Mohon tunggu...
Online
Online Mohon Tunggu... penjahit pakaian -

Semoga lilin kecil itu semakin membesar cahayanya, menerangi hingga kesudut2 yg tergelap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berharap Jakarta Baru di Tangan Jokowi

13 September 2012   15:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:31 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru kali ini saya benar-benar mengikuti proses berlangsungnya pilkada. Selama hampir 22 tahun ber-KTP DKI Jakarta, saya belum pernah ikut nyoblos pemilihan gubernur Jakarta. Bahkan saya tidak begitu memperhatikan siapa kala itu yang jadi gubernur Jakarta, ketika pertama saya menginjak Jakarta 22 tahun lalu. Pergantian gubernur nyaris tak saya ketahui. Yang saya ingat hanya Pak Sutiyoso. Tidak banyak yang saya tahu. Yang saya ingat hanya beberapa nama gubernur sebelum Pak Sutiyoso, diantaranya Pak Suryadi Sudirja, Pak Cokropranolo, Bang Ali Sadikin…itu saja. Saya mengetahui nama Fauzi Bowo-pun baru ngeuh sekarang-sekarang ini, bahwa beliau adalah gubernur setelah Pak Sutiyoso. Sungguh terlalu ya…! Selama pergantian gubernurpun saya tidak mengetahui bagaimana dan seperti apa proses pemilihannya, bahkan kampanyenyapun saya tidak tahu, apalagi merasakan gegap gempitanya masa kampanye. Tapi tidak saat ini. Mungkin saya tergolong warga kurang baik, karena dalam pemilihan presidenpun seingat saya hanya 2 kali saja ikut nyoblos pilpres semenjak ber-KTP,  sekali ketika masih di Bandung dan sekali ketika sudah jadi warga Jakarta. Kalau difikir-fikir, apa yang menyebabkan saya kurang begitu antusias mengikuti pemilu apalgi pilkada? Jawabnya mungkin harus saya runut kebelakang terhadap apa yang tengah terjadi dan berlaku dipemerintahan selama ini, pemerintah di negri yang  sangat saya cintai ini. Dimasa orba saya ikut sekali nyoblos, itu karena ayah saya ABRI, ketika itu saya otomatis nyoblos golkar sesuai saran ibu saya. Setelah itu saya tidak pernah lagi ikutan nyoblos. Saya tidak suka dinamika perpolitikan yang terjadi saat itu, yang cenderung selalu didominasi partai penguasa yang semakin merajalela kkn-nya. Dijaman reformasi, saya mempunyai harapan setelah regime orba tumbang. Tetapi tidak otomatis saya ikutan nyoblos karena begitu banyaknya partai. Walau undangan saya dapatkan, saya tidak ikut pemilihan, alias tetep golput. Baru ketika muncul sosok SBY yang diusung Partai Demokrat, entah kenapa saya punya harapan akan adanya perubahan yang signifikan terhadap masa depan bangsa ini yang masih carut marut karena eforia reformasi ketika itu. Ketika itu saya sudah menajdi warga Jakarta. Namun ketika SBY dicalonkan untuk kedua kalinya saya golput. Harapan perubahan yang saya dambakan itu ternyata hanya mimpi. Saya malas membahasnya kenapa harapan itu hanya jadi tinggal harapan. Mungkin bukan salah SBY sepenuhnya, tapi yang saya saksikan semakin hari nampaknya ketimpangan kian nampak, berbagai korupsi, intrik politik dan rekayasanya membuat saya kembali pesimis. Oknum pejabat sudah tidak malu mempertontonkan kehidupannya yang kian hedonis. Kongkalikong dan korupsi semakin merajalela nyaris disetiap lini kehidupan. Bahkan orang sudah tidak malu lagi kehidupan ekonominya merangkak naik dari hasil korupsi atau naik jabatan karena nyogok atau punya koneksi. Bahkan saya pernah dengar dan membaca ada sebagian orang yang membandingkan, mendingan jaman Suharto…sungguh mirris… Disaat seperti ini banyak orang yang pesimis terhadap nasib negri tercinta yang semakin mundur, walau pemerintah mengklaim bahwa negri ini sudah banyak mengalami kemajuan…tapi itu seolah hanya sekedar angka angka statistik belaka. Secara nyata, terlihat masih absur. Yang hidup kesulitan semakin sulit, yang hidup serba mudah dan berkecukupan semakin makmur saja keliahatannya. Sebagai rakyat kebanyakan, tentu saya hanya bisa berusaha bekerja seperti biasanya, sebagaimana layaknya ibu-ibu rumah tangga lainnya, mengurus rumah tangga sebaik-baiknya. Terkadang turut merasa sesak juga jika harga harga semakin melangit seolah tiada kendali. Dan sering mengurut dada bila melihat  atau mendengar sesama rakyat lainnya yang semakin terhimpit nasib, atau menelan ludah kecut apabila mendengar atau melihat keberhasilan para tukang kkn dan korup keliahatannya semakin makmur dan terbebas dari sangsi. Bahkan selama proses pemeriksaan hingga kebebasannya mirip selebritis ditayang berbagai media dengan mengumbar senyum sambil melambai tangan… Suatu ketika, sekitar 3 tahun lalu, teman Facebook saya menulis status tentang kebanggaannya mempunyai seorang walikota yang berhasil meningkatkan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya di kotanya. Sebetulnya sudah beberapa kali teman saya itu menulis status yang