Mohon tunggu...
Selvyana Nandini
Selvyana Nandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta/Fakultas Syariah/HKI

Saya adalah pribadi yang suka mencoba hal hal baru serta menarik untuk dicoba🤩

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pencatatan Perkawinan di Indonesia

21 Februari 2024   21:59 Diperbarui: 21 Februari 2024   22:52 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

📌 1. Analisis pencatatan perkawinan di Indonesia

Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia adalah cerminan dari dinamika sosial, hukum, dan budaya yang telah berkembang dan beradaptasi sepanjang waktu. Dari periode pra-kolonial, pernikahan di Indonesia umumnya dilakukan sesuai dengan adat istiadat setempat dan tidak selalu dicatat secara formal. Pernikahan lebih banyak dianggap sebagai perjanjian sosial dan religius antara dua individu serta keluarga mereka, dengan penekanan kuat pada persetujuan dan ritual adat.

Ketika Indonesia berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda, sistem pencatatan sipil diperkenalkan sebagai bagian dari upaya pemerintah kolonial untuk mengatur dan mengontrol aspek kehidupan masyarakat, termasuk perkawinan. Namun, sistem ini lebih banyak diterapkan kepada penduduk Eropa dan sebagian komunitas lokal yang beragama Kristen, sementara mayoritas penduduk pribumi yang beragama Islam dan menganut kepercayaan lokal tetap melakukan pernikahan sesuai dengan tradisi mereka tanpa pencatatan formal oleh pemerintah kolonial.

Pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, terjadi upaya untuk menyatukan berbagai sistem hukum dan administratif yang ada, termasuk dalam hal pencatatan perkawinan. Upaya ini menghasilkan dikeluarkannya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia. UU ini tidak hanya menetapkan aturan hukum yang mengatur pernikahan, tetapi juga mewajibkan pencatatan perkawinan bagi seluruh warga negara, terlepas dari agama atau kepercayaan mereka. Hal ini menandai langkah besar dalam upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pasangan suami istri dan anak-anak mereka, serta untuk memastikan hak-hak sipil dan sosial mereka diakui secara legal.

Sejak itu, sistem pencatatan perkawinan terus berkembang. Reformasi di bidang hukum dan administrasi perkawinan terus berlangsung, termasuk pengenalan teknologi digital dalam proses pencatatan untuk meningkatkan akses dan efisiensi. Isu-isu seperti pencegahan pernikahan dini dan perlindungan hak-hak perempuan juga menjadi perhatian dalam pembaharuan kebijakan dan hukum perkawinan.

Secara keseluruhan, sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia mencerminkan upaya berkelanjutan untuk mengimbangi tradisi dan modernitas, menegakkan hak-hak individu sambil mempertahankan nilai-nilai sosial dan budaya, serta mengadaptasi praktek administratif dalam masyarakat yang terus berubah.

📌 2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Tujuan pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan, sehingga memberikan kekuatan bukti autentik tentang telah terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukum.

📌 3. Pencatatan perkawinan memiliki beragam makna dan implikasi yang melibatkan aspek filosofis, sosiologis, religius, dan yuridis. Dari segi filosofis, pencatatan perkawinan mencerminkan ide tentang kontrak sosial antara dua individu yang memilih untuk bersatu secara legal. Filosofi ini menekankan komitmen, tanggung jawab, dan harmoni dalam kehidupan berkeluarga.

Dari perspektif sosiologis, pencatatan perkawinan adalah instrumen penting dalam membentuk struktur sosial. Ini membantu dalam identifikasi dan klasifikasi keluarga, memperkuat jaringan sosial, dan menciptakan dasar untuk masyarakat yang stabil. Pencatatan perkawinan juga memainkan peran dalam menciptakan norma dan nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat.

Aspek religius dalam pencatatan perkawinan menunjukkan adanya pengakuan dan persetujuan agama terhadap ikatan suci antara pasangan. Proses ini tidak hanya menjadi tuntutan hukum, tetapi juga ekspresi dari kepatuhan terhadap ajaran agama yang diyakini oleh pasangan yang bersangkutan.

Dari segi yuridis, pencatatan perkawinan memberikan dasar hukum yang mengatur hak dan kewajiban pasangan. Ini mencakup aspek-aspek seperti hak waris, perlindungan hukum bagi anak, dan kewajiban finansial antara suami istri. Pencatatan perkawinan juga menjadi referensi penting dalam penyelesaian konflik hukum yang mungkin muncul selama pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun