[caption caption="Siti, terpaksa menjadi buas karena tuntutan situasi dan rangkaian masalah yang dihadapinya. Foto: The Jakarta Post"][/caption]
Pekan ini saya menyempatkan diri nonton dua film di bioskop, satu garapan Hollywood, The Revenant, satunya lagi produksi asli ibu pertiwi, SITI, pemenang anugerah sinema terbaik FFI 2015.
Entah kebetulan atau tidak, bertahan hidup menjadi benang merah yang mengikat dua film tersebut.
Ketika memelototi The Revenant, adegan yang paling menyita perhatian tentu adalah saat Hugh Glass (Leonardo Di Caprio) diantarkan seekor beruang menuju gerbang kematian.
Di mata si beruang, Glass ibarat mainan. Glass begitu mudahnya diombang-ambing, dicabik-cabik, dan diremukkan tulang belulangnya.
“On est tous des sauvages.” atau bila diartikan “Kita semua adalah mahluk buas.”
Kalimat tersebut muncul dalam salah satu skena di The Revenant, tepatnya tertera pada papan di mana orang Pawnee (Indian) tergantung mati.
Ya. Ternyata kita adalah mahluk buas. Glass memang nyaris mati diserang beruang. Tapi ia “hanya” sekarat dan berada di ambang gerbang kematian. Sebaliknya, si beruang yang terlihat buas dan dominan justru benar-benar diantarkan Glass menuju alam baka.
Glass yang sekarat dan sudah dikubur hidup-hidup oleh koleganya, John Fitzgerald, secara ajaib mampu terus bertahan dari hawa dingin menusuk tulang. Pada akhirnya, Glass bahkan menuntaskan misi balas dendam kepada Fitzgerald, yang telah mengambil nyawa anaknya.
[caption caption="Hugh Glass, kala menerima serangan mematikan dari seekor beruang. Foto: thewrap.com"]
Dalam proses menuju balas dendam itu, Glass sempat menyantap jeroan mentah hewan untuk mengenyangkan perut kosongnya dan bersembunyi di perut kuda demi menghindar dari teror badai salju tak bersahabat.