Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu, Penjahit Mimpi

6 Januari 2024   11:14 Diperbarui: 6 Januari 2024   15:02 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu memang bukan penjahit sungguhan. Gaun termahal yang pernah dijahitnya hanyalah daster kembang berbahan katun, tapi entah dari mana, Ibu punya kemampuan menjahit mimpi. Tak perlu benang, jarum, apalagi mesin jahit. Bahan bakunya adalah kasih, alat pengukur adalah doa, dan mesinnya digerakkan oleh detak jantung yang tak pernah lelah.

Aku masih ingat, kala mimpi ingin jadi astronot dan berlayar ke angkasa, Ibu tak menertawakanku. Ia malah menjahitkanku kostum dari gorden bekas. Dengan kancing-kancing plastik sebagai tombol roket, ia memakaikanku dengan sungguh-sungguh. Saat itu, tak ada langit-langit, tak ada bumi, aku memang astronaut yang sedang menjelajah galaksi.

Saat remaja, mimpi berganti rupa menjadi pemain biola terkenal. Ibu tak punya cukup uang untuk biola sungguhan, tapi ia tak patah arang. Dengan kayu lapuk dan senar jemuran, ia menjahitkanku biola khayalan. Di pelukannya, senar jemuran itu bernyanyi, melantunkan simfoni impianku. Seolah panggung dunia tak lagi asing, akulah sang maestro yang memaikan nada-nada rindu.

Kini, mimpiku lebih membumi. Menjadi dokter anak, mengusir tangis dan menyembuhkan sakit. Ibu tak bisa membelikan stetoskop sungguhan, tapi ia punya sepasang tangan ajaib. Tangan yang mencubit pipiku lembut, yang mengeringkan air mataku, dan yang menyembuhkan ketakutanku. Dengan sentuhan itu, ia menjahit mimpi menjadi nyata. Akulah dokter anak itu, dan anak-anak di pelukanku adalah pasienku.

Ibu, penjahit mimpi yang tak pernah lelah. Ia tak pernah memungut bayaran, hanya meminta senyum sebagai ganti. Ia tak butuh panggung gemerlap, cukup melihatku mengejar mimpi dengan gembira.

Kini, saat rambutnya memutih dan langkahnya tak lagi secepat dulu, aku sadar. Mimpi terhebat Ibu adalah melihatku bahagia. Mimpi yang ia jahit dengan benang terkuat, paling lembut, dan tak akan pernah putus. Mimpi yang kini kupegang erat, berjanji untuk mewujudkannya, tak hanya untukku, tapi juga untuk Ibu, penjahit mimpi terhebat di dunia.

Karena bagiku, Ibu bukan hanya mama, tapi juga pembuat bintang, penggubah melodi, dan penyembuh luka. Ibu adalah penjahit mimpi, tukang sulap impian, dan seniman cinta sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun