Mohon tunggu...
SenDtraNia Legend
SenDtraNia Legend Mohon Tunggu... -

I hate to love this story ...\r\nand I hate when I think again ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Andai Dia Pergi Dulu Sebelum Mu

3 Maret 2012   05:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Begitulah Rasulullah menghadapi saat perginya orang yang tersayang. Lalu bagaimana pula keperibadiannya ketika baginda sendiri pergi meninggalkan orang yang tersayang? Sejarah menceritakan bagaimana ketika baginda terbaring di hamparan yang telah tua, berselimutkan kain kasar manakala minyak pelita lampu rumahnya hampir kehabisan… ketika itulah baginda menyebut, “rafiqil a’la, rafiqil a’la – teman daerah tinggi (Allah), teman daerah tinggi!”

Dalam “kamus” kehidupan para muqarabin (orang yang hampir dengan Allah), tercatatlah ungkapan bahawa mati itu adalah syarat menemui cinta. Ya, begitu rindunya baginda untuk bertemu Allah – cinta hakiki dan sejatinya. Itulah teman daerah tinggi yang sangat dirindunya. Perginya dengan tenang walaupun demam panas yang dihidapinya dua kali ganda yang dialami manusia biasa.

Namun begitu, di saat sakarat yang begitu hebat, masih sempat baginda berpesan tentang solat. Untuk siapa? Siapa lagi kalau bukan untuk kita… umat yang akan ditinggalkannya.

Semua orang mengakui hakikat bahawa mati itu datang tiba-tiba. Tetapi aneh, manusia yang pasti mati itu terus hidup sambil lewa.

Ketika segala tragedi dan ujian menimpa, Rasulullah SAW tetap bahagia. Bahagia inilah yang digambarkan oleh pembantunya, Anas bin Malik dengan pengisahannya:

“Aku telah menjadi khadam Rasulullah SAW 10 tahun lamanya. Maka tidak pernah baginda berkata atas apa yang aku kerjakan: “Mengapa engkau kerjakan?” Tidak pernah pula baginda berkata atas apa yang aku tidak kerjakan: “Mengapa engkau tidak kerjakan?” Tidak pernah baginda berkata pada barang yang ada: “Mengapa ada pula barang ini?” Tidak pernah baginda berkata pada barang yang tidak ada:”Alangkah baiknya kalau barang itu ada.” Kalau terjadi perselisihan antara aku dengan ahli keluarganya, baginda akan berkata kepada keluarganya: “Biarlah, kerana apa yang ditakdirkan Allah mesti terjadi!”

Inilah bahagia yang dialami oleh Rasulullah SAW. Aku cuba mencungkil sekelumit rahsia kebahagiaan yang hakiki ini. Mudah-mudahan kita akan dapat menghayati kunci kata di sebalik model insan yang paling bahagia ini. Kunci kata itu tepat dan padat – ana abdullahi walan yudhi’ani – aku hamba Allah, DIA tidak akan mengecewakanku!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun