Mohon tunggu...
Dita Selvina
Dita Selvina Mohon Tunggu... -

Dreaming, fighting, and make it REAL

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Akhir Tahun Seonggok Hati

30 Desember 2012   08:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:48 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penetralisiran Hati

Seongggok hati yang melekat pada raga manusia tidak hanya sekedar organ pelengkap dari struktur kehidupan. Selain sebagai penawar racun ia juga mempunyai sisi abstrak yang tidak bisa dilihat kinerjanya secara ilmiah. Karena kerja seonggok daging ini memiliki sisi mysteri yang khas yang tidak bisa dibaca oleh teknologi canggih sekalipun. Namun kinerjanya dapat kita rasakan dengan jelas, tanpa menggunakan lima dari panca indra yang dimiliki oleh setiap manusia. Ya, ia dapat dilihat bahkan dimengerti oleh seberkas rasa yang datangnya juga dari sana. Dari hati.

Rasa yang tercipta dari seonggok daging yang berperan dalam detoksifikasi ini beraneka ragam, mulai dari suka, duka, dan rasa-rasa lain yang belum terdeteksi seperti rasa galau. Rasa galau ini sendiri sudah tidak asing lagi bagi para pemilik hati. Rasa ini datang dan pergi semaunya, tidak dapat dicegah pun tidak dapat diterima dengan mudah. Bagaimana mungkin jiwa ini bisa dengan tenangnya menerima dengan mudah ketika rasa galau ini tengah singgah. Ya inilah salah satu dari kinerja hati yang senantiasa menyertai hari-hari kita.

Lalu apa yang terjadi ketika perasaan yang bapuk itu menggerogoti waktu yang terus berjalan di kehidupan kita? bisa saja kegelisahan terus menghantui dan mendominasi setiap ruang yang ada di dalam hati. Mengapa ini bisa terjadi? bukankah dulu kita tidak seperti ini? bukankah ketenanganlah yang seantiasa bersama menghabiskan waktu disetiap detik di hari kita? simpel saja, hati ini telah terkontaminasi. Ya, ruang yang ada di dalam hati kita pernah terbuka dan terisi oleh hati lain yang pernah menjadi pelengkap kerja hati di hari-hari sebelumnya. Dan, kini partner hati itu sudah tidak ada lagi, ruang yang dulu tersedia kini telah kosong dan meninggalkan jejak bernama kenangan.

Kenangan yang tengah menempati ruang di hati ini akan menjadi virus ganas penyebab rasa abstrak, yaitu galau. Dengan terpeliharanya sebuah kenangan di dalam ruang yang kini tak berpenghuni itu akan merajalela memproduksi beraneka macam rasa yang terlahir di dalam hati. Salah satunya ialah rasa benci. Rasa benci ini pun akan melahirkan cucu yang bernama derita. Mengerikan sekali, bukan? ketika kegalauan yang ada di dalam hati berujung benci. Dan disetiap kebencian yang terus tumbuh ada derita yang kian mengikuti disetiap langkah pertumbuhan rasa yang abstrak itu.

Misalnya dalam suatu kasus, seseorang yang terjangkit virus kenangan sang mantan yang terus menghantui harinya. Ia membenci rasa galau yang terus menemaninya, ia membenci setiap hal yang berhubungan dengan masa lalunya, ia juga membenci kenangan yang terus menghampiri di setiap malam dalam tidurnya. Tanpa ia sadari ia tengah hidup dalam sebuah ranah penderitaan. Kasihan sekali, bukan? Lalu apa yang harus dilakukan ketika kita berada dalam situasi seperti itu? tentu saja mencari solusi. Karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

Berbicara mengenai solusi sebuah hati, mari kita berjalan-jalan mengitari ruang hati itu, dengan berandai-andai bahwa kita tidak pernah berpapasan dengan sosok yang pernah menjadi partner hati kita. Ketika kita terjebak dalam situasi seperti kasus diatas, mari kita melihat celah di setiap sudut masalah yang tengah menghujam. kita cari pintu keluar dimana posisi kita sebelum berada di tempat yang menyesatkan itu. Sudah ketemu? mari kita berdiam sejenak di sana, rasakan seolah tempat itu tempat terakhir yang pernah kita hampiri. Tentu saja tempat yang kelam itu belum pernah ada. Nah, dengan demikian hal yang harus dilakaukan ialah membangun kemauan untuk pindah dari tempat yang mencekam itu. Bangkit dan menata ruang baru untuk kehidupan yang tetu juga baru. Ketika kemauan pada diri ini berdiri kokoh, hal berikutnya yang harus dilakukan ialah melangkah, bila peru berlari untuk pindah ke tempat baru, dan menata kehidupan yang baru.

Ketika posisi kita sudah berpindah tempat, rasakan dan nikmatilah saat- saat diri ini menikmati indahnya hidup dengan tidak adanya kebencian yang menemani, karena tidak ada kesucian di setiap kebencian. Kita sudah bisa menerima siapa saja kerabat atau teman yang dekat dengan kita, tanpa memilah apakah ia ada hubungannya dengan masa lalu atau tidak. Kita bisa lebih berani lagi melangkah ke tempat-tempat baru tanpa momok yang menghantui akan pahitnya kenanagan yang pernah ada. Netralkan hati dan tatalah ruang baru di dalam hati ini. Dengan demikian hidup ini akan berjalan dengan penuh kebahagiaan, Insyaallah J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun