Mohon tunggu...
sendyakala16
sendyakala16 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa yang Sesungguhnya Kita Tolak? Figur atau Sistem?

15 Oktober 2016   21:01 Diperbarui: 15 Oktober 2016   22:27 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah yang sesungguhnya kita tolak dari Ahok? Apakah kita menolak karena sentimen sukunya yang berasal dari suku asing Tionghoa/China yang bukan pribumi asli? Apakah kita menolak agamanya yang Kristen yang minoritas? Apakah kita menolak karena malu selaku ummat Islam terbesar di dunia, ibukotanya Jakarta dipimpin oleh Gubernur yang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa? Apakah kita menolak Ahok karena ucapannya ceplas-ceplos yang banyak membuat bawahannya, orang yang ingin memanfaatkannya dan DPRD yang selama ini mendapat jatah dari Gubernur, kelimpungan bagai orang bodoh dan mati kutu? Apakah kita menolak Ahok karena ketegasannya membuat kita juga mati kutu mau berbuat apa? Apakah kita menolak Ahok karena kita benci realitas pemilih Jakarta, mengapa mereka tetap mendukung orang yang mulutnya seperti mulut comberan dan agamanya Kristen? Atau Apakah benar kita menolak Ahok karena isu terakhir yang membuat kita semakin tersinggung ketika di Kepulauan seribu telah menukil ayat suci AlQuran dan mengatakan kepada masyarakat Kep seribu agar jangan mau dibodohi oleh mereka yang menggunakan surat Al Maidah 51?

Apakah pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu bisa kita katakan sebagai anti klimaks saja dari serangkaian upaya kita menjungkirkannya yang tak pernah berhasil dan mencapai dampak seperti yang kita inginkan. Sudah banyak benar senjata pemusnah massal kita tembakkan kepada Ahok mulai dari RS Sumber Waras, Bus Way, maupun Reklamasi namun yang ditembak tidak juga roboh? Yang ditembak malah makin sehat dan semakin mendapat energi baru. Mengapa setiap peluru yang ditembakkan justru efeknya bukan melukai malah menjadi energi bagi yang terkena? Apakah kita semakin putus asa ketika secara politik Ahok ternyata memiliki segalanya, baik dukungan rakyat, dukungan Presiden, dukungan DPRD bahkan dukungan KPK?

Multi Kekalahan & Sakit Yang Luar Biasa

Apakah rasa sakit hati kita belum hilang ketika Jokowi yang berasal dari Solo dengan mudah mengalahkan Foke yang kita dukung mati-matian?  Belum lagi hilang sakitnya Pilkada DKI kemarin,  apakah sakit hati kita semakin bertambah parah ketika Jokowi yang kita tolak mati-matian justru dengan gemilang mempecundangi calon kita Prabowo yang kita perjuangkan dengan seluruh tenaga? Belum lagi hilang lelah dan sakitnya kita atas kemenangan Jokowi, dihadapan kita dilantik pula Ahok sebagai Gubernur DKI yang merupakan Ibu Kota dari Negara Islam terbesar di dunia. Dimanakah letak muka kita akan kita tempatkan lagi? Habis sudah segala cara yang kita tempuh, semuanya toh akhirnya tumbang dan kalah terpuruk-puruk di hadapan publik bahkan dihadapan dunia.

Apakah sakit yang kita rasakan sudah sama dengan sakitnya pembantaian imam Husein di Karbala sebagaimana yang dirasakan kaum Syiah? Atau sudah sama sakitnya bagaimana pembantaian Israel di Palestina yang sangat pilu dirasakan oleh rakyat Palestina? Atau sama dengan sakitnya nabi dan sahabatnya ketika harus diintimidasi, diusir dan diancam bunuh oleh kafir Quraisy?

Apa Yang Mesti Kita Tolak?

Bukankah mestinya kita introspeksi dengan apa yang terjadi saat ini? Bukankah mestinya peristiwa dan kejadian politik ini dapat kita jadikan masukan yang berharga untuk merenungkan tentang apa yang sesungguhnya telah alpa kita lakukan selama ini kepada ummat dan kepada bangsa Indonesia atau bahkan kepada ummat manusia di muka bumi ini? Bukankah realitas ini sesungguhnya merupakan pelajaran yang berharga untuk berhenti sejenak, menarik diri dari hingar bingar kekuasaan yang melenakan ini, menyingkir sejenak untuk mencari langkah perbaikan dan menyingkir sejenak untuk mencari pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa? Apakah kita berfikir, bahwa mestinya yang kita tolak adalah sesungguhnya perbuatan kita selama ini, yang mestinya kita tolak adalah sikap-perilaku atau bahkan logika berfikir kita selama ini yang jelas-jelas mungkin sudah keluar dari kebenaran yang hakiki? Apakah kita tidak berfikir, jangan-jangan yang mesti kita tolak adalah pemahaman beragama kita, mental kita selaku abdi Tuhan, yang masih jauh dari kehendak Tuhan?

Penutup

Apakah yang mestinya kita tolak adalah Ahok yang hanya sebatas sebagai aktor atau figur dalam politik kekuasaan saat ini, yang jangan-jangan adalah korban dari sistem yang lebih luas? Bukankah sesungguhnya yang kita tolak adalah sistem politik liberal (demokrasi) yang sudah membuat seluruh anak bangsa perang satu sama lain tak karuan yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila terlebih nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa? Mengapa kita bertindak dan marah dengan sangat tidak logis dengan menolak figur namun dengan sukarela menerima sistem yang jelas-jelas bertentangan dengan mental manusia yang penuh dengan kemuliaan? Sampai kapan kita terus di paksa di adu di gelanggang terbuka untuk mendapatkan suara terbanyak dan menjadi pemimpin yang sama sekali tak pernah diajarkan oleh bangsa-bangsa Nusantara? Tidakkah saatnya kita melihat ke dalam diri kita sendiri, melihat jatidiri, ideologi, nilai-nilai luhur ayang alami dan alamiah yang sudah hilang dari alam bawah sadar kita?   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun