Mohon tunggu...
Semino Gelumbur
Semino Gelumbur Mohon Tunggu... Dosen - Tutor ESL dan Pragmatik

Pemerhati wacana ideologis dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Label "Partai Setan", Bias Ideologi Bukan Agama

4 Mei 2018   13:09 Diperbarui: 4 Mei 2018   13:27 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: fairobserver.com

Manipulasi Politik

Wacana "Partai Setan" bukan wacana Agama. Yang lebih tepat adalah wacana ideologi yang memanfaatkan idiom-idiom agama yang sakral. Kalau Pak Amin Rais berbicara dunia wacana Agama dan tidak bias ideologi, implikasinya beliau secara kognitif konsisten. Jikalau PAN, PKS, dan Gerindra masuk kategori partai Islam, maka partai Islam PKB dan PPP termasuk. 

Kalau tidak, tersirat ada partai Islam "terdaftar" dan partai Islam "tidak terdaftar" dalam kategori "Partai Allah". Artinya, Pak Amin Rais berbicara atas kepentingan kelompok sendiri, dan cara pandang yang demikian itu adalah cara pandang yang bias ideologis. Secara logis, Pak Amin Rais berbicara dunia wacana ideologi. Tindakan yang demikian adalah tindakan pragmatis atau bisa dikata bentuk manipulasi politik, dan ini wajar dalam praktek politik.  

Menurut Teori Relevansi (Sperber&Wilson, 1995; Allot, 2002) wacana manipulatif terjadi ketika ada misuse of concept atau kata yang kurang tepat digunakan secara sengaja agar proses pemaknaan oleh pendengar terganggu atau dangkal, dan pendengar terpaksa (karena kebingungan) menganggap lebih relevan untuk menerima makna yang sudah disiapkan, dituturkan dan diinginkan oleh pembicara. 

Agar pendengar yakin dan percaya, pembicara harus ter-representasikan sebagai figure super-kompeten. Sementara itu strategi kebahasaan yang berbentuk wacana manipulatif  adalah leksikalisasi atau dengan pilihan kata tepat yang secara kognitif memposisikan pendengar "terpaksa" mengamini keinginan pembicara.

Pada kasus ujaran kontroversial itu, strategi yang digunakan oleh Pak Amin Rais adalah menerapkan mekanisme manipulasi tipikal yang disebut trouble and resolution (Saussure, 2005) untuk memproduksi wacana manipulatif dengan menggunakan frasa "Partai Setan".  Ini diksi yang kurang tepat untuk menggambarkan kelompok lawan yang belum eksplisit, namun pendengar mengamini karena ketidakjelasan konsep yang membingungkan mereka dan secara kognitif menyerah pada apa kata Pak Amin Rais. Dan mereka merasa yakin karena pengaruh kompetensi super beliau. Fakta, secara historis beliau adalah orang kuat (Bapak Reformasi) apalagi dibingkai lagi sebagai "pahlawan" pembela "Partai Allah". Pendengar secara kognitif tidak akan mendekati apalagi mengikuti "Setan" dan sebaliknya akan lebih memilih berada di barisan naungan "Partai Allah".

Strategi "manipulasi" Pak Amin Rais ini adalah praktek standar yang dilakukan seorang politisi agar mendapatkan kemenangan atau lebih banyak aminan dari pengikut dan publik. Dus, kalau kita paham ini praktek strategi ideologi politik bukan soal agama, tuntutan ujaran kebencian atau penodaan agama terhadap Pak Amin Rais seharusnya tidak perlu. Cukup dengan permintaan maaf.

Namun, harus diakui ini memang beresiko karena tingkat sensitivitas agama di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Idealnya, segala hal terkait idiom-idiom agama yang sakral sedapat mungkin tidak diaduk hingga panas dalam wacana politik. Politik memanas boleh, tetapi Indonesia tetap satu adalah prioritas.

 

 

Surabaya, 19-04-2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun