Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Super Hati-hati di Pilkada Serentak

8 Desember 2015   18:19 Diperbarui: 8 Desember 2015   18:35 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah kegaduhan drama kucing-kucingan dan tikus-tikusan MKD-Novanto vs Rakyat yang sangat memuakkan itu, besok (9/12/2015) PILKADA serentak dilakukan di 269 daerah (9 Provinsi, 36 kota dan 224 kabupaten). Sebuah KESEMPATAN EMAS untuk mendapatkan pemimpin ideal dengan integritas dan kapasitas terandal, seperti Ahok, Ridwan Kamil, Risma, dan lainnya. Kita tidak ingin kecewa lagi seperti saat ini mengetahui bahwa para wakil yang kita pilih tahun 2014 modelnya seperti DPR (MKD), Novanto, dan teman-temannya.

Saya mendapatkan informasi dari teman di Sulawesi Utara dan Kalimantan bahwa sejumlah calon berani membeli dengan harga yang sangat menggoda, yaitu Rp.600.000/suara. Bayangkan, kalau sebuah kabupaten dengan jumlah pemilih 40.000 orang maka dana yang disiapkannya 24 Miliyar? Ini jumlah yang tidak sedikit! Berita di media elektronik mengabarkan tertangkapnya sejumlah pengedar uang palsu. Konon, peredaran uang palsu menjelang pilkada sangat fantastik. Kedua hal itu tentu berkaitan.

Masyarakat harus super hati-hati:

Pertama, jangan tergiur dengan uang receh lalu menjual masa depan bangsa ini. Pemimpin yang gemar membagi uang untuk kepentingan Pilkada sudah pasti koruptor atau calon koruptor. Kalau calon yang naturnya baik, dia tentu menjual kebaikannya untuk dipilih, bahkan oleh kebaikannya itu dia akan didorong oleh masayarakat untuk dicalonkan. Jadi, dia tidak perlu mengeluarkan uang. Sebaliknya, orang yang menghamburkan dana untuk dipilih sesungguhnya orang yang minim prestasi, bermental korup, dan tidak baik makanya dengan uang dia berusaha "membeli" citra. Itu hanyalah siasat busuk, dan ketika terpilih dia akan merampok uang rakyat untuk memperkaya diri.

Kedua, hati-hati terhadap peredaran uang palsu. Sangat mungkin, para calon kepala daerah (mungkin lewat tim suksesnya) yang berbaik hati memberi dalam jumlah besar adalah hasil pencetakan uang alias uang palsu. Bareskrim Polri menyatakan bahwa peredaran yang berhasil digagalkan merupakan pesanan dari Kalimantan. Tidak tertutup kemungkinan daerah lain juga ada pesanan pengadaan uang palsu. Karena itu, sebaiknya COBLOS saja calon yang memang SUDAH DIKENAL BAIK dan yang TIDAK MEMBERI UANG.  

Ketiga; jangan pilih calon kepala daerah yang didukung oleh partai-partai yang terkenal korup, suka bekin rusuh dan selalu memiliki nalar yang bertentangan denan nalar publik.  Ini mentalitas perusak yang harus dibersihkan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.  

Akhirnya, gunakan hak pilih Anda sebaik-baiknya. Jangan GOLPUT sebab itu tidak menyelesaikan masalah. Bahkan sikap golput bisa menyebabkan "orang-orang jahat" yang terpilih.

Selamat mengikuti Pilkada untuk mendapatkan pemimpin ideal Anda. Pilihlah dengan pertimbangan nurani, bukan uang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun