Isu perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 8 tahun menjadi 9 tahun kembali mencuat. Wacana ini menuai pro dan kontra, memantik perdebatan sengit di berbagai kalangan. Di satu sisi, para pendukung berargumen bahwa perpanjangan masa jabatan akan meningkatkan kinerja kades dan memajukan desa. Di sisi lain, penentangnya khawatir akan munculnya sentralisasi kekuasaan dan potensi penyalahgunaan wewenang.
Mari kita telusuri lebih dalam wacana ini dengan menimbang argumen dari kedua belah pihak. Pendukung perpanjangan masa jabatan kades beranggapan bahwa 8 tahun merupakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan program pembangunan desa. Mereka berdalih, kades membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami kompleksitas permasalahan desa dan merumuskan solusi yang tepat.Â
Selain itu, masa jabatan yang lebih panjang diyakini akan memberikan kades stabilitas dan keamanan dalam menjalankan programnya tanpa terbebani oleh agenda politik jangka pendek.
Di sisi lain, penentang wacana ini mengemukakan beberapa kekhawatiran. Pertama, perpanjangan masa jabatan dikhawatirkan akan memicu sentralisasi kekuasaan di tangan kades. Hal ini dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan memicu potensi penyalahgunaan wewenang.Â
Kekhawatiran kedua adalah, masa jabatan yang panjang dapat membuat kades terlena dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tanpa adanya batasan masa jabatan yang jelas, kades berpotensi menjadi "raja kecil" di wilayahnya.
Perdebatan ini mengingatkan kita pada dua nilai fundamental dalam demokrasi: stabilitas dan akuntabilitas. Di satu sisi, stabilitas kepemimpinan memang diperlukan untuk memastikan kelancaran program pembangunan. Di sisi lain, akuntabilitas kepada rakyat juga tak kalah penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Lantas, di manakah titik temu antara kedua nilai ini?
Solusinya mungkin tidak terletak pada perpanjangan masa jabatan secara mutlak, melainkan pada upaya untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas kades. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa langkah, seperti:
Penguatan sistem pendidikan dan pelatihan bagi kades, sehingga mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memimpin desa.
Pembentukan badan pengawas independen yang bertugas mengawasi kinerja kades dan memastikan akuntabilitasnya kepada masyarakat.