mengungkapkan kebanggaannya itu, diantaranya ada yang disertakan sebuah foto kendaraan trem. Tentu saja saya turut merasa kagum, transfortasi seperti itu hanya saya lihat di film atau foto foto luar negri. Ternyata di kota teman saya itu, yaitu kota Solo, sudah ada. Dilain status ada juga foto bus tingkat, foto pasar tradisional yang tertata rapi dan beberapa sudut kota yang tampak asri. Ketika itu saya mengomentari salah satu statusnya, “Andai saja walikotamu itu menjadi Gubernur Jakarta…” Semenjak itu saya mencari tahu tentang sosok walikota yang katanya sangat merakyat dan sederhana itu. Belakangan kemudian saya melihat berbagai media mulai memberitakan keberhasilan Sang Walikota yang bernama sebutan Jokowi ini. Mulai dari berita tentang pengalokasian pasar tradisional yang tanpa penggusuran, tetapi dipindahkan ke area yang sudah disiapkan berbagai fasilitas pendukungnya. Kemudian berita tentang berbagai keberhasilan lainnya, termasuk tentang mobil SMK yang menyedot perhatian nasional, dan memicu tumbuhnya kebanggaan yang selama ini nyaris lenyap di hati rakyat negri ini. Rakyat seakan rindu adanya sosok peminpin yang bisa dicintai dan mencintai rakyatnya, seperti di jaman perjuangan dan awal kemerdekaan dulu. Mungkin keberhasilan keberhasilannya itu adalah suatu yang wajar, biasa biasa saja, bukan hal yang sangat hebat dibanding dengan keberhasilan lain yang ada di negri-negri maju sekaliber Jerman, Amerika atau Cina dan Jepang…..Tapi di saat rakyat merasa terpuruk karena berbagai ulah dan kelakuan para oknum penguasa korup dan oknum pejabat kkn yang semakin jumawa, keberhasilan dari seorang peminpin daerah yang merakyat dan sederhana itu mampu menumbuhkan harapan, ternyata masih ada peminpin yang begitu peduli mensejahterakan rakyatnya, walau hanya sebatas di kota Solo saja. Sosok Jokowi seperti lilin kecil yang menerangi redupnya hamparan negri tercinta ini ditataran peta dunia. Apakah saya berlebihan mengumpamakan sosok Jokowi itu? mungkin bagi sebagian orang – ya, tapi saya tahu akhir akhir ini sosok Jokowi menjadi magnet tumpuan harapan banyak warga, rakyat, ketika tiba-tiba dia akhirnya menyanggupi dicalonkan untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ternyata bukan warga Jakarta saja yang mengharapkannya, tapi seluruh rakyat Indonesia yang sama sama mengharapakan punya kepala daerah atau peminpin yang seamanah beliau. Seorang peminpin dengan gaya kepeminpinan ‘yang baru’, yang ‘canggih’ mengena dihati rakyatnya,  bukan peminpin berkelakuan jadul yang sok berkuasa, borju, jaim  dan angkuh, apalgi jika keberhasilannya itu bermodal kkn, korup dan kongkalikong dengan cukong…..peminpin demikian sudah tidak layak pakai, dan tidak akan laku dijadikan sosok jualan partai sebesar apapun….mestinya…! Mengenanya sosok Jokowi di hati rakyat, hal ini bisa diikuti di berbagai media sosial, baik forum, berita, blog, fb maupun twitter, apalagi secara nyata ditengah tengah rakyat kebanyakan. Hampir semua poling mengindikasi Jokowi di rating tertinggi dibanding pesaingnya. Apapun gempuran isyu dan intrik miring terbukti tidak melunturkan harapan dan kepercayaan calon pemilihnya. Hal ini disebabkan rekam jejak kinerja Jokowi adalah orisinil, asli, dan bukan pencitraan yang dibuat-buat sekedar untuk menarik calon pemilih dimasa kampanye saja. Berbagai serangan tudingan miring seperti @Triomacan2000 di Twitter, serangan berbagai akun klonengan di Kompasina, Kaskus dan bebrbagai forum online lainnya selalu di counter habis-habisan oleh para jokower. Ini benar-benar eforia perubahan untuk Jakarta Baru. Seperti kegilaan aneh di dunia maya, tapi nyata. Berbagai isyu sara dan kampanye hitam seolah tidak mempan menggerus kepercayaan jokower, bahkan menjadi menggelikan, sebab jadi bumerang  bagi pesaingnya. Padahal bila melihat sikap Pak Jokowi, beliau sungguh biasa-biasa saja, tenang dan selalu mendinginkan suasana setiap menanggapi berbagai serangan yang dituduhkan kepada dirinya. Meskipun hanya diusung 2 partai saja, sebagian besar sekitar 80% partai, termasuk partai penguasa yang mendukung cagub pesaingnya/incumbent, saya optimis dan berharap Pak Jokowi akan terpilih. Saya, yang bukan siapa-siapa,  bukan juga tukang kampanye, hanya karena beberapa tahun ini mengikuti kiprah beliau, akhirnya kini saya tidak akan golput lagi. Hampir setiap hari saya mengikuti perkembangan proses pilkada DKI Jakarta. Semoga perhelatan pilkada DKI Jakarta tgl 20 September 2012 nanti berlangsung lancar aman dan jurdil. Semoga pilihan rakyat yang menang, dan harapan akan adanya perubahan yang lebih baik bagi kemaslahatan rakyat banyak dari peminpinya benar-benar terwujud. Amin

Share this:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun