Mohon tunggu...
Zhen Ginaya
Zhen Ginaya Mohon Tunggu... -

yosh... watashiwa ginaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pacaran yang Berujung Maut

27 November 2013   11:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak seperti biasanya, pagi yang cerah tiba-tiba menjadi gelap ditutupi awan hitam yang mendung, sepertinya akan turun hujan lebat, namunhal itu tak menjadi sebuah kekhawatiran bagi Sinta. Terus saja ia memegang batu nisan yang bertulisankan nama Rani. Tanpa menunggu lama, hujan pun turun membasahi tubuh Sinta, Air matanya bercucuran namun tersamarkan oleh hujan yang deras. Rani tetap berdiam di dekat tempat Rani tertidur panjang..

“ini semua salahku…. Aku meninggalkan mu disaat kau membutuhkan seorang sahabat untuk berbagi…”

Ucap Sinta dengan isak tangis yang membuat dadanya sesak

--------------

Siang itu tepat pukul jam 1 siang, terdengar suara gaduh perdebatan anatara dua orang mahasiswi di dalam ruang kelas perkuliahan yg telah sepi, Hanya mereka berdua dan papan tulis yang masih penuh coretan yang tersisa

“apa ??!!! kamu jadian dengan si Rian?” gak salah tuh? Tanya sinta terkejut.

“iya… kemarin dia nembak aku…” jawabRina dengan polos

“lho.. aku kan sudah bilang.. jangan pacaran… pacaran itu mendekatizina…!!!, apalagi tau sendiri kan, si Rian itu playboy…sudah berapa kali dia gonta-ganti pacar….”

“tapi kan… aku bisa jaga batas-batasnya.. gak akan terjadi yang namanya zina, gak semua pacaran berujung gitu kok…”

“iyaa…. Emang gak semua pacaran itu berujung zina, tapi setiap zina pasti diawali dengan pacaran” jawab Sinta dengan tegas

“hhmm…. Tapi…. Aku bias jaga batas-batas kok.. aku janji…”

“ah…. Sudahlah.. kamu memang gak pernah mau dengar kata-kataku…” ucap sinta sambil pergi meninggalkan ruang kelas perkuliahan.

-------

Hari-hari bahagia dilalui Rani bersama kekasihnya Rian, kemesraan yang mereka tunjukkan membuat orang yang berpikir sekuler menjadi iri. Saking mesranya mereka sudah seperti layaknya suami istri, tak heran memang di kota metropolitan seperti ini pergaulan bebas sudah dianggap biasa. Namun kemesraan itu tak berlangsung lama, hanya setengah tahun saja, Rian menghilang tanpa jejak. seperti apa yang ditakutkan oleh sinta. Rani dan rian sudah melakukan hubungan yang tak seharusnya mereka lakukan. Bahkan Rani sampai hamil di luar nikah.

Sudah menjadi tabiat lelaki, ketika sudah mendapatkan apa yang dia mau dari wanita, mereka lalu meninggalkannya dan mencari mangsa baru. Tak ubahnya dengan Rian, setelah tau bahwa Rani telah hamil, Rian menghilang tanpa jejak. Yang tersisa hanya janji-janji manis. Janji akan menikahi dan hidup bersama dalam ikatan suci, kini hanya sebuah sampah kotor yang menjadi pisau penusuk di hati Rani. Kini tinggal penyesalan yang ada. Tak ada lagi tempat rani bersandar. Sinta sahabat karibnya pun sudah tak pernah berbicara padanya semenjak pertengkaran di ruang kelas itu

“andai saja aku mendengarkan kata-kata Sinta” gumam hati Rani dengan air mata yang tersiak-siak

Ntah harus kemana lagi Rani harus mencurahkan masalahnya, ia takut dan malu, tiapa malam matanya tak berkompromi dengan tubuhnya yang telah lelah. Pikirannya melayang-layang. Tak tahu harus berbuat apa. Yang ada di pikirannya hanya ingin mengakhiri penderitaan ini.

-----

Malam itu, bulan purnama dengan terangnya bersinar, langit terlihat masih biru karena sinar bulan yang cerah. Namun tak secerah hati Rani, Badannya yang kurus berbaring di lantai yang dingin. Terlihat pembersih lantai di gelas keramik kesayangan Rani, Gelas itu bertuliskan nama Rian, Gelas pemberian saat Rani berulang tahun. Tanpa pikir panjang. Rani memegang erat gelas yang berisi pembersih lantai, sepertinya ia hendak mengakhiri hidupnya, ketika bibir gelas telah sampai di bibir Rani. Tiba-tiba terdengar suara dering handphonenya, terlihat nama Rian memanggil. Seketika itu pula Rani menghentikan niatnya

“halo… Rani…?”

“Rian….. kamu kemana aja? Kamu kok ninggalin aku?” jawab Rani dengan air mata yang mengalir deras bagaikan di pipinya yang tirus

“aku bingung Ran… aku belum siap berkeluarga. Aku belum siap menanggung beban rumah tangga”

“tapi… aku sudah mengandung anak mu!!”

“iya… tapi aku belum siap. Gimana kalo kita gugurin saja…”

Rani terdiam beberapa saat. Pikirannya kacau, jantungnya berdebar kencang, nafasnya kembang kempis

“iya… kalau itu yang kamu mau” jawab Rani dengan berat.

“besok kita ke dokter kandungan… “

----

Suasana sepitampak eksklusif disebuah rumah tempat dokter Robert berpraktik. Dokter Robert adalah seorang dokter kandungan, sudah berapa kali dokter itu melakukan prakterk aborsi, memang sudah menjadi pekerjaan ilegalnya. Dengan keuuntungan yang tidak bisa dianggap remeh.

Di ruang praktek dokter Robert terlihat sepasang kekasih sedang berkonsultasi harga menggugurkan kandungan, setelah sepakat Dr. Robert dengan segala alat prakterknya telah siap membunuh calon manusia dengan kejam. Namun kali ini nasib malang bagi Rani, pendarahan hebat tanpa henti terjadi, sehingga Rani kehabisan darah. Dokter Robert tak bisa berbuat apa-apa, dengan sigap Rian buru-buru menelpon ambulance, namun semuanya sudah terlambat…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun