[caption id="attachment_395027" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi - Tenaga Kerja Indonesia (Tribun Batam/Iman Suryanto)"][/caption]
Tepat pada tanggal 17 Oktober 2014, saya kembali ke Indonesia setelah kurang lebih dua tahun berada di Negara Hong Kong, China. Bahagia, itu pasti! Pulang dalam keadaan sehat dan selamat. Dapat berkumpul kembali dengan sanak saudara di kampung. Sebulan setelah kepulangan itu, saya sengaja nganggur. Selain belum tahu pekerjaan apa yang bisa saya kerjakan, saya juga masih pengen untuk sejenak menghirup napas tanpa dihantui dengan sebuah pekerjaan melulu...
Pulang dari Hong Kong, bayangannya adalah punya uang banyak. Nggak tahu apakah di kantong, di ATM, atau di bawah bantal. Tapi yang jelas, saya masih butuh bekerja bukan dari modal pribadi! Sebenarnya nggak kerja itu enak, mau bangun tidur jam berapa saja sama sekali tidak dikejar-kejar jam kerja, mau tidur telat-telatan juga nggak apa-apa. Terus, yang jadi masalahnya ialah saat di dompet sudah nggak ada lagi uang buat jajan sebungkus nasi uduk baru ngerasa deh susahnya!
Menyadari saya bukan anak kecil lagi yang pantas menggantungkan pemberian orang tua, pikiran saya kemudian dipaksakan untuk harus mau bekerja. Kerja apa saja yang penting barokah. Tidak dapat ditutupi kalau selama ini obsebsi saya adalah memantapkan diri pada dunia kepenulisan. Memang belum terlihat jalannya, akan tetapi dari hati sudah mempunyai ketertarikan lagi akan tulis-menulis. Saya memilih untuk berada di Jakarta, dengan harapan akan ada sebuah mukzijat yang sewaktu-waktu mendatangi saya! Kurang tahu, apakah ini mimpi atau sekedar menuruti kata hati saja yang jelas berada di dekat kantornya Kompasiana itu asyiiiik!
''Big City, Big Opportunity!'' Artinya, kota besar, peluang pun besar. Itu yang saya yakini selama ini. Di Jakarta, penulis hebat itu sangat mudah untuk ditemui. Dengan mudahnya bertemu dengan orang-orang hebat dalam menulis, saya berharapan untuk bisa dengan mudah menimba ilmu dengan mereka! Sekalipun saat ini jalannya belum jelas, saya akan mencoba menjalaninya dengan suka-cita. Dasarnya menulis saya bukan dari apa dan untuk apa, saya hanya suka menulis apa yang ingin saya tulis.
Tanpa surat lamaran kerja apa pun, saya terdampar di sebuah studio foto. Boleh dibilang saat ini sedang dalam proses belajar mengedit foto. Background saya buta akan dunia Photoshop, so saya harus melewati masa training. Well, training kerjaan memang mesti diawali dengan gaji yang relatif minim. Sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkan berapa saya mendapatkan gaji per minggu atau per bulannya. Namun, saya lebih senang akan dapatnya ilmu baru khususnya tentang mengedit dan mencetak foto studio. Hitung-hitung jadi pengalaman baru.
Bekerja di studio foto pada mulanya sangat stressfull. Masalahnya, saya baru kali ini saya bekerja di depan komputer berjam-jam. Padahal biasanya, setiap satu jam sekali yang dipegang hanyalah sapu atau mencuci piring. Weleh, biasa saja. Semua tak lepas dari tanggung jawab saja.
Kurang lebih sekarang saya sudah melewati masa saya bekerja di sini selama satu bulan lebih. Sekarang baru terasa kalau sekalipun jadi tenaga kerja luar negeri yang erat dengan image miringnya, namun gaji bekerja di sana jelas lebih besar!
Sebenarnya gaji TKW itu kecil hanya saja nilai kurs asing jika dirupiahkan menjadi lebih banyak. Itulah salah satu alasan yang paling mendasar. Idih, kenapa ya setiap bertemu dengan teman yang jadi pertanyaannya, ''Kenapa kamu nggak bekerja di Hong Kong lebih lama, bukannya di sana gajinya lumayan ketimbang kerja di Indonesia!''
Bekerja di luar negeri itu penuh dengan risiko, kalau pekerjaannya mapan tidak masalah tapi kalau pekerjaannya dirasakan begitu berat. Sudah pasti mesti harus ada kekuatan batin dalam jiwa. Homesick atau rindu rumah terkadang menjadi sebuah kendala hidup dalam perantauan. Bahkan di luar negeri. Rindu orang tua biasanya dalam batas kewajaran, tapi kalau rindunya pada level pacar atau terdorong oleh rasa ingin menikah pasti sudah berbeda lagi masalahnya.
Gaji TKW besar, tanpa disadari menjadi alasan dominan kenapa sampai sekarang jumlah pengiriman TKW ke luar negeri masih banyak. Ironis, Negara Indonesia yang kaya SDA dan punya wilayah yang sangat luas malah warganya dipekerjakan untuk negara berwilayah kecil seperti Hong Kong atau Singapura.