Mohon tunggu...
Selvi Dwi Septiarini
Selvi Dwi Septiarini Mohon Tunggu... Freelancer - -

Menulis bukan hanya pekerjaan, melainkan kesempatan untuk mengasah cara berfikir dan menuangkannya ke dalam sebuah artiel yang relevan dan mudah dipahami publik. Setiap artikel adalah refleksi dedikasi saya untuk menyajikan informasi dengan cara yang informatif dan menarik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penanganan Bullying, Antara Efek Jera atau Penegakan Hukum Tanpa Kompromi?

5 September 2024   22:44 Diperbarui: 6 September 2024   22:25 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena Perundungan di Sekolah. (Bobo.id)

Dunia pendidikan kian kelam dalam bayang-bayang perundungan yang semakin memprihatinkan. Ironi tragis ini senantiasa mencabik akal sehat kita. Bagaimana mungkin sekolah yang seharusnya menjadi benteng ilmu dan dan nilai kemanusiaan ditanamkan, kini berubah menjadi panggung kekerasan yang dilakukan sesama siswa? 

Kita tak bisa terus berlindung di balik dalih usang,"Namanya juga anak-anak." Keberlanjutan fenomena ini menegaskan bahwa ada yang salah dalam sistem kita, mulai dari pengawasan yang lalai, hingga ketidakpedulian yang mengakar kuat di berbagai lapisan. Kita tidak lagi berada di era diam adalah emas, melainkan diam adalah cara untuk memupuk pengkhianatan terhadap masa depan anak bangsa. 

Statistika Kasus Perudungan di Indonesia. (Sekolah Murid Merdeka)
Statistika Kasus Perudungan di Indonesia. (Sekolah Murid Merdeka)

Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, statistik kasus perundungan terus melambung, menjadi saksi bisu dari kegagalan kita bersama dalam menangani masalah secara tuntas. Pertanyaannya, adakah penanganan yang benar-benar efektif dilakukan di lapangan, ataukah semua upaya hanya sebatas slogan dan pamflet yang ditempel di mading sebagai hiasan belaka? Dimana efektivitas langkah-langkah preventif yang dijanjikan, jika pelaku perundungan masih bisa melenggang tanpa rasa takut?

Mari kita lihat realitasnya. Sering kali, hukuman yang diberikan tidak lebih dari sekadar peringatan ringan atau hanya pemindahan sekolah. Apakah ini cukup memberikan efek jera? Nampaknya tidak. Lihatlah bagaimana mereka yang merasa memiliki kekuasaan terus melakukan tindakan perundungan tanpa gentar. Sementara korban tetap terjebak dalam trauma yang mungkin tak akan pernah pudar dari ingatannya.

Suara netizen yang menggema dengan tuntutan untuk memenjarakan pelaku bullying tanpa belas kasih dan pandang bulu. Mencerminkan keputusasaan masyarakat yang menyaksikan, sepertinya selama ini hukum lebih melindungi pelaku daripada korban. Jika hukum saat ini terlalu melindungi para pelaku dengan dalih usia yang masih muda, maka pertanyaannya bagaimana dengan korban?

Mungkin, sudah saatnya kita memikirkan sanksi yang lebih tegas dan benar-benar menimbulkan efek jera bagi para pelaku perundungan. Sebagai contoh, penerapan hukuman yang lebih berat, seperti masa rehabilitasi wajib di lembaga pendidikan khusus yang menggunakan pendekatan rehabilitasi mental secara disiplin, bisa menjadi opsi. Sanksi sosial yang nyata, seperti kewajiban untuk melakukan layanan masyarakat, juga dapat diterapkan untuk memastikan bahwa para pelaku benar-benar merasakan dampak dari tindakan yang telah diperbuat.

Di beberapa negara, catatan perundungan yang buruk dapat mempengaruhi masa depan pendidikan dan karier pelaku. Pendekatan semacam ini dapat diterapkan di Indonesia, setiap perilaku bully akan tercatat dalam arsip sekolah/catatan akademis yang mampu memengaruhi akses ke tingkat pendidikan selanjutnya, bisa menjadi langkah yang efektif. Selain itu, pelaku bisa diwajibkan mengikuti program pendidikan karakter secara intensif di bawah pengawasan ketat hingga menunjukkan perubahan nyata dalam sikap bagi para pelaku.

Upaya pemberantasan setengah hati tidak akan cukup, melainkan perlunya perubahan nyata dan keberanian untuk menegakkan keadilan bagi para korban, sekaligus memberikan pelajaran yang tak akan dilupakan oleh para pelaku. Namun, mari kita ingat ini bukan sekadar soal menghukum. Lebih dari itu kasus yang tak pernah padam ini merupakan panggilan untuk membangun ulang fondasi moral bangsa serta menanamkan nilai saling menghargai di setiap jiwa muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun