Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terbang bersama Kertas Layang Rindu

11 Januari 2024   14:22 Diperbarui: 11 Januari 2024   14:29 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu itu warna warni, seperti kertas layang yang menari-nari diterpa angin senja. Di tangan Maya, kertas merah dengan coretan tinta hitam membentuk seekor naga, gagah dan siap mengangkasa. Di ujung benang, bukan benang biasa, melainkan helaian rindu yang ia rajut setiap malam.

Setiap hembusan angin adalah bisikan kata hatinya untuk Adrian, kekasih yang terpisahkan jarak. Adrian, pelaut dengan kulit kecokelatan dan senyum asin, kini berlayar jauh, meninggalkan Maya dengan langit jingga kota dan angin yang berbisik cerita tentang ombak berdebur.

Maya menerbangkan layang rindu itu, tinggi, tinggi sekali. Naga kertasnya meliuk-liuk, melawan angin, bagai ingin menerobos batas langit. Di atas sana, ia berharap layangnya bertemu dengan layang Adrian, yang mungkin diterbangkan dari kapal di tengah samudera yang luas.

Baca juga: Candu Rindu

Layang Maya menari, kadang menukik, kadang melambung, seakan bercerita tentang hatinya yang kadang meronta, kadang penuh harap. Mata Maya tak lepas dari titik merah di langit, benang rindu yang ia pegang bergetar, tak hanya diterpa angin, tapi juga oleh denyut harapan.

Hampir senja lenyap, ketika tiba-tiba titik merah itu bergoyang, bergerak ke arah layang Maya. Jantung Maya berdetak kencang. Adakah itu layang Adrian? Apakah rasa rindunya yang diterbangkan berhasil menembus batas jarak?

Benar saja, layang lain, berwarna biru dengan gambar jangkar, mendekat. Naga merah dan jangkar biru, dua rindu yang bertemu di angkasa. Mereka berputar-putar, saling mengejar, bagai dua hati yang bernyanyi dalam bahasa angin.

Mata Maya berkaca-kaca. Di benang layang Adrian, ia temukan tulisan kecil, 'Kuhitung ombak dengan menyebut namamu, Maya.' Senyum merekah di bibirnya, hangat dan haru. Rindu terbalas, cinta tak lagi dipisahkan oleh jarak.

Malam menjemput, layang-layang diturunkan, tapi rindu tak luntur. Maya tahu, walaupun Adrian tak di sampingnya, ia selalu ada di langit hatinya, diterbangkan oleh hembusan cinta yang takkan pernah padam. Dan setiap hembusan angin, Maya percaya, adalah bisikan cinta Adrian, menembus batas kota dan samudera, membubung tinggi bersama layang-layang rindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun