“Sesungguhnya di balik monitor gadget kita, ada dunia yang dihuni oleh orang-orang berkompeten”
Kalimat tersebut hasil perenungan saya tatkala mengikuti The 1st summit of ICT-HRD (Information and communication technology – Human resource development) sosialisasi kebijakan SKKNI (Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia) khususnya kebijakan untuk sumber daya manusia bidang ICT oleh Kemenkominfo RI, selama 3 hari (8-10 Juli 2012) di The Rich Jogja Hotel Yogyakarta.
Acara ini mempertemukan para pemangku kepentingan (pemerintah, akademisi, industri ICT) untuk tujuan pertukaran pemikiran, gagasan dan pengalaman dalam pengembangan SDM ICT. Ada dari perwakilan akademisi, kemenakertrans, kominfo pemda, media, APJI (Asosiasi pemelihara jasa internet), forum desain grafis Indonesia dan lainnya dalam industri ICT.
Dari pertemuan ini, banyak sharing pengalaman yang mengungkap betapa kompleksnya masalah ICT dibalik flatnya layar monitor gadget kita. Dari perspektif pemerintah yang menjadi masalah adalah kendala anggaran, dan konflik dalam proses asosiasi kompetensi. Lain halnya dengan akademisi, yang memang belum tersertifikasi kompetensi ICT, sehingga ketika Kemenkominfo mengirim 30 orang ke Inggris untuk ujian sertifikasi IT Security, semuanya tidak lulus. Padahal biaya perorangnya 300$, dan guyonan pun terceletuk “gimana mau lulus, dosennya saja belum tersertifikasi”. Hehee…
Sementara dari dunia industry ICT, permasalahannya adalah SDM yang kurang terbukti kompetensinya. Mereka mengaku banyak telecommunication specialist, infrastructure specialist, application specialist dan system integrator specialist di Indonesia ini yang belum memiliki sertifikat kompetensi layaknya kebanyakan specialist luar yang telah memiliki CCDP, CCIE, vm ware, redhat, oracle, SAP, Microsoft certified professional. Indonesia hanya sekedar pendidikan non-formal yang keahliannya pun terentang waktu.
Bahkan ada kritik dari forum desain grafis, bahwa dunia animasi yang dianak emaskan oleh Kominfo karena sudah diberi anggaran paling besar agar pesat berkembang namun masih terkendala oleh tarik ulur politik kepentingan pemerintah yang berwenang bahkan pemerintah juga setengah hati ketika memberikan infrastructure pelayanan dalam pengembangan SDM di bidang ICT. yah… begitulah, forum ini riuh rendah seperti jeruk makan jeruk.
Dari masalah-masalah jeruk makan jeruk tersebut, standar kompetensi kerja para pegiat ICT dirumuskan sebagai pedoman mengenai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki seorang pelaku profesi bidang ICT ketika melakukan pekerjaannya. Keterampilan dimaksud seperti keterampilan melaksanakan pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengantisipasi kemungkinan, mengelola lingkungan dan beradaptasi. Masih abstrak? Yak, tentu masih abstrak, belum ada parameter yang pas dalam rumusan kebijakan ini, dari sisi kebijakan, saya melihat SKKNI untuk ICT ini belum implementatif, jadi jangan heran jika output dan outcome masih ngawang-ngawang. Jangan heran jika ahli-ahli ICT belum dipatenkan keahliannya karena tak semua bidangnya memiliki standarsasi kompetensi.
Di Indonesia, yang sudah terstandarisasi di kominfo hanya 8 bidang yakni teknisi telekomunikasi satelit, multimedia, programmer computer, keamanan informasi, jaringan computer dan sistem administrasi, computer technical support, operator computer dan kehumasan. Namun, sayang sekali profesi-profesi itu belum terremunerasi sehingga ‘harga’ SDM antar pulau di Indonesia berbeda-beda. Sempat juga di share di forum bahwa vendors global lebih memilih SDM ICT dari Yogyakarta karena lebih murah ketimbang dari Jakarta atau Bandung.
Jadi, bagi pegiat-pegiat ICT selamat berjuang dalam uji standar kompetensi untuk sertifikasi dan semoga diikuti dengan kebijakan remunerasi seperti di Singapore, pemerintahnya telah memberi reimburse pada orang ICT tersertifikasi.
Selamat Malam.... :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H