[caption caption="Ilustrasi Kompasioner Bingung"][/caption]
Membaca perdebatan yang masih hangat di kalangan kompasioner aktif seputar GT. Sebagai kompasioner pasifer yang lama bertanya soal perubahan tampilan kompasiana yang makin aneh, karena tak bisa membuka link sendiri satu kali klik, saya tergelitik pengen nimbrung juga. Keinginan nimbrung ini ya dilatarbelakangi sebenarnya bukan karena sosok GT-nya yang heboh. Tetapi yang lebih menghebohkan adalah langkah admin Kompasiana yang membredel dan menghapus sebuah tulisan hanya karena sesuatu yang sulit dipahami.
Sulit dipahami karena setelah membaca protes beberapa kompasioner soal tulisan saudara Tomy Unyu-Unyu yang dihapus. Saking bingungnya ada yang mencoba menelusuri UUD Republik Kompasiana demi menelisik pelanggaran tulisan tersebut. Sayangnya, T & C yang selayaknya aturan dan juga etika ber-Kompasiana dikabarkan tak bisa diakses. Sehingga atas dasar logika kemudian beberapa berpendapat tulisan tersebut tak seharusnya dihapus. Lha wong tidak ada aturan ... alasannya.
Tetapi logika itu sendiri bagi saya masih seperti keheranan yang malas saya perjelas. Sama seperti nalar saya yang tak menangkap alasan perubahan tampilan kompasiana yang mestinya lebih oke, tetapi faktanya kok tidak persis begitu. Misal masuk halaman akun sendiri di kompasiana.com/sembirink86 tidak bisa langsung. Begitu di klik dia masuk ke halaman kompasiana.com lalu kita butuh satu kali klik lagi untuk bisa masuk ke akun sendiri. Seakan seperti dulu di tahun 2006 saat berkunjung ke Borobudur. Para pengunjung yang tujuannya keluar lokasi malah sekaan dipaksa berkeliling pusat belanja souvenir sebelum sampai pintu keluar.
Belum lagi tampilan pertemanan serta kotak surat yang sulit saya temukan. Atau pengalaman beberapa pekan lalu, data hits yang sudah mencapai ribuan tiba-tiba seperti pesan SPBU yang harus "mulai dari 0 ya". Data hits raib dengan alasan katanya ada perbaikan teknis.
Perubahan tampilan ini bagi saya sama misteriusnya dengan dihapusnya sebuah tulisan yang ketika saya baca duplikasinya, tidak terlalu istimewa. Tulisan yang menurut saya hanya berupa sindiran halus dan tidak rasis. Menjadi istimewa justeru ketika tulisan itu sendiri dihapus oleh admin kompasiana. Sehingga hebohlah jagad persilatan. Sempat terpikir, jangan-jangan admin kompasiana memang sengaja mau membuat tulisan saudara Tomy Unyu-Unyu jadi fenomenal? Supaya si kompasioner unyu ini tidak kalah populernya dari 2 kompasioner perempuan yang bertemu GT? Atau supaya sama populernya dengan GT? Atau naik kelas sekelas Pak De? Atau ..
Pertanyaan soal tampilan memang saya diamkan sejak lama. Lebih karena intensitas saya yang memang belum cukup tinggi di Kompasiana. Namun akhirnya muncul terpaksa bersamaan dengan pertanyaan soal tulisan yang dihapus. Mengapa saya sebut muncul terpaksa? Karena keanehan republik kompasiana ini semakin tidak sesuai dengan persepsi saya soal nama KOMPAS yang tak bisa dipisahkan dari Kompasiana. Komunitas blogger yang harusnya menjadi pandu dan pengarah para penulis Indonesia. Bukan malah membuat kompasionernya bingung dan tak paham arah. Hanya karena tindakan admin yang melakukan penghapusan sebuah tulisan tanpa memberikan penjelasan. Penjelasan yang mestinya bisa membuat kompasioner lebih baik di masa depan. Lebih paham aturan dan lebih bertanggungjawab dalam kemerdekaannya di republik kompasiana.Â
Saya jadi berpikir sendiri, apakah semua ini karena Kompasiana7 memang masih sangat muda? Seperti kanak-kanak berusia 7 tahun yang sulit ditebak cara berpikirnya. Kadang kreatif, kadang pula reaktif. Entahlah. Tapi yang jelas banyaknya pertanyaan yang muncul dalam catatan ini. Meski hanya sebagian kecil dari pertanyaan yang muncul dalam benak saya tentang kompasiana hari-hari ini. Itulah mengapa saya menulis judul catatan ini dengan tekanan tanda yang membingungkan.
Semoga memasuki usia 7 tahun, kompasiana dan jajaran pengelolanya semakin tumbuh lebih baik. Termasuk lebih baik dalam memberikan edukasi dan penjelasan pada kompasioner. Khususnya menjelaskan seputar kontroversi catatan dan foto GT yang telah memakan korban. Korbannya unyu lagi. Coba bayangkan bagaimana rasanya jadi korban tapi unyu. Unyu tapi korban.
Setidaknya bagi kompasioner, biarlah penjelasan yang jelas sejelas-jelasnya itu menjadi kado ulang tahun republik kompasiana. Walaupun dampaknya mungkin si Unyu beneran jadi populer, tetapi setidaknya kompasioner tidak lagi akan menyalak seperti herder. Hanya karena kebingungan pengaturan di jagadnya para kompasioner.
Demikian agar Karena Kompasiana Sayang, Saya ... ng ...... Saya dan kompasioner lain tidak bingung dan malah bertanya KompasiaPa?