Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berjudi dengan Kebenaran Mayoritas DPR Terpaksa Mengalah di UU Revisi KPK: Presiden Tanpa Beban Akan Memenangkan Harapan Publik

19 Februari 2016   23:30 Diperbarui: 20 Februari 2016   16:40 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KPK (Foto: Antara)"][/caption]

Pertarungan citizen (rakyat) dan wakilnya di DPR terkait pro kontra usulan UU Revisi KPK memasuki fase jenuh. Meski geliat-geliat, bahkan kegigihan perjuangan dari berbagai kelompok masyarakat terlihat masih bergelora. Sebaliknya, daya tahan DPR terlihat mulai mengendor. Dinamika yang tidak imbang ini membuat pertunjukkan di atas ring tinju politik negeri menjadi tidak menarik.  Tidak ramai. Bukan karena teralihkan oleh isu Kalijodo yang tidak lagi berjodoh dengan tuntutan penegakkan konstitusi. Pun, bukan oleh ulah para anggota DPRD DKI yang dipimpin bos mereka yang paling disegani dan berpengaruh, yaitu Haji Lulung menggempur KPK laksana demontran jalanan menuntut Ahok ditangkap.

Sementara itu, jauh di seberang, ujung selatan San Fransisco, lembah Silicon (Silicon Valley), tepatnya di markas Facebook, Presiden Joko Widodo (Jokowi)  sedang santai bermain pimpong virtual bersama sang CEO, Mark Zuckerberg. Foto keduanya yang sedang keasyikan itu dipajang di laman FB-nya Mark. Kalau mau sedikit lebay, Jokowi mungkin menjadi  Kepala Negara pertama di dunia yang bermain pimpong sama big bos Facebook yang berpengaruh itu. Ini menjadi semacam hiburan bagi nitizen, yang larut oleh keterpesonaan menyaksikan tokoh idola mereka disambut hangat di markasnya FB, Google dan Twitter itu laksana menyambut  tokoh penting dunia (sumber  detik.com menyebutkan:  "Pengamanannya setara dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama," diunduh 19 Faberuari 2016).

 [caption caption="Jokowi dan Mark Zuckerberg bertanding Pingpong melalui kacamata VR(Akun FB Mark Zuckerberg). Sumber:Okezone.com"]

[/caption]

Apa kaitan antara kedua kejadian, yang terpisahkan oleh jarak belasan ribu kilometer atau hampir 20-an jam penerbangan itu? Satunya seperti suasana gaduh  anak-anak di rumah lantaran ditinggal pergi orang tua, sementara lainnya menggambarkan sikap orang tua yang menikmati hidup dengan santai dan bermain.

[caption caption="KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR. Presiden Joko Widodo ditemani pendiri sekaligus CEO Facebook, Mark Zuckerberg, mengunjungi kantor pusat Facebook di Menlo Park, Silicon Valley, yang merupakan pusat industri kreatif di Amerika Serikat, Rabu (17/2). "]

[/caption]

Harian Kompas menyebutkan, peta dukungan fraksi di DPR-RI mulai berubah.  Bahkan, di edisi cetak 18 Februari 2016 di headline diberi judul optimistik “DPR Mulai Dengar Suara Rakyat,” menggambarkan perubahan sikap fraksi. Sejak awal partai Gerindra sudah tegas menolak revisi, lalu diikuti Partai Demokrat. Beberapa partai seperti PAN, Nasdem, dan PPP beraroma menggantung pada sikap Presiden. Lainnya memberi jawaban mengambang, khas gaya politik abu-abu, yaitu  “Setuju (revisi), asal menguatkan.”  

Apa penyebab perubahan sikap fraksi-fraksi, yang sebelumnya begitu lantang menyuarakan kebutuhan Revisi? Kalau kita sedikit flash back, mudah menyimpulkan bahwa awalnya fraksi-fraksi ini berharap semua sepakat, koor satu suara menyuarakan dukungan pada kebutuhan Revisi. Mereka benar-benar sadar bahwa dibalik label “penguatan KPK” sebenarnya tersembunyi nafsu kuat untuk melemahkan.  Mereka juga sadar bahwa dengan sikap demikian, ada resiko besar menghadapi nalar sehat masyarakat yang kini amat kritis dan olehnya jelas-jelas menolak segala bentuk pelemahan KPK.  Harapannya, bila semua fraksi setuju,  kompak, sehati sepenanggungan,  maka Rancangan UU Revisi itu akan bulat diputuskan di Rapat Paripurna sebagai usul inisiatif DPR. Rakyat tidak memiliki obyek untuk dikambinghitamkan, sebab semua kambing hitam adanya. Di Pemilu, Pilpres dan Pilkada nanti rakyat akan tetap memilih (meski terpaksa), dipersuasi dengan busa sabun janji-janji perubahan.  Revisi KPK dikesankan memperoleh justifikasi legalistik oleh mayoritas, bahkan dukungan mutlak fraksi DPR. Dengan demikian, DPR bergelantung pada narasi kebenaran prosedural.

 [caption caption="Foto: Lamhot Aritonang (sumber: detik.com)"]

[/caption]

Namun, bangunan imajinasi “rame-rame tanggung dosa” di hadapan pengadilan rakyat itu ambruk, tatkala di forum rapat dengar Pandangan Fraksi,  partai Gerindra secara gagah dan heroik menyatakan menolak UU Revisi. Sikap ini membuat fraksi lain berpikir panjang. Aura simpati massa segera merebak mengharumi sekujur tubuh  Gerindra.  Ini tercium oleh indra petualangan Partai Demokrat, yang tidak mau ketinggalan memanen simpati,  lalu tanpa ragu berbalik arah mengekor Gerindra. Perubahan sikap parpol peraih suara terbanyak keempat di Pemilu 2014 itu  membuat fraksi lain makin keder. Terus maju, takut. Mau mundur, malu. Rupanya PKS-pun tidak mau ketinggalan kereta merebut simpati. Lewat Rapat Dewan Pimpinan tanggal 17 Februari, Partai PKS juga menegaskan menolak revisi UU KPK. Maka, makin runtuhlah mental fraksi-fraksi pendukung pelemahan KPK.  Mereka dibayangi ancaman hukuman publik, yang mengadili dengan mengacu kitab narasi kebenaran subtansial,  siap dengan palu eksekusi  di meja pengadilan politik Pilkada Serentak 2017, juga Pemilu dan Pilpres 2019, yang sesungguhnya sudah di depan mata. 

Indikasi lain melemahnya “benteng pertahanan”  DPR vis a vis citizen (dan nitizen) adalah tertundanya Sidang Paripurna untuk kedua kalinya.  Awalnya direncanakan hari Kamis, 11 Februari 2016. Kemudian ditunda ke 18 Februari. Lalu, diundur lagi ke Selasa 23 Februari. Penundaan ini merupakan tindakan spekulasi mengulur waktu, sambil berharap menangkap sinyal kedip dari Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun