Mohon tunggu...
Selvia Wati
Selvia Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, perkenalkan saya selvia wati. Disini saya akan menulis dan membagikan artikel-artikel tugas kuliah saya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat ya. terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Berhutang, Bagaimana Etika Ketika Berhutang dan Meminjamkan Hutang dalam Syariat Islam? Simak Ini Penjelasannya!

2 April 2024   16:30 Diperbarui: 2 April 2024   16:39 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hutang adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan oleh sebagian masyarakat di kehidupan modern saat ini. Hutang seringkali terjadi ketika seseorang yang sedang mengalami kesulitan dalam masalah finansial pribadi ataupun finansial keluarganya. Bahkan, seperti yang kita lihat hutang tidak saja dialami oleh orang dewasa tetapi juga dialami oleh kalangan anak muda baik di lingkungan sekolah, kampus, atau tempat kerja. Tentu banyak faktor yang menyebabkan banyak orang harus berhutang demi memenuhi urusan kehidupannya. Hal itu bisa saja terjadi dikarenakan memang kehidupan mereka yang sulit atau semata hanya ingin memenuhi keinginan yang diluar batas kemampuan mereka.

Biaya hidup yang semakin meningkat, seperti biaya perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, dapat membuat seseorang terpaksa untuk mengandalkan hutang demi memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup mereka. Kurangnya keuangan yang dimiliki seseorang  mengakibatkan banyak kasus yang terjadi. Seperti kasus yang kita lihat, ada seorang anak yang harus putus sekolah karena tidak adanya biaya pendidikan, sebuah keluarga yang harus tinggal ditepi jalan karena tidak memiliki rumah, atau seseorang yang harus menderita sakit parah karena tidak mempunyai biaya untuk kerumah sakit. Hal tersebut harusnya sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan dan menjamin kebutuhan dasarnya. Akan tetapi yang menjadi permasalahan pada Zaman sekarang adalah berhutang bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun justru digunakan untuk memenuhi hawa nafsunya, meningkatkan gaya hidup contohnya shopping, travelling, dan lain-lain. Masyarakat seringkali terpengaruh oleh budaya konsumsi untuk memiliki barang-barang atau gaya hidup tertentu agar terlihat mewah dan kaya. Tekanan ini tentunya membuat orang tersebut harus berhutang untuk memenuhi keinginan dan ekspektasi konsumsi yang tinggi. Terlihat jelas bahwa beberapa individu cenderung menghabiskan pengeluaran lebih dari yang mereka mampu dan mengabaikan prinsip pengelolaan keuangan yang baik serta bijaksana. Hal inilah yang menyebabkan sehingga banyaknya masyarakat yang terlilit hutang.

Oke, lalu bagaimana Islam memandang kebolehan dalam berhutang?

Hutang secara bahasa adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan ganti rugi dikemudian hari (Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, 2009:152).

Syariat Islam tidak melarang berhutang apalagi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya saat kondisi sulit, bahkan dianjurkan untuk saling membantu saudaranya. Berhutang itu hukumnya halal atau boleh. Syariat Islam juga mengatur bagaimana seharusnya hutang piutang dipraktikkan, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 282, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.  Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282).

Ayat diatas sudah menjelaskan tentang petunjuk cara berhutang yang benar menurut syariat Islam. Selanjutnya disini akan dijelaskan beberapa poin penting mengenai adab atau etika yang harus diperhatikan dalam bertransaksi hutang-piutang bagi orang yang berhutang dan orang yang meminjamkan hutang.

Etika bagi orang berhutang 

Islam secara detail sudah mengatur perihal orang-orang yang terlibat dalam hutang-piutang, adapun etika yang harus dimiliki bagi orang yang berhutang adalah :

  • Menghindari hutang sebisa mungkin. Hutang itu adalah beban di dunia dan pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hidup seseorang bisa menjadi kacau balau dan tak tentu arah dikarenakan hutang. Oleh karena itu alangkah baiknya kita berusaha untuk menghindarinya. Kecuali benar-benar dalam kondisi darurat dan mendesak untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makan minum, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, pengobatan, dll. Bukan untuk hal-hal yang hanya memenuhi hawa nafsu, bersenang-senang, bermewah-mewah yang sebenarnya dia tidak membutuhkannya. 
  • Memiliki niat untuk melunasi hutang. Ketika seseorang ingin berhutang maka hal pertama yang harus dipikirkan ialah niat yang kuat untuk melunasinya. Dengan niat yang kuat maka Allah akan membantu kita untuk melunasi hutang tersebut. Namun sebaliknya, jika kita tidak berniat sedikitpun untuk melunasi hutang maka Allah pun murka dan tidak akan membantu kita untuk melunasi hutang itu, sebagaimana Hadist Rasulullah : مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّاهَا اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
    Artinya : “Barangsiapa meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya niscaya Allah akanmengembalikannya untuknya. Dan barangsiapa meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya niscaya Allah akan memusnahkan dirinya (HR.Bukhari)
  • Membayar hutang tepat waktu. Seorang muslim yang berhutang harus berusaha membayar hutang tepat pada waktunya dan tidak menunda-nunda pembayarannya. Hutang adalah kewajiban yang harus dibayar. Bahkan sekecil apapun hutang tersebut jangan sampai kita memiliki niat untuk sengaja melupakan atau melunasi hutang tersebut.

Etika bagi orang yang meminjamkan hutang

Tidak hanya orang yang berhutang, Islam juga mengatur hal-hal mengenai orang yang meminjamkan hutang. Aadapun etika yang harus diperhatikan bagi orang yang meminjamkan hutang adalah : 

  • Memberi kemudahan dan keringanan kepada orang yang berhutang. Jika ia melihat orang yang berhutang tersebut belum bisa atau belum mampu melunasi hutangnya maka hendaklah kita beri ia kemudahan dan keringanan. Seperti menambah perpanjangan waktu dalam pembayaran hutang tersebut sampai ia mampu membayarnya. Jika orang berhutang tidak mungkin untuk membayar dikarenakan kondisi keuangan dan keluarganya maka yang terbaim adalah membebaskan hutangnya. Dalam satu hadist Rasulullah disebutkan bahwa seseorang yang suka membebaskan hutang maka Allah memafkannya.
  • Mengindari mengambil keuntungan/manfaat dalam hutang. Ketika kita memberi pinjaman hutang kepada orang lain, haram bagi kita untuk mensyaratkan adanya tambahan (bunga) dari pinjaman yang kita berikan dalam bentuk apapun. Karen tujuan hhutang-piutang adalah untuk membantu dan memudahkan saudara kita. Apabila dipersyaratkan maka hukumnya menurut jumhur ulama adalah haram (Al-Asqalani, 2007). Dalam satu kaidah fiqiyyah : “Setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba”.
  • Menagih hutang dengan sikap yang baik dan sopan. Seorang muslim yang meminjamkan hutang harus tetap bersikap baik dan sopan ketika menagih hutang. Dan menghindari kata-kata yang tidak baik apalagi dengan makian kasar yang bisa saja menyakiti hatinya. Rasulullah bersabda, yang artinya : “Allah merahmati orang yang mudah ketika menjual, membeli dan meminta haknya.” 

Demikianlah pembahasan tentang hutang-piutang dan etika yang harus diperhatikan bagi orang yang berhutang dan orang yang meminjamkan hutang. Setelah mengetahui dan memahami dengan baik, semoga kita senantiasa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan kita bisa lebih bijak dalam persoalan hutang. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua yang membaca😊 Terimakasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun