Bergulirnya usia, seiring mentari timbul tenggelam rembulan pada hitungan purnama dan embun yang menguap entah. Tak terasa waktu tak cukup hanya pada bilangan sekian jari. Rasanya baru kemarin aku memandikan kau sebagai bayi mungil yang baru bisa membuka kelopak mata dan menangis tatkala haus menghampirimu. Ku dengar tawa ceriamu tatkala kecipak air memercik ke arah wajahmu nan mungil dan tangis malammu memecah kesunyian malamku. Semua telah menimbun waktu yang banyak, walau puting ini masih merasakan denyutnya tatkala kau hisap. [caption id="attachment_150160" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"][/caption] Ah...pangeranku, kau telah dewasa kini. Saat dimana ada kegembiraan juga kesedihan yang entah ini benar ataukah salah, sedang catatan seorang ibu, siapapun dia, aku rasa sama, takut kehilangan seorang anak seiring bertambah dewasa sang anak. Ceriamu adalah tawaku sepanjang nafas yang kuhembuskan. Namun aku terlalu takut menyadari kini kau bisa menapaki langkah hidupmu tanpa diriku, ibumu. Kau terbang jauh melintasi kehidupan dalam pergulatan hidup yang kau dan aku inginkan sebagai bekal masa depanmu, hanya sesekali kau kembali memelukku dalam satu kehangatan sebagai lelaki kecilku yang bertumbuh. Dan itu terkadang tak memuaskan dahagaku akan kerinduan padamu [caption id="attachment_150162" align="aligncenter" width="300" caption="dok. ede"][/caption] Di hari ini, aku kembali teringat saat saat di mana kegembiraanku jelang kau hadir di bumi sebagai anakku. Keceriaan yang akan melibas kisah kisah sendu yang mengiringi usiamu dalam kandunganku. Di lubuk hatiku sebuah permintaan maaf selalu melintas karena sebagai ibu aku tak mampu membahagiaan, memuliakan dan menyambutmu dalam suka cita yang panjang. Sampai kinipun masih banyak kekuranganku sebagai ibu dalam memberikan apa yang seharusnya menjadi hak kamu sebagai anak. Namun percayalah, kehadiranmu mampu mengubur sesal yang mengendap di catatan hidupku sebagai ibu. Adamu mampu mengkoyakkan keangkuhan opamu, melumerkan kebekuan di hati hati keluarga trah keturunan besar. Juga mendekatkan jarak yang sebelumnya terentang lebar oleh pandangan keliru tentang satu keyakinan. Kamu adalah anugerah Tuhan yang terindah bagiku, ayahmu dan keluarga besar. Di hari ini, dimana semua kisah tentang adamu melintas kembali di ingatanku yang mulai mengabur, aku hanya ingin katakan lagi dan lagi, aku sayang kamu, kau dengan adanya dirimu adalah terindah yang ku milikki. Jadi jangan kau minta doa padaku, karena tanpa kau minta , aku selalu mendoa untukmu di setiap nafas yang berhembus. Kali inipun aku tak perlu memberikan petuah2 padamu karena aku percaya kau sanggup berlaku yang terbaik untukmu, agamamu, orang tuamu dan adik adikmu
SELAMAT MILAD
Edward Fourida Eldiyan Salindeho
19 Desember
[caption id="attachment_150322" align="aligncenter" width="300" caption="dok.ede"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H