Mohon tunggu...
Selvia Indrayani
Selvia Indrayani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Pengajar yang rindu belajar. Hanya gemar memasak suka-suka serta membukukan karya dalam berbagai antologi. Sesekali memberi edukasi perawatan diri terutama bagi wanita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Bakcang sebagai Pelestarian Budaya Tionghoa

14 Juni 2021   19:24 Diperbarui: 14 Juni 2021   20:05 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Bakcang dirayakan setiap tanggal lima bulan lima penanggalan Cina. Senin, 14 Juni 2021 merupakan hari kelima bulan kelima penanggalan Cina, sehingga dirayakan sebagai hari bakcang. Beberapa hari sebelumnya, orang telah ramai  memesan atau melakukan persiapan membuat bakcang agar dapat menikmati makanan khas ini di hari bakcang.

Bakcang merupakan makanan khas masyarakat Tionghoa yang berbentuk seperti limas segitiga. Makanan ini memiliki 4 sudut dan dibungkus oleh daun bambu. Tentunya daun bambu yang digunakan harus panjang, lebar, dan dimasak terlebih dahulu sebelum digunakan.  

Bahan utama yang digunakan adalah ketan atau beras dan diberi isi. Ada yang berisi daging, telur, atau sayuran. Ada pula yang terbuat dari ketan, tanpa isi dan dimakan dengan gula merah, yang sering disebut kwecang.

Bentuk bakcang yang mengerucut dengan empat sudut memiliki makna filosifis dari keempat sudutnya. Sudut pertama berati zhi zu yang memiliki makna tentang rasa cukup dan tidak boleh serakah dengan apa yang dimiliki. Sudut kedua adalah gan en atau bersyukur yang memiliki makna bahwa orang wajib bersyukur dengan apa yang dimiliki dan tidak boleh iri. Sudut ketiga berarti shan jie atau pikiran positif. Artinya, orang harus menilai sesamanya dengan pikiran positif. Sudut keempat adalah bao rong yang berarti merangkul. Hal ini bermaksud manusia mampu mengasihi sesamanya.

 Dari keempat sudut bakcang, ternyata juga memiliki makna lain yang merupakan harapan, yaitu:

1. Harapan suami istri hendaknya saling rukun dan tidak bertengkar

2.  Harapan yang baik agar keluarga dalam keadaan damai sejahtera dan sehat selalu

3. Harapan akan datangnya rezeki yang selalu mengalir dan melimpah

4. Harapan akan usaha atau karier yang dijalankan makin sukses. 

Sejarah Hari Bakcang

Berdasarkan cerita, hari Bakcang sebenarnya bermula pada zaman Dinasti Zhou. Pada zaman itu ada seorang penyair yang bernama Qu Yuan yang sangat memerhatikan kesejahteraan rakyat. Rakyat pun sangat peduli padanya.

Suatu hari, Qu Yuan difitnah dan dibuang ke pengasingan setelah menteri korup lainnya meyakinkan raja agar percaya terhadap tuduhan palsu yang menimpa Qu Yuan. Pada tahun 278 SM, Qu Yuan mendengar bahwa pasukan Qin menyerbu Ying (ibukota Chu), ia menulis puisi Ratapan untuk Ying. Ia merasa putus asa dengan penderitaan rakyat lalu ia menenggelamkan diri di Sungai Miluo.

Mendengar peristiwa tersebut, rakyat berusaha mencari jenazah Qu Yuan di sungai Miluo. Mereka menggunakan perahu dayung sambil  membunyikan drum dan melemparkan beras yang dibungkus ke dalam sungai. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengalihkan perhatian makhluk yang berada di air dan akan makan jenazah Qu Yuan. 

Perayaan hari bakcang berbeda-beda pada tiap daerah. Ada yang menggelar festival bakcang, ada yang menggelar lomba membungkus bakcang, dan masih banyak lagi.  Akan tetapi, setidaknya ada satu kesamaan, yaitu menikmati bakcang bersama keluarga di hari bakcang. Beberapa tradisi yang ada di saat hari bakcang antara lain:

1. Mendirikan telur pada pukul 12 siang

Mendirikan Telur pada bagian ujungnya
Mendirikan Telur pada bagian ujungnya

Menurut cerita dari para orang tua zaman dahulu, dalam satu tahun hanya ada satu hari telur dapat bediri, yaitu pada saat hari bakcang dan tepat pukul 12 siang. Tepat pukul 12 siang, cahaya matahari sedang terpancar kuat dan panas. Telur yang akan diberdirikan tidak boleh dicuci, direbus, atau diletakkan di kulkas. 

Dalam kepercayaan Tionghoa, orang yang berhasil mendirikan telur akan mendapatkan berkah dari langit. Tak heran jika pada hari bakcang banyak orang mencoba mendirikan telur pada pukul 12 siang.

2. Sembahyang Bakcang

Sembahyang bakcang-merahputih.com
Sembahyang bakcang-merahputih.com
Di beberapa keluarga Tionghoa yang masih memegang tradisi, ada acara sembahyang bakcang. Sebuah meja altar diisi dengan bakcang untuk dipersembahkan kepada para leluluh. Setelah sembahyang selesai, bakcang ini dapat dinikmati oleh anggota keluarga. 

3.  Lomba  perahu naga

Lomba perahu naga-https://student-activity.binus.ac.id/
Lomba perahu naga-https://student-activity.binus.ac.id/
Lomba perahu naga yang dilakukan di Tiongkok menggunakan perahu sangat panjang, sempit, dan digerakan oleh tenaga manusia. Perahu biasanya dihias dengan kepala dan ekor naga. Peserta diharuskan untuk membawa genderang besar dalam perahunya dan menato tubuhnya dengan gambar naga. 

Di Tangerang, lomba perahu naga  juga dilakukan ketika Peh Cun. Acara ini digelar di Sungai Cisadane. Sayangnya karena pandemi, lomba perahu naga tahun ini ditiadakan. 

4. Mandi tengah hari

Mandi tengah hari masyarakat Pontianak-Pontianak.Tribunnews
Mandi tengah hari masyarakat Pontianak-Pontianak.Tribunnews
Tradisi mandi tengah hari dilakukan dengan mengambil dan menyimpan air pada tengah hari ketika peristiwa Peh Cun. Air yang diambil tersebut dapat digunakan untuk mandi atau dikonsumsi setelah dimasak dan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit.

Di Pontianak, kita dapat menyaksikan warga turun ke Sungai Kapuas sekitar pukul 10.00-12.00. Mereka ada yang membawa ban untuk turun ke sungai. Ada pula yang membawa jerigen  untuk diisi air dari Sungai kapuas dan dibawa pulang.

5. Menggantungkan rumput Ai Caho dan Changpu

Indonesiataiwanacademy.com
Indonesiataiwanacademy.com
Tradisi ini diyakini dapat menolak penyakit. Peh Cun biasanya terjadi pada musim panas. Di musim inilah penyakit  seringkali bermunculan, sehingga rumah-rumah melakukan pembersihan dan menggantungkan rumput Ai dan Changpu di depan rumah untuk mengusir penyakit.

Adanya tradisi ini memperkaya budaya Indonesia dengan masyarakatnya yang heterogen. Tentunya perkembangan zaman memengaruhi tradisi yang ada. Walaupun tidak semua etnis Tionghoa melakukan tradisi ini, alangkah baiknya jika tetap saling menghargai dalam keberagaman. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun