Terima kasih mbak Rara. Pawang hujan di Mandalika ini, termasuk penyelenggara dan tuan rumah Indonesia, mempertaruhkan reputasinya di mata dunia dalam gelaran MotoGP tahun ini. Bersyukur langkah spiritual ini berhasil setelah langkah rasional modifikasi cuaca dengan penebaran berton-ton garam di awan, gagal menahan hujan.
Terakhir kali saya menyaksikan "pawang hujan" menghentikan hujan di sekitar tahun 2003 silam. Pawang hujannya adalah seorang Romo Katolik, bapa rohani saya yang saya kenali sungguh hidup spiritual dan kesalehannya. Dengan doanya yang sederhana layaknya bicara dengan Sang Pemilik Semesta, hujan jelang aksi panggilan seminaris tahun itu berhasil dihalau dalam hitungan menit.
Beberapa tahun sebelumnya, di tengah panen padi, seorang ibu dari pekerja panen yang duduk bersila di tengah jerami berhasil melakukan hal yang sama. Dengan doa sesuai keyakinannya.
Kali ini dahsyat karena seorang wanita Indonesia, membuka mata pengagung rasionalitas yang sering kali juga irasional. Bahwa tak semua dapat dijangkau logika. Ingat pesan Agnes Monica, cinta saja kadang-kadang tak ada logika.
Kita perlu berterima kasih pada mbak Rara, selain pada Presiden Jokowi dan jajaran serta penyelenggara yang membuat MotoGP di Mandalika bisa digelar. Sukses pula membuat banyak kita bangga sebagai sebuah bangsa, meski ya tentu saja ada yang tetap tidak suka.
Soal langkah pawang hujan yang banyak dicibir, baiklah kita merenung. Ingat, jauh sebelum modernisasi membuat kita menolak kegaiban semesta raya, nusantara telah kaya dengan pencapaian yang sulit dicapai dengan rasionalitas barat. Coba tanyakan bagaimana rasionalitas barat mengungkap teknologi dan arsitektur candi-candi Indonesia hingga berbagai temuan ajaib lainnya di dunia yang sulit dipahami.
Dalam era kekinian pun, irasionalitas model pawang hujan yang sejatinya mengandalkan kedekatan dengan Sang Ilahi, bisa ditemukan. Coba lihat praktiknya dalam kehidupan dan doa-doa umat beragama.
Klenik hanya persepsimu terhadap mereka yang berbeda denganmu. Pada akhirnya, siapa yang bisa merengkuh Sang Ilahi, tak peduli agamanya, ia memiliki kekuatan mengubah persepsi soal hukum semesta.
Rara jadi bukti Tuhan itu tidak rasis dan diskriminatif dengan hanya hadir pada satu kelompok agama. Ia hadir melalui tiap pribadi yang beriman kepada-Nya, apapun sarana agamanya. Bisa tanya pada orang Kristen, apakah mereka ingat sebuah pesan Yesus, yang sejatinya tak pernah menyebarkan agama melainkan melulu ajaran kasih:
"Jika kamu memiliki iman sebesar biji sesawi, kamu dapat memindahkan gunung" (Matius 17:20).