Pada tahun 2014, jumlah angkatan kerja bertambah sebanyak 25.330 orang, sedangkan penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 28.060 orang, artinya dari 513.170 orang menganggur di tahun 2013 ditambah dengan tumbuhnya angkatan kerja sebanyak 25.330 orang, maka pada tahun 2014 ada sebanyak 538.500 orang yang membutuhkan lapangan kerja, namun yang dapat diserap oleh lapangan kerja yang tersedia hanya sebanyak 28.060 orang saja dengan menyisakan pencari kerja yang belum mendapatkan pekerjaan alias menganggur lagi adalah sebanyak 510.440 orang.
Artinya, sebanyak 28.060 lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2014 belum mampu menutupi hilangnya lapangan pekerjaan yang terjadi pada tahun 2013 sebanyak 65.940 lapangan pekerjaan, walaupun jumlah pencari kerja dapat diturunkan sebanyak 2.730 orang.
Pada tahun 2015, jumlah angkatan kerja bertambah sebanyak 359.150 orang, sedangkan penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 405.690 orang, artinya dari 510.440 orang menganggur di tahun 2014 ditambah dengan tumbuhnya angkatan kerja sebanyak 359.150 orang, maka pada tahun 2015 ada sebanyak 869.590 orang yang membutuhkan lapangan kerja, namun yang dapat diserap oleh lapangan kerja yang tersedia hanya sebanyak 405.690 orang saja dengan menyisakan pencari kerja yang belum mendapatkan pekerjaan alias menganggur lagi adalah sebanyak 463.900 orang. Angka pengangguran turun sebanyak 46.540 orang.
Artinya, 405.690 lapangan kerja yang tersedia pada tahun 2015 telah mampu mengembalikan lapangan kerja yang hilang pada tahun 2013, serta menurunkan angka pengangguran yang secara riil mendapat pekerjaan sebanyak 49.270 orang. Sampai dengan tahun 2015 lapangan kerja yang berhasil disediakan oleh DKI Jakarta sebanyak 433.750 lapangan pekerjaan dengan total pencari kerja 897.650 orang, sehingga pencari kerja yang masih belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 463.900 orang.
Â
Statistik Kemiskinan
Jika kita lihat pada tabel diatas, maka kita mendapatkan informasi bahwa pada 2012 awal pemerintahan Jokowi-Ahok dalam melaksanakan pembangunan mereka dibebani sebanyak 363.200 orang penduduk miskin, dengan Garis Kemiskinan Rp 379.052,-/kapita/bulan. Pada tahun 2013 dengan menaikkan GK sebesar 7,49% dengan tingkat inflasi 8%, menjadi Rp 407.437,-/kapita/bulan yang jika disesuaikan dengan angka inflasi maka GK seharusnya Rp 409.376,-/kapita/bln, jumlah penduduk miskin dapat di turunkan 9.010 jiwa, hingga penduduk miskin menjadi sejumlah 354.190 jiwa, fantastis bukan!.
Pada tahun 2014, dengan Garis Kemiskinan Rp 407.437,-/kapita/bulan. Pada tahun 2014 dengan menaikkan GK sebesar 9,91% dengan tingkat inflasi 8,95% (riil peningkatan GK sebesar 0,96%) menjadi Rp 447.797,-/kapita/bulan jumlah penduduk miskin malah bertambah 39.710 jiwa, hingga penduduk miskin menjadi sejumlah 393.900 jiwa, wow!.
Pada tahun 2015, dengan Garis Kemiskinan Rp 407.437,-/kapita/bulan. Pada tahun 2015 dengan menaikkan GK sebesar 8,84% dengan tingkat inflasi 2,49% (per September 2015) menjadi Rp 487.388,-/kapita/bulan jumlah penduduk miskin tetap bertambah 5.020 jiwa, hingga penduduk miskin menjadi sejumlah 398.920 jiwa, wow!.
Artinya dari 2012 sampai dengan 2015 jumlah penduduk miskin tidaklah berkurang, malah bertambah sebanyak 35.720 jiwa, semasa Jokowi sebagai Gubernur pertambahan penduduk miskin sebesar 30.700 jiwa sedang masa Ahok sebagai Gubernur penduduk miskin bertambah sebanya 5.020 jiwa.
UMP DKI Jakarta tahun 2015 adalah sebesar Rp 3,1 juta, sedangkan angka Garis Kemiskinan adalah Rp 487.388,-/kapita/bln jika kita asumsikan 1 keluarga beranggotakan 4 orang maka kategori keluarga miskin adalah mereka yang berpenghasilan Rp 1,95 juta/bulan atau Rp 65 ribu/hari, hanya 63% dari nilai UMP DKI Jakarta.