Saya menulis ini sebagai respon dari tulisan seorang teman di blognya tentang Lelaki Dewasa. saya mencoba menebak bahwa dia sesungguhnya sedang mengkonstruksikan resolusi tentang masa depannya. Ya, Lelaki dewasa yang menguraikan bahwa memilih pendamping berarti menentukan masa depan bumi, tentang rumah tangga yang darinya akan lahir generasi (anak, cucu, cicit, anak cicit, cucu anak cicit dan seterusnya) ia adalah gerbang masa depan yang akan menentukan “bobot bumi” ini. Tahu kan? kalau kualitas bumi, kualitas kehidupan ditentukan oleh kualitas manusia dan mahluk yang hinggap di atasnya.
Saya sampaikan bahwa tulisannya memang baik, artinya dia mengakui peran perempuan dalam menentukan bobot bumi. Namun, diksinya mengusik saya, seolah yang menentukan masa depan bumi ini hanya Lelaki dewasa! Karena berarti jika salah memilih pendamping salah menentukan masa depan bumi, salah membobotkan bumi, ini konklusi dari premis yang dia tawarkan.
Sedikit sanggahan, saya ungkapkan bahwa dia hanya menghargai peran reproduktif dari perempuan. Ketika dia menjawab itu positif, dalam artian tidak mengangkat peran konsumtif perempuan, saya menyimpulkan dia belum mengenal perempuan (yang saya maksud).
Peran reproduktif , bahasa sederhananya adalah peran yang berhubungan erat dengan pekerjaan yang berkaitan dengan alat reproduksi yang diberi oleh Tuhan. Sebagai contoh adalah peran mengandung, melahirkan, dan menyusui anak. Artinya dia hanya mengakui peran ini untuk pendampingnya kelak. Sementara baik lelaki atau perempuan itu ada 2 peran lagi yang dijalankan, yakni productive role (peran produktif) dan social or community role (peran sosial atau komunitas).
Peran produktif menyangkut kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa untuk diperdagangkan guna memperoleh keuntungan. Misalnya peran perempuan/laki-laki sebagai pencari nafkah untuk keluarganya. Jangan tendensius dulu jika saya tuliskan perempuan sebagai pencari nafkah, karena buktinya memang banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga, tulang punggung keluarga, lalu burukkah posisi dan peran mereka? Tentu tidak jika kita memikirkan bobot bumi karena mereka juga ingin memberi makan dan menyekolahkan anak-anaknya.
Sementara, peran sosial atau komunitas itu peran yang menjadi tanggung jawab kaum perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dan sesuai dengan tuntutan atau konstruksi budaya. Perempuan itu juga makhluk sosial seperti laki-laki, ia memang madrasah pertama untuk anak-anaknya, namun bagaimana perempuan bisa meningkatkan ilmunya, jika dia kurang bersosialisasi, kurang mengaktualisasikan diri.
Selain itu, perempuan juga banyak yang memiliki kesadaran ganda. Konstruksi budaya mengharuskannya untuk bersikap lemah lembut, kemayu, menerima tanpa akses yang memadai, ya ini memang labeling orang di luar dirinya, perempuan sadar akan hal ini. Namun di lain sisi ada juga perempuan yang sadar dia tidak dalam konstruksi pemikiran orang semacam itu. Apakah buruk perempuan yang tegas itu? Apakah buruk perempuan yang tidak kemayu? Lalu apakah juga buruk perempuan yang menyampaikan ketidaksukaannya terhadap suatu hal?
Ingatlah, jika pada akhirnya perempuan hanya menjalankan peran reproduktif itu saja, lantas ketika mereka memiliki 1 anak laki-laki dan 2 perempuan, apakah hanya berhasil menyumbang satu manusia berkualitas atau satu mahluk saja yang hinggap memboboti bumi? Karena dua lagi anaknya hanya akan kembali mereproduktif saja? Tentu kita harus berpikir sistemik akan hal ini, tidak berputar dalam persoalan duluan telur atau ayam.
Salam ^
^ jeda di perpus, ketika kejenuhan merajai, maka menulis adalah panaceanya. Yk, 4-1-12.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H