Pada tulisan sebelumnya, penulis membahas tentang presidential threshold dan  kali ini akan membahas Parliamentary Threshold. Sistem ini tidak jauh berbeda dengan presidential threshold, yang membadakan adalah target ambang batas ini ditujukan untuk siapa. dalam sistem parliamentary threshold secara kasarnya adalah angka yang diharuskan partai politik dalam mendulang suara dalam pemilu legislatif harus cukup agar bisa menduduki kursi parlemen.Â
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa parliamentary threshold adalah ambang batas perolehan suara minimal untuk suatu Partai Politik agar dapat melaju ke parlemen. Sedangkan presidential threshold adalah peraturan ambang batas untuk mengusung pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Pengusung dalam hal ini adalah partai politik yang memiliki kursi di parlemen minimal 20 persen. Persentase kursi Partai yang ada di parlemen merupakan dasar penentu untuk mengusung presiden dan wakilnya. Dapat disimpulkan bahwa parliamentary threshold dan presidential threshold saling berhubungan erat.
Partai-partai yang baru dibuat harus bisa bersaing dengan partai besar dan mendulang suara agar bisa memenuhi regulasi Parliamentary Threshold yang berada pada 4% suara nasional. hal ini tercantum dalam Pasal 414 UU No 7 Tahun 2017, yang berbunyi: "Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR". Jika suatu partai politik ingin masuk dan memiliki bangku perwakilan parlemen di senayan, maka partai tersebut harus mendulang suara minimal 4% secara nasional dalam pemilu legislatif yang diselenggarakan.Â
Regulasi ini diterapkan di indonesia sebagai cara untuk meminimalkan jumlah keberadaan partai politik di parlemen dan membuat tidak semua partai politik bisa menduduki kursi parlemen. Setiap kali regulasi ini dibuat, terus meningkat juga syarat jumlah suara yang harus di dulang partai politik. Sebelumnya 2,5% pada tahun 2008, menjadi 3,5% pada tahun 2012 dan terakhir pada tahun 2019 menjadi 4%. Pada Pasal 209 dipertegas ayat (1) bahwa: "Parpol peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di setiap dapil."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI