Anda boleh setuju atau tidak setuju. Tapi kalau boleh tahu, berapa banyak anda mengenal teman-teman dari etnis Papua?
Saya tak mengenal banyak. Tapi sebanyak yang saya kenal, belum pernah ada satu pun yang sepenuhnya merasa menjadi Indonesia. Seakan mereka hidup menjadi Indonesia, tapi di sisi lain tak menolak kemerdekaan bagi Papua. Mereka mendua akibat sejarah turun temurun antara yang diajarkan di sekolah berbeda dengan di rumah.
Ini tentu saja bukan problem sederhana. Apalagi ditambah banyak orang rasis yang memandang orang Papua lebij rendah dari mereka, membuat pembauran kurang berjalan semulus yang dibayangkan. Dan ini tercermin dengan baik beberapa saat lalu di salah satu kota plural di pulau Jawa. Mahasiswa asal Papua terkesan mengalami diskriminasi sosial saat mencari tempat tinggal. Kejadian ini bukan di Sumatera atau kota luar Jawa lainnya.
Jadi mari mendukung upaya baik pemerintah untuk Papua sekaligus mengkritisi kalau kebijakan itu menambah problem baru. Pendekatan lebih baik dan dialogis pantas diberikan untuk Papua dalam waktu yang panjang. Sebagai seorang nasionalis, kita pantas mempertahankan Papua sebagai saudara dengan cara seorang saudara. Bukan dengan cara saling menyandera. Sebagai seorang humanis, saya percaya tak ada cinta sepihak yang bisa memaksakan hubungan baik dua pihak.
Semoga segera damailah Tanah Papua dan para elit mulai bekerja mewujudkannya. Kasihan aparat maupun pejuang perang yang saya yakin sebenarnya lebih memilih damai ketimbang melaga nyawa. Damailah tanah Papua dan kami menunggu saluran pesan positif yang menyatukan keduanya. Kapan lagi kita menonton film inspiratif model Denias, Senandung di atas awan?
Wa ... wa ... wa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H