Mohon tunggu...
Selvi Diana Meilinda
Selvi Diana Meilinda Mohon Tunggu... Administrasi - Policy Analist

Suka dengan urusan kebijakan publik, politik, sosbud, dan dapur. Berkicau di @Malikahilmi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyoal Tes AcEPT Ala UGM

29 September 2011   04:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:31 9303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_133921" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar: http://hattainspiration.blogspot.com"][/caption]

Pada umumnya, penilaian kemampuan bahasa inggris mahasiswa diukur dengan tes TOEFL. Namun, mulai Januari 2011 kemarin, UGM menerapkan sistem penilaian kemampuan bahasa inggris mahasiswa khususnya pascasarjana melalui tes AcEPT. AcEPT merupakan kependekan dari Academic English Proficiency Test. Tes ini diperuntukkan untuk mahasiswa agar mampu dan terbiasa membaca jurnal-jurnal ilmiah sekelas SAGE atau yang lainya serta buku-buku akademik berbahasa inggris lainnya. TOEFLmemiliki kisaran skor310-677. sementaraAcEPTmemiliki range61-426. Sebagai syarat masuk atau keluar dari S2, score AcEPT haruslah 210 (konversi ke 450 ukuran skor TOEFL), sementara S3 haruslah 250 (konversi ke 500).

Jadi, mau masuk pascasarjana (S2, Spesialisasi, S3) UGM ataupun keluar, salah satunya musti lolos yang namanya tes AcEPT. Tidak ada pengampunan maupun surat grasi dalam tes ini, tak peduli apakah sudah 10 kali atau 20 kali lebih mengikuti tes jika belum mencapai skor 210 ya silahkan coba terus dan belum bisa wisuda. Wow… nasib! Lantas, Apa bedanya dengan TOEFL? Bagaimana tingkat kesulitannya? Yuuk, mari kita berbagi.

[caption id="attachment_133924" align="aligncenter" width="500" caption="sebelum tes dimulai"][/caption]

Rabu siang (28/9) pukul 12.30 saya menuju Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, sesuai kartu ujian, lokasi tes saya adalah di auditorium FIB lantai 3. Dengan harap-harap cemas saya menaiki tangga, ternyata di lobi auditorium sudah ramai orang mengerumuni sebuah papan pengumuman berisi nomer kursi peserta tes. Setelah mengetahui bahwa nomer kursi saya 135, kemudian masuk ke ruang auditorium yang mampu memuat sekitar 200an peserta. Wah, sudah ramai! Ada yang sibuk membaca-baca contoh soal, ada yang membuka-buka buku grammar, ada yang sibuk meraut pensil, ada yang bolak balik mencari kursi, dan ada pula yang hanya memperhatikan situasi, seperti saya. Hehe…

Ohya sebelum tes dimulai, saya cerita dulu ya bagaimana cara mendaftar tes AcEPT ini. Tes ini hanya diadakan oleh Direktorat Administrasi Akademik (DAA) sebulan 2 kali, perdua minggu. Jeda 2 minggu itu biasanya jadwal pendaftaran dan pengumuman skor tes sebelumnya. Tapi ternyata walaupun waktunya pendaftarannya selama 5 hari, dalam waktu sehari kuota 450 peserta sudah penuh, otomatis peserta berikutnya menunggu jatah pendaftaran 2 minggu kemudian. Daftarnya tak perlu in line di DAA, cukup ke BNI dengan membayar biaya tes sebesar 125ribu (per sekali tes) bisa dibayangkan sendiri bukan jika kita harus ikut tes 10kali lebih. Setelah mendapat slip pembayaran, silahkan membuka http://um4.ugm.ac.id/ujianpascasarjana disana kita harus login dengan login dan password yang tertera di slip pembayaran dari BNI tadi. Setelah mendaftar, jangan mencetak kartu ujian dulu jika lokasi tes belum ditentukan. Lokasi tes dapat kita ketahui 2 hari menjelang tes, biasanya di auditorium FIB, Kehutanan, atau di sekolah pascasarjana (gedung lengkung).

Kembali ke auditorium FIB, pukul 13.00 wib tes dimulai. 10 orang pengawas sebelumnya telah mengedarkan presensi dan lembar jawaban. Dipandu oleh seorang instruktur, kami dipandu mengisi identitas pada lembar jawaban. Lalu buku soal dibagikan, dan kami belum dibolehkan membuka buku soal karena masih sibuk menghitamkan bulatan identitas di lembar jawaban. Beberapa menit kemudian, kami dipersilahkan membuka buku soal secara cepat, yaah.. ngecek ada kecacatan atau tidak pada buku soal setebal 30 lembar bolak balik ukuran kertas A4. Ajiibbb….!

[caption id="attachment_133925" align="aligncenter" width="500" caption="peserta tes menghitamkan identitas, sebelum semua HP disuruh non-aktif oleh instruktur"][/caption]

Oalah… ternyata soalnya tuh ada 170 yang terdiri dari listening 20 soal, vocabulary 30 soal, grammar dan structure 40 soal, reading 40 soal dan composing skill 40 soal. Kalau toefl umumnyakan hanya 140 soal (listening 50, structure 40, reading 50). Bagaimana sensasi soal 170 itu? Hehe… menurutku sih secara tingkat kesukarannya dibawah TOEFL akan tetapi, listening dalam tes AcEPT itu yang membuat kacau balau setidaknya bagiku. Lho kok bisa?

Tentu bisa, kalau TOEFL kita biasa mendengarkan suara percakapan dari bule-bule secara fasih baik genre UK atau US, enak dan jelas didengar. Lagi pula sudah paham perintahnya untuk tiap bagian dan jeda waktu agak longgar untuk melihat-lihat opsi jawaban serta menghitamkan jawaban. Sementara AcEPT, Soal listening dibacakan oleh orang Indonesia yang seperti dibuat-buat fasihnya, opsi jawaban juga panjang-panjang, jeda waktu singkat. Di TOEFL biasanya dari membaca-baca opsi jawaban kita sudah bisa menembak apa soal dan inti pembicaraannya, kalau di AcEPT sama sekali tidak! Masih menghitamkan jawaban, percakapan berikutnya sudah bacakan, mana kurang jelas juga pengucapannya karena seperti dibuat-buat fasihnya, alhasil dalam waktu bersamaan, tangan menghitamkan jawaban, telinga mendengarkan, sementara mata membaca opsi jawaban soal yang tengah dibacakan. Hiuuff… yang masih muda aja keteteran, apalagi yang bapak-bapak atau ibu-ibu yang mungkin pendengarannya sudah berkurang, mata tak awas lagi,dan sudah banyak pikiran.

Lain listening, lain pula reading dan composing skill. Untuk 5-7 soal kita bisa mencarinya dalam teks panjang-panjang, ada lebih dari 60 baris dan 6 paragraf untuk beberapa soal saja, Composing skill semacam mengurutkan penggalan-penggalan kalimat supaya menjadi kalimat yang utuh sesuai grammar yang benar, satu soal bisa satu kolom dari kertas A4. Saran saya, jangan dibaca semua dari awal sampai akhir, karena kita dikejar waktu. Baca sekilas, gunakan kecepatan mata!

Akhirnya, pukul 15.45 tes selesai. Panitia memerintahkan peserta untuk meletakkan semua alat tulis, bila ada yang masih coba-coba mengisi yang belum terisi maka dianggap curang dan bermasalah. Ribet lagi kan? Tapi, sebenarnya tak ada waktu lagi untuk mencoba menjawab, karena pengawas dengan kecepatan tinggi mengambil lembar jawaban dan buku soal kita. Wuuusss… macam angin. Hehe..

Instruktur belum membolehkan kami beranjak dari tempat duduk sebelum semua pengawas membawa lembar jawaban ke meja depan. Jadilah, itu waktu kami untuk meregangkan otot mata yang sedari tadi lompat-lompat dari buku soal ke lembar jawaban, meregangkan otot leher yang selama 2,5 jam tertunduk, meregangkan syaraf jari tangan yang hampir kaku menghitamkan lingkaran beberapa inchi itu.

ok sampai disini dulu ya kompasianer, doakan saya bisa melampaui skor yang telah di tentukan sebagai syarat untuk wisuda kelak. hehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun