Penyebabnya bukan faktor RK, melainkan Golkar yang akan dilihat sebagai partai tidak profesional dan sewenang-wenang karena dengan mudah membuang kadernya yang telah berjuang bagi partai dan berhasil membangun masyarakat. Golkar akan dipersepsikan masyarakat sebagai pelaku menzoliman terhadap DM, dan seperti diketahui masyarakat kita sangat sensitif terhadap tindak menzolimi.
Seperti Jokowi maupun Ahok yang terlebih dahulu sukses membangun kota Solo dan Belitung Timur, sebelum akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI, demikian pula Dedi Mulyadi telah sukses membangun Purwakarta. Dua kali memenangkan pilkada sebagai bukti autentik pengakuan publik atas prestasi dan kerja kerasnya.
Lalu, bagaimana dengan Ridwan Kamil? Menurut saya, bagi parpol-parpol yang belum punya calon internal akan sangat beruntung mencalonkan Ridwan Kamil. Kang Emil sudah punya nama di hati masyarakat Jawa Barat, juga punya prestasi membangun kota Bandung.Â
Tingkat elektabilitas sebagaimana dilansir sejumlah lembaga survei sejak Juni 2017 (Poltracking Indonesia) dan terakhir November (Indo Barometer) menempatkan kang Emil di puncak survei, diikuti Dedi Mulyadi. Kang Emil juga merupakan tokoh yang bisa dianggap mewakili ideologi nasionalis, sehingga membutuhkan wakil dari kalangan Islam. Di sini para partai pendukung bisa berembuk untuk mengajukan cawagub dari internal yang memenuhi syarat sesuai kebutuhan.
Baik DM maupun RK merupakan kader-kader bangsa yang telah terbukti kaya prestasi dan dipercaya masyarakat. Golkar sudah pada posisi tepat mengusung kadernya sendiri di Pilkada Jabar 2018, sementara RK dengan reputasinya akan mudah diusung parpol-parpol lain, menyusul Nasdem dan PPP yang telah lama menyatakan mendukungnya. Partai pendukung akan diuntungkan karena figur Kang Emil akan mampu mendongkrak keterpilihan partai di Pileg 2019.
Tetapi, prinsipnya akan merupakan sebuah pembelajaran berharga bila parpol-parpol mulai serius menciptakan kader-kader kompeten dan memprioritaskan mereka menjadi pemimpin-pemimpin di daerah maupun di level nasional.Â
Sekolah-sekolah kader yang sudah diadakan oleh sejumlah parpol merupakan langkah maju. Namun, sekolah yang paling efektif adalah di tengah masyarakat, yaitu dengan menjadi pemimpin yang peduli, jujur, bekerja keras, dan menunjukkan keseriusan melayani masyarakat. Dedi Mulyadi, seperti halnya Jokowi, Ahok, Risma, Djarot, Nurdin Abdullah, dan lainnya, telah membuktikan diri 'lulus' bukan dari sekolah parpol, melainkan sekolah masyarakat.Â
Karena itu, Golkar patut berbangga mengusung kader internal seperti DM yang memiliki banyak kriteria kepantasan dan kelayakan menjadi Gubernur di Jawa Barat. Dan, keputusan Golkar itu sudah sangat tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H