Pak Darma tak sekadar guru matematika. Ia seniman kehidupan yang melukis pelajaran bukan di papan tulis, melainkan di jalanan, sawah, bahkan langit. Murid-muridnya tak hanya menghafal rumus, tapi belajar cara memandang dunia lewat sudut pandang baru.
Suatu pagi, sebelum bel masuk berbunyi, Pak Darma mengajak anak-anak kelasnya berkumpul di lapangan. Bukan untuk senam pagi, melainkan untuk mengamati sekawanan burung merpati yang hinggap di atap sekolah.
"Lihatlah," katanya, menunjuk burung-burung yang memekarkan sayap. "Mereka tak punya kalkulator, tak bisa hitung jarak dan titik temu. Tapi, mereka tahu kapan harus terbang dan mendarat, tahu jalur mana yang aman dan mana yang penuh bahaya."
Anak-anak terdiam, takjub memandang burung-burung yang bergerak harmonis. Bu Santi, guru IPA yang kebetulan lewat, ikut tertarik. "Iya, Pak Darma. Kenapa ya mereka pintar sekali?"
Pak Darma tersenyum. "Mereka punya insting, Bu. Kecerdasan bawaan yang dipadukan dengan pengalaman. Kita boleh pintar matematika, tapi insting dan pengalaman itu tak bisa dipelajari di kelas."
Bel pintu berbunyi, menyudahi pelajaran di lapangan. Namun, benih keingintahuan sudah tertanam dalam benak anak-anak. Sepanjang hari, mereka sibuk bertanya-tanya, "Apa bedanya insting sama kecerdasan?" "Bisakah kita punya insting seperti burung merpati?"
Sore harinya, Pak Darma mengajak mereka ke tukang bubur yang biasa mangkal di sudut jalan. Pak Tua, sang penjual bubur, menyambut mereka dengan senyum hangat. Pak Darma kemudian bercerita tentang insting Pak Tua.
"Setiap pagi, Pak Tua ini tak perlu jam weker untuk bangun. Dia tahu, kalau ayam jantan berkokok dua kali, berarti saatnya masak bubur," kata Pak Darma. "Kalian lihat itu? Keahlian tak terukur yang lahir dari pengalaman bertahun-tahun."
Anak-anak mendengarkan dengan penuh minat. Mereka belajar bahwa pengetahuan bukan hanya milik sekolah dan buku, tetapi tersembunyi di setiap sudut kehidupan.
Keesokan harinya, kelas Pak Darma tak sama lagi. Anak-anak tak hanya mengerjakan soal Pythagoras, tapi juga mulai mengamati semut yang berbaris, cicak yang berburu, dan bunga yang mekar. Mereka belajar berhitung sambil merasakan, berpikir sambil mengamati, dan belajar dari hal-hal yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.