Bagian 1: Bayang-bayang Utang dan Mimpi yang Tertunda
Langkah kaki Rini terasa berat saat memasuki gerbang salah satu Universitas di Indonesia. Seharusnya, rasa bangga dan antusias mewarnai hari pertamanya sebagai mahasiswi. Namun, bayang-bayang Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi menyelimuti pikirannya.Â
Rini berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang buruh pabrik dan ibunya seorang penjual gorengan. Mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di Universitas Indonesia adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Namun, kenyataan pahit menyapa ketika melihat nominal UKT yang harus dibayarkan.
Angka itu jauh melampaui kemampuan ekonomi keluarganya. Dilema pun melanda. Haruskah Rini menunda mimpinya dan mencari pekerjaan terlebih dahulu? Atau, haruskah dia berutang demi meraih gelar sarjana?
Bagian 2: Bekerja Sambil Kuliah: Antara Tekad dan Keteguhan
Rini memutuskan untuk bekerja sambil kuliah. Dia rela bekerja di kafe hingga larut malam, demi mengumpulkan uang untuk membayar UKT. Tubuhnya lelah, waktunya tersita, dan fokusnya terpecah.
Di tengah kesibukannya, Rini tak henti-hentinya belajar. Dia tak ingin mimpinya pupus karena terbebani biaya. Dia yakin, kerja kerasnya akan membuahkan hasil.
Bagian 3: Harapan di Tengah Ketidakpastian
Kisah Rini adalah potret buram dari realitas pendidikan di Indonesia. Di balik gemerlap menara gading, terdapat dilema yang dihadapi banyak mahasiswa: antara mengejar mimpi dan terbebani biaya pendidikan yang tinggi.
UKT yang tinggi, alih-alih menjadi motivasi, justru menjadi beban bagi banyak mahasiswa. Hal ini memicu berbagai pertanyaan: Apakah pendidikan tinggi hanya diperuntukkan bagi mereka yang berkecukupan? Apakah mimpi para pemuda harus terkubur karena terhalang biaya?