Tulisan ini saya buat karena cukup kesel sama acara tv, terus bingung mau ngomong sama siapa.
Akhir-akhir ini acara tv dan ratting sangat tidak sebanding dengan kualitas acaranya.
Fenomena goyang makin marak saja di tv-tv.
Awal-awal saya liat seneng, kreatif; tapi lama-lama kok makin ke sini makin menjamur dan berlebihan.
Dan, membaca ratting program televisi cukup kaget juga. Karena ratting program komedi dengan goyangan nya mempunyai ratting bagus, lebih bagus bila di bandingkan dengan program tv yang mendidik, penuh wawasan dan terkini.
Saya cukup kaget saja acara yang bagus harus berakhir, yaitu Hitam Putih yang tayang di Trans7. Ratting program ini memang naik turun, kadang bagus kadang terlempar jauh.
Herannya, orang Indonesia benar-benar sedang teracuni oleh tayangan dan goyangan yang menurut saya di paksakan.
Sebenernya saya suka komedi, akan tetapi kalau durasinya terlalu panjang membuat saya bosan. Menurut saya tayangan komedi itu 1 jam sudah cukup.
Tapi itulah dinamika pertelevisian di Indonesia. Mungkin saat ini lagi “doyan” goyang-goyang.
Saya takut saja kalau-kalau goyangan itu terimplementasi di kehidupan nyata.
Misalnya ingin membeli sayur di pasar. Bisa jadi sebelum beli, ibu-ibu harus joged dulu satu rombongan. Kalau jelek, harganya mahal kalau bagus harganya murah.
Kira-kira percakapan mereka seperti ini (saya tulis sambil tertawa sendiri):
Pembeli: “Ibu mau beli wortel sekilo...”
Penjual:”Oh, ibu Mira… iya, boleh beli asal ibu Mira joged dulu yakk, kalau bagus saya kasih murah deh”
Pembeli:”Ok.ok… joged nya pakai lagu yang mana ni?’
(Penjual mengeluarkan “Tape” yang sudah di persipkan matang-matang dari rumah)
Penjual:”Ini nih, dengerin aja…”
Pembeli:”Wah, itu mah udah hafal saya” (lalu joged)
Penjual:”Ya, goyangannya lumayanlah Bu… saya potong harganya Rp 1.000,- …”
Pembeli:”Oh ya? Terimakasih” (kemudian salto-salto)
Cerita lucu lain juga di alami anak sekolahan yang sedang di ajar gurunya.
Guru:”Doni, coba kamu jawab pertanyaan nomor 4”
Doni:”Tapi Pak, saya mau jawab asal Bapak goyang dulu. Kalau bagus saya jawab, kalau jelek saya gak mau jawab”
Guru:”Oalah, kamu ini. Nontonnya Cuma acara goyang ya?”
Doni:”Ya udah deh Bu, saya mau jawab tapi saya mau goyang dulu deh. Rasanya gatel pengen goyang”
Guru:(Terdiam, heran dan bengong)
Duh, dampak fenomena goyang membuat saya ngakak sendiri.
Adalagi nih, fantasi ku tentang fenomena goyang.
Ada seorang kakek sedang menemani cucunya yang berumur 12 tahun.
Kakek:”Cu, kakek haus nih. Tolong ambilkan air”
Cucu:”Mau sih Kek, tapi ada syaratnya”
Kakek:”Apa itu Cu syaratnya?”
Cucu:”Kakek harus goyang dulu ya….”
Kakek:”Oalah Cu, kamu ini terinfeksi sama fenomena goyang ya? Kalau goyang punggung kakek nanti patah”
Cucu:(Mengambil air sambil goyang sendiri)
Hemm,,, benar-benar gawat dampak goyangan di imajinasiku.
Apakah benar-benar anak Indonesia akan menjadi “Generasi Alay?”
Ataukah artikel ini yang “Alay?”
Ya sudahlah ini hanya opini pribadi penulis.
Lagian menonton tv kan hak masing-masing. Suka ya di tonton, tidak suka ya jangan menonton.
Tapi, ada baiknya orang tua mengajak dan membimbing anak menonton hal-hal yang memiliki nilai edukatif.
Tidak tau nih, para pembaca. Apakah Anda termasuk salah satu Generasi Alay???
NB:Tulisan Ini sudah lama saya muat di blog pribadi, ini hanya repost.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H