari pertamanya ya, dan ternyata selama aku berada di sana, aku tidak pernah mempunyai Octobus dan selalu membayar bus dan MTR pakai uang recehan. Hari pertama aku libur, sekitar jam sepuluh paginan gitu aku sampai di Causeway Bay, karena dari rumah majikan tadi perutnya belum kemasukan apa-apa ya sambil pengen tahu tempat yang ada di sana, akhirnya aku membiarkan arah kakiku kemana melangkah demi mendapatkan sekotak nasi.

Waoooow, ramenya bog. Disepanjang jalan ada yang bareng-bareng duduk dengan menggelar plastik, terdengar ocehan sana-sini dengan kesibukannya sendiri-sendiri. Pada mulanya selama aku jalan pertama tadi aku masih biasa-biasa saja. But, setelah aku menyabrangi jalan tepat dibawah kolong jembatan dari arah pertama aku turun bus tadi. Kakiku terasa berat untuk melangkah dan sedikit merinding campur aduk, antara ketakutan, ngeri, mual dan kageeeeeet.

[caption id="attachment_371833" align="aligncenter" width="573" caption="Dokpri"]

1415065060990135192
1415065060990135192
[/caption]

Rupa-rupanya ada pelesbi yang jumlahnya puluhan lagi mengumpul bareng di sana. Aduuuh itu pelukannya mesraaa buangets. Ada jeruk makan jeruk. Tetapi harus aku akui kalau jeruk laki-lakinya ganteng-ganteng dan keren. Dandannanya nggak kalah sama artis berbayar. Ceweknya apa lagi bersaing kelas Syahrini, Aura Kasih dan Julia Perez. Wkwkwkwkwkw

Untuk membuat jeruk laki-laki terkesan mirip laki-laki, banyak diantara mereka yang merokok, berpakaian ala laki-laki, berambut laki-laki alias potong pendek mepet kayak bapak-bapak. Dan rambutnya itu tidak sekedar dibiarin begitu saja tetapi sengaja diarahkan menantang langit. Bisa membayangkan sendiri kan rambut menantang langit macam apa :D ? Ada yang dikasih warna hijau lah, biru lah atau warna lainnya. Yang jeruk perempuannya tak ketinggalan pakai sandal hi hiel, rok Cinderella, dan wajah yang bermake-up.

Oh ya tadi kan niatnya mau cari makan dulu tho, eh malah menunggu nyebrang jalan ajha sampai ngalamun begitu. Sampai di Toko Chandra yang merupakan toko penjual makanan khas Indonesia akhirnya aku cuma beli sekotak nasi dengan bayar $HK 20 lalu berniat menuju perpustakaan. Sepanjang perjalanan aku cuma bisa merenung tentang pengalaman pertamaku melihat pelesbi Indonesia.

Jumlah puluhan itu kupastikan ada lebih dari 50, itu saja yang ada dan sedang mengumpul ditempat yang sama. Dan aku tidak tahu berapa jumlah keseluruhannya. Aku bertanya dalam hati, melihat jumlah yang banyak berkumpul seperti itu, sudah pasti ini bukan pertama kalinya pelesbi anak Indonesia ada. Ini sudah menjadi budaya turun menurun dari generasi sebelumnya. Entah mereka melakukan itu dengan sadar atau tidak, dengan perasaan cinta kah atau sekedar untuk ikut-ikutan bergaya. Mereka dipandang, sekilas hampir semuanya bahagia. Mereka sudah mempunyai dunianya sendiri.

Aku kemudian mikir lebih dalem lagi, sekilas memandang perkiraan umur mereka, sepertinya umur mereka beragam. Ada yang 20-30 tahunan. Nah, yang timbul keganjilan di hatiku adalah jika saja mereka masih berstatus menikah dengan suaminya di Indonesia. Sebegitu teganya kah orang yang menjadi lesbi di negara itu?

Kalau aku boleh berpendapat, mungkin mereka sengaja melakukan itu tak lepas dari pengaruh teman bergaul, tak lepas juga untuk memenuhi kebutuhan seksualnya, dan mungkin karena suatu pelampiasan. Hah, pelampiasan bagaimana? Yah, kebanyakan mereka kan masih remaja, banyak hal dari kejiwaan remaja untuk mengubah dirinya menjadi seperti yang mereka ingini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun