Cahaya jingga mewarnai langit pagi, menyapa desa kecil yang masih terlelap. Diiringi kicauan burung yang riang, aroma kopi robusta mulai tercium dari Warkop "Sinar Pagi". Pak Tono, sang pemilik, dengan semangat membuka pintu warkopnya.
Udara segar pagi hari langsung menyergap, membawa aroma tanah basah dan bunga bermekaran. Di depan warkop, hamparan sawah hijau terbentang luas, dihiasi embun pagi yang berkilauan. Di kejauhan, gunung menjulang tinggi, diselimuti kabut tipis.
Pak Tono mulai menyiapkan kopi andalannya. Biji kopi robusta digiling halus, diseduh dengan air panas yang mengepul. Aromanya yang khas langsung memenuhi ruangan, membangkitkan semangat para pelanggan yang mulai berdatangan.
Beberapa petani mampir untuk menghangatkan tubuh dengan kopi dan gorengan sebelum kembali ke sawah. Ibu-ibu yang mengantar anaknya ke sekolah memesan teh hangat dan roti bakar. Para pemuda bercanda dan tertawa, menikmati suasana pagi yang indah sambil menyeruput kopi.
Diiringi melodi alam yang menenangkan, Warkop "Sinar Pagi" menjadi tempat favorit bagi para warga desa untuk memulai hari. Secangkir kopi dan suasana asri menjadi perpaduan sempurna untuk menyambut pagi yang penuh berkah.
Suatu pagi, seorang pelukis terkenal datang ke warkop. Terinspirasi oleh keindahan alam di sekitarnya, dia mulai melukis pemandangan sawah dan gunung di atas kanvas. Lukisannya yang indah menarik perhatian banyak orang, dan Warkop "Sinar Pagi" pun menjadi semakin terkenal.
Warkop "Sinar Pagi" bukan hanya tempat untuk minum kopi, tetapi juga tempat untuk bersantai, bercengkrama, dan menikmati keindahan alam. Di sana, melodi alam dan keramahan manusia berpadu menjadi satu, menciptakan suasana yang tak terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H