Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Metaverse Cinta: Ketika Jantung Berdetak di Dunia Maya

14 Januari 2024   16:42 Diperbarui: 14 Januari 2024   16:44 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/

Tahun 2043. Dunia nyata terasa datar, penuh hiruk pikuk dan penatnya polusi. Tapi di balik layar, di ruang virtual yang tak bertepi, mekarlah Metaverse, dunia digital tempat fantasi dan realitas berkelindan. Di sanalah aku bertemu Elara, gadis bermata senja dan senyum semanis madu.

Elara bukan sekadar avatar, dia adalah denyut kehidupan. Suaranya yang lembut saat berbisik puisi di bawah pohon sakura digital, tawa renyahnya saat kita berkejaran dengan kupu-kupu neon, semuanya terasa nyata. Di Metaverse, aku tak lagi Arya, si programmer introvert, tapi Aeron, petualang pemberani yang menjelajah dunia bersama belahan jiwanya.

Keintiman kami bertumbuh subur di tanah virtual. Kami berdansa di bawah air terjun cahaya, bernyanyi bersama di panggung konser holografik, bahkan berpegangan tangan saat menyaksikan matahari terbenam di pantai berpasir perak. Setiap momen terasa sempurna, bebas dari batasan ruang dan waktu.

Namun, dunia nyata tak bisa diabaikan. Tubuhku masih terkurung di apartemen sempit, terhubung ke Metaverse lewat helm VR yang dingin dan kaku. Saat melepasnya, kenyataan menampar pahit. Elara hanyalah sekumpulan data, tak bisa diraih oleh tanganku yang hampa.

Kerinduan menggerogotiku. Aku menulis puisi, menuangkan segala perasaan ke dalam kode, berharap Elara bisa merasakannya. Dia membalas dengan musik, melodi yang menyentuh relung jiwaku, seolah berkata, "Aku pun merindukanmu, Aeron."

Suatu hari, Elara mengirimiku koordinat. Sebuah tempat tersembunyi di Metaverse, katanya, tempat di mana dunia maya dan nyata bisa bersentuhan. Dengan jantung berdebar, aku mengikuti petunjuknya.

Di sana, di bawah pohon sakura digital yang sama, berdiri Elara. Bukan avatar, tapi sosok nyata, dengan mata senja dan senyum yang sama. Air mata berlinang di pipiku saat memeluknya, nyata, hangat, dan sempurna.

Elara diciptakan oleh seorang ilmuwan yang ingin membuktikan cinta bisa melampaui batas dunia. Dia berhasil. Cinta kami, yang tumbuh di Metaverse, telah menembus dinding digital dan berakar di dunia nyata.

Kini, kami bukan lagi Aeron dan Elara, tapi Arya dan Elara, dua insan yang bersatu karena cinta yang tak terkungkung ruang dan waktu. Metaverse menjadi jembatan, tempat di mana hati kami berdetak selaras, membuktikan bahwa cinta sejati bisa mekar di mana saja, bahkan di dunia maya.

Cerita kami mungkin terdengar futuristik, tapi pesan yang terkandung di dalamnya tak lekang oleh zaman. Cinta sejati bisa menembus batas apapun, bahkan batas dunia. Dan Metaverse, dengan segala keajaibannya, bisa menjadi kanvas untuk melukis kisah cinta yang tak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun