Mohon tunggu...
Selvia Indrayani
Selvia Indrayani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Pengajar yang rindu belajar. Hanya gemar memasak suka-suka serta membukukan karya dalam berbagai antologi. Sesekali memberi edukasi perawatan diri terutama bagi wanita.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kejujuran, Sebuah PR Pendidikan di Masa Pandemi

5 Juni 2021   10:48 Diperbarui: 8 Juni 2021   14:15 2247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setahun ini, dunia pendidikan Indonesia turut mengalami dampak pandemi. Pembelajaran yang biasa dilakukan secara tatap muka di sekolah, harus berubah menjadi pembelajaran jarak jauh. Siswa tetap belajar walaupun dari rumah masing-masing.

Pastinya hal ini menimbulkan kegelisahan di banyak pihak pada awal terjadinya proses belajar jarak jauh. Guru harus berusaha untuk belajar lagi agar bisa menyampaikan materi secara daring. 

Anak harus belajar secara mandiri agar tidak merepotkan orang tua. Orang tua harus memfasilitasi dan mengontrol anak selama pembelajaran jarak jauh agar pendidikan tetap berlangsung bagi anaknya. Masalah kerap terjadi pada pihak yang tidak siap mengalami perubahan.

Bagaimanapun juga, pendidikan harus tetap berlangsung demi masa depan generasi penerus bangsa. Berbagai perubahan dilakukan dalam bidang pendidikan. 

Kemendikbud juga telah melakukan berbagai penyesuaian selama pandemi. Pembelajaran tidak hanya terfokus pada ketuntasan kurikulum, tetapi juga dalam kemampuan hidup yang sarat dengan nilai-nilai karakter. 

Kejujuran merupakan salah satu nilai karakter yang bisa diterapkan di masa pandemi dan menjadi tolak ukur kepribadian sesorang. 

Selama proses pembelajaran, pasti ada tes atau tugas yang diberikan dari guru untuk mengetahui kemampuan atau pemahaman anak ketika belajar. Sayangnya pola pikir tentang pendidikan masih banyak yang bertitik tumpu pada nilai semata. 

Melansir dari Republika (14/12/2020), terdapat isu kecurangan akademik saat pembelajaran jarak jauh. Isu kecurangan ini meliputi orang tua yang turut serta mengerjakan tugas anak atau anak yang mencari jawaban dari mesin pencari saat tes berlangsung.

Baca juga: Utamakan Kejujuran, Bukan Hanya Nilai

Fenomena yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Sebelum pandemi terjadi, bukan berarti kejujuran dalam dunia pendidikan dalam kondisi baik-baik saja. Ketidakjujuran juga telah ada, tetapi berbeda rupa. Ketika pandemi merebak, ketidakjujuran makin marak. 

Ketidakjujuran dalam dunia pendidikan selama pandemi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi

1. Mutu Soal

Pemberian tes berupa soal dapat dilakukan oleh guru untuk mengetahui pemahaman siswa. Untuk tipe soal yang hanya berada di level ingatan (C1), membuka peluang ketidakjujuran ketika anak lupa  atau tidak mengetahui jawaban dari soal yang diberikan saat tes berlangsung. Pastinya semua anak ingin mendapat nilai baik bukan?

contoh soal IPA SD kelas 4 di level C1: Apa ciri benda padat?

Contoh soal tersebut dapat mendorong anak untuk mencari jawaban pada mesin pencari. Jika ini dilakukan pada saat latihan, rasanya tidak masalah. Anak justru akan belajar mencari tahu sendiri dan akan memperoleh informasi lebih banyak. Akan tetapi, jika hal ini dilakukan pada saat tes berlangsung, tentu akan menjadi masalah kejujuran.

Contoh soal di atas dapat diganti dengan soal analisis jika ingin mengetahui pemahaman siswa tentang materi tersebut. Misalnya menjadi seperti berikut:

Contoh Soal Analisis / dokpri
Contoh Soal Analisis / dokpri

Untuk bisa mengerjakan soal tersebut, anak perlu mengetahui kayu dan batu termasuk benda padat, cair, atau gas. Setelah memahami jenis benda, tinggal dikaitkan pada ciri dari benda padat, cair, atau gas. Dari situ, guru dapat mengetahui pemahaman anak tentang konsep benda padat, ciri-ciri, dan contohnya.

Contoh soal seperti ini memerlukan waktu lama bagi anak yang belum paham dan berusaha mencari jawaban menggunakan mesin pencari. Kalau ada contoh yang sama, berarti kebetulan. 

Jika ternyata dalam pencarian tidak menemukan jawaban, akhirnya usaha anak tersebut sia-sia. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam membuat soal yang bermutu. 

2. Orang Tua

Orang tua memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran jarak jauh. Tanpa peran serta orang tua, rasanya keberhasilan pendidikan selama pandemi juga dipertanyakan. Sayangnya, sejauh mana orang tua terlibat dalam proses pendidikan anak, perlu ada penegasan.

Sesuai dengan arahan Mendikbud, bahwa pendidikan masa pandemi ini dititikberatkan bukan pada ketuntasan kurikulum saja, tetapi lebih pada life skills. Misalnya bagaimana tentang pengelolaan waktu, kemandirian, berpikir kreatif, memiliki empati, keberanian membuat keputusan, dan tanggung jawab. 

Tak heran jika kadang ada tugas berupa proyek atau jurnal selama pandemi. Misalnya saja sebuah tugas untuk melatih tanggung jawab anak di rumah.  

Anak diminta untuk menyerahkan foto berupa kegiatan merapikan tempat tidur sendiri. Jika orang tua mendukung, hal ini akan benar-benar diterapkan dan membawa manfaat yang baik bagi masa depan anak. 

Akan tetapi, jika orang tua tidak mendukung, intinya yang penting kirim foto anak merapikan tempat tidur dan dianggap selesai. Tentunya, pihak guru tidak dirugikan dengan ketidakjujuran yang terjadi ini. 

Akan tetapi, nilai pembelajaran hidup berkaitan dengan tanggung jawab tidak didapatkan anak karena orang tua ingin anaknya sekadar kirim foto. 

Sebagai orang tua, pasti ingin anak-anaknya mendapatkan hasil yang baik. Adanya tes yang diberikan pihak sekolah seringkali menjadi momok tersendiri ketika proses pendidikan berlangsung. 

Orang tua tidak percaya pada kemampuan anak dan khawatir jika anak mendapatkan nilai jelek. Akhirnya, ada orang tua yang turut serta dalam pengerjaan soal tes. Pasti hasilnya akan baik dan lolos KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Nilai baik yang diperoleh anak saat tes dengan bantuan orang tua tidak dapat menjadi tolak ukur pemahaman anak terhadap penguasaan materi. Soal yang seharusnya untuk mengetahui kemampuan anak, tetapi dikerjakan orang tua. Berarti, yang sekolah bukan anaknya, melainkan orang tuanya.

Beruntungnya tidak semua orang tua membantu anaknya saat mengerjakan tes. Apa yang terjadi jika semua orang tua di Indonesia ini membantu anaknya dalam mengerjakan tes? Tanpa sadar, orang tua sudah mengajarkan dan membentuk karakter tidak jujur dalam diri anak.

3. Integritas Anak

Berdasarkan  KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Integritas adalah suatu mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan serta kejujuran. 

Integritas anak dapat terlihat saat tes berlangsung. Apa yang selama ini menjadi nilai diri tentang kejujuran akan teruji melalui kegiatan sehari-hari.

Selama tes berlangsung, terbuka kesempatan untuk mencari jawaban pada mesin pencari atau bertanya kepada orang tua yang di rumah. Walaupun ada kesempatan, seorang anak yang memiliki integritas tinggi tidak akan melakukan hal tersebut. 

Bisa tidak bisa, akan dicoba sendiri. Bahkan mungkin anak tersebut bisa saja mendapatkan nilai kurang memuaskan. Akan tetapi, dari kegagalan yang didapat, anak akan belajar tentang kehidupan. Anak akan belajar mengatasi rasa gagal, bangkit dari kegagalan, dan berusaha tidak gagal di hal yang sama.

Seorang anak yang memiliki integritas tinggi akan melakukan apa yang benar menurut nilai-nilai yang dianutnya walaupun tidak terlihat oleh siapa pun. Seperti halnya saat mengerjakan tes secara daring. 

Ketiga unsur tersebut menjadi pemicu merebaknya ketidakjujuran dalam pendidikan selama terjadinya pandemi. Semoga saja generasi penerus bangsa dapat belajar tentang kejujuran dan berbagai life skill melalui pandemi. 

Perilaku jujur akan mendatangkan kepercayaan dan rasa hormat. Kejujuran menjadi PR pendidikan di masa pandemi. Tak ada yang dapat mengetahui dengan pasti kapan pandemi berhenti. Sementara, setiap anak perlu tetap belajar demi masa depannya. Kejujuran inilah sebagai fondasi bagi anak dalam menapaki masa depan. 

"Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki." (Moh. Hatta)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun