Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Suka Dukaku Tertinggal di Catatan Erupsi Merapi 2010

11 Maret 2012   15:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:12 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari masih pagi saat itu sekitar bulan Oktober 2010, aku ditelepon seorang teman yang mengajakku untuk menjadi sukarelawan di daerah Sawangan Magelang yang terkena bencana erupsi Merapi. Aku menyanggupinya, setelah di beri ijin suami yang sedang bertugas di luar pulau dan juga berdiskusi dengan anak perempuanku yang pastinya akan sering aku tinggal di rumah. Hari pertama aku tiba di daerah Sawangan Magelang, yang beradius sekitar 12 km dari puncak Merapi, sama sekali tidak ada yang aku kenal, karena kebetulan teman yang mengajakku jadi sukarelawan telah pulang ke rumahnya. Jujur baru sekali itu aku ikut terjun membantu para korban bencana. Awalnya agak canggung juga, namun karena para sukarelawan yang tergabung di P2B (Pos penanggulangan Bencana) PKS kabupaten Magelang ini ramah dan bersahabat aku menjadi terbiasa. Tugas pertamaku yaitu mendata para korban yang mengungsi di area lapangan bola dan juga gedung sekolah dasar Sawangan yang letaknya berdampingan. Aku menanyakan pada setiap kepala keluarga apa yang di butuhkan , jumlah keluarga dan juga asal kampung mereka. Keharuan dan juga kebahagiaan buatku mendengarkan curahan hati mereka di sela kesibukanku mendata mereka. Selain mendata, teman teman dari P2B PKS ini juga memberikan beberapa kegiatan bermanfaat seperti mengaji untuk orang tua dan anak anak agar mereka tidak terlarut dalam kesedihan , memberikan bantuan baju pantas pakai, mukena dan kebutuhan obat obatan. Aku senang bisa berdialog dengan mereka dan sedikitnya akupun bisa menghibur mereka dengan cerita cerita ataupun obrolan ringan. Terbukti wajah mereka terlihat ceria saat aku mencandai mereka. [caption id="attachment_167857" align="aligncenter" width="300" caption="di tengah hujan abu, masih bisa berpose dengan mb Uzzy dan bungsuku yang kebetulan ikut, jam masih menunjukkan pukul 14.00 wib, namun suasana layaknya malam hari. dok pribadi Selsa/mb Uzzy"][/caption] Suka duka menjadi relawan benar benar aku nikmati, aku tak peduli setiap hari bolak balik Parakan (Temanggung, tempat tinggalku) - Sawangan Magelang yang aku tempuh satu setengah jam berkendaraan motor. Pernah juga aku ajak anak bungsuku ikut saat sekolahnya libur. Meski hujan air dan abu sering  mengiringi perjalanku, aku tak pernah mengeluh. Aku benar benar tulus ingin memberikan sesuatu yang bisa aku lakukan untuk sesama. [caption id="attachment_167858" align="aligncenter" width="300" caption="suasana di posko lapangan Sawangan. dok pribadi Selsa/mb Uzzy"]

13314807161586942216
13314807161586942216
[/caption] Pernah satu kali aku mengalami peristiwa yang akan selalu aku kenang sepanjang hidupku. Waktu itu hujan abu mulai terasa, suasana agak gelap meski baru pukul 12 siang. Wedus gembel beberapa kali terlihat sebelum hujan abu, getaran gempapun makin sering terasa. Kami dari P2B makin meningkatkan kewaspadaan. Segera para pengungsi diharapkan masuk ke tenda atau gedung sekolah. Teman teman juga mendata ulang siapa para pengungsi yang pulang ke tempat tinggal masing masing. (selama mengungsi memang ada beberapa orang  yang minta ijin pulang untuk memberi makan ternak atau sekedar mengecek rumah). Hujan deras di barengi dengan abu tebal di tambah aliran listrik padam membuat susana mencekam. Tak sedikit para sukarelawan atau pengungsi yang datang mengeluh baru  jatuh dari motor karena keadaan jalan yang licin oleh abu vulkanik yang bercampur air. Saat tengah kebingungan membagikan makan malam, ada panggilan telepon dari bungsuku yang ku tinggal sendirian di rumah. Anakku menangis karena tangannya tersiram minyak panas saat menggoreng telor karena penggorengan yang dipakainnya jatuh. Cemas tentu saja, karena kebetulan rumahku jauh dari tetangga. Aku segera mengintruksikan pada anakku agar menyirami tangannya dengan air bersih dari kran  untuk meredakan panasnya. Dengan berat hati aku pamit pada teman temanku, sebenarnya aku tidak tega karena tugas mereka saat itu sangat berat. Jumlah pengungsi bertambah,juga karena keadaan yang sangat mengkhawatirkan maka pos pengungsian pun akan di pindah. Namun di sisi lain, aku harus segera melihat keadaan anakku. Teman teman banyak yang keberatan aku pulang, bukan karena tugas yang banyak dan berat itu, namun mereka mencemaskan keadaan diriku bila nekad pulang, jalanan licin dan gelap. Namun aku tegaskan pada mereka bahwa aku harus pulang, dan aku bilang pada mereka. aku mempercayakan pada kebesaran Allah saja. Akhirnya teman teman melepasku pulang. Benar juga kata teman teman, jalanan sangat licin, aku harus hati hati. Aku melewati persawahan yang sangat sepi dan gelap, sesekali aku harus berhenti untuk melap kaca lampu motorku agar jalanan terlihat. Sepanjang perjalanan sekitar 5 kilometer hanya beberapa kali aku berpapasan dengan orang. Bila keadaan normal jarak Sawangan sampai Blabak (jalan Raya Magelang Yogya) aku tempuh seperempat jam, namun kali ini aku butuh satu jam lebih untuk bisa sampai jalan raya. Wajah dan bajuku sudah tak terlihat jelas karena tertutup abu. Sepanjang perjalanan pikiranku terbagi banyak hal, tangis anakku, para pengungsi yang kalang kabut, teman teman yang aku tahu sudah sangat kelelahan, gunung Merapi yang terus menerus mengeluarkan wedus gembelnya, jalannan licin dan lain lain. Tapi satu hal yang tak terpikir olehku, andai saat itu di tengah perjalanan ada orang jahat yang ingin menggangguku, tentu aku tidak akan pernah sampai rumah. Hal itu malah terbersit saat aku sudah sampai di rumah dan nikmati hangatnya pelukan anak gadisku. Kejadian malam yang mencekam itu tak menyurutkan keinginanku untuk tetap bisa membantu sesama, aku tetap datang kembali berkumpul dengan teman teman P2B PKS yang setelah erupsi terbesar malam itu berpindah tempat di jalan Raya Magelang Yogya. Setelah keadaan sekitar gunung Merapi terkendali, aku mulai mengurangi aktifitasku disana. Namun setiap teman teman di P2B PKS itu memerlukan bantuanku aku siap membantu mereka. Ada rasa bahagia saat aku bisa membagi kebahagiaan dengan mereka yang sangat membutuhkan. Bukan pada materi yang kita punya tapi pada ketulusan dan kerelaan kita untuk meringankan beban penderitaan merekalah yang membuat mereka bahagia. Dan melihat wajah wajah para pengungsi cerah ceria dala gelak tawa tu merupakan kebahagiaanku yang tak bisa di beli dengan apapun. Bencana erupsi gunung Merapi 2010,mengajarkan aku tentang pentingnya mendengarkan isi hati seseorang dan indahnya berbagi. [caption id="attachment_167859" align="aligncenter" width="300" caption="para donator dari Papua yang khusus datang ke Magