Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tabur Tuba di Kolam Jokowi Golkar Harap Panen Besar di Pemilu 2019

19 Mei 2016   00:49 Diperbarui: 19 Mei 2016   11:54 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aburizal Bakrie (kanan)/Foto: Lamhot Aritonang

Bagaimana itu terjadi? Perhitungannya sederhana saja.  SN terjerat banyak kasus, dan itu akan diangkat sedemikian rupa sehingga “kekotorannya” SN jauh lebih pekat dari lumpur Lapindo. Selama tiga tahun ke depan, dengan bersembunyi dibalik “kursi emas megah KDP,” ARB lepas dari sorotan publik.  Harapannya, dengan itu  ingatan publik terhadap kasus Lapindo makin memudar. Apalagi dibandingkan dengan kasus-kasus SN yang jumlahnya lebih banyak, dan sebagai pimpinan DPP selalu menjadi sasaran tembak, sebagaimana dialami ARB selama dua kali Pemilu.  Di sini, SN tidak mungkin dicalonkan menjadi capres maupun cawapres. 

Setidaknya ada dua alasan kuat. Pertama; seperti sudah disebutkan, “dosa” SN jauh lebih hitam dari dosa ARB. Dosa besar SN itu menjadi semacam rantai yang sudah terkiat di leher, dan ARB tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menariknya bila diperlukan.  Kedua; Pilpres dan Pileg 2019 dilaksakan secara serempak sehingga setiap Parpol bisa mengajukan capres sendiri (tanpa presidential treshold). Karena keputusan itu termasuk keputusan strategis maka DPP Golkar  harus putuskan bersama KDP.  Frase “putuskan bersama” itu hanya penghalusan, yang sesungguhnya adalah, DPP harus mendengar instruksi KDP. Dengan kata lain, keputusan siapa yang maju sebagai pasangan Capres-cawapres dari Partai Golkar sepenunya berada ditangan KDP. Dan, seperti patronnya, the smiling general yang selalu “tidak ingin berkuasa”  namun karena  “rakyat dan warga Golkar mendesak,” maka ARB sudah pasti tidak tahan  akan desakan itu. Jadilah, SN bekerja keras membenahi Golkar, menaikan dukungan, tetapi Ketua Dewan Pembina, ARB menikmati hasilnya.  

Maka saya ingin menegaskan kesimpulan saya.  Peryantaan SN bahwa Golkar mendukung Jokowi sebagai Capres 2019 itu sesungguhnya racun memabukkan. Seperti tuba, SN menaburnya ke kolam politik Jokowi hanya untuk menjaring massa pendukung sang Presiden. Tetapi, di ujungnya ARB, sang KDP-lah  yang akan menjadi Capres Golkar 2019!

Salam kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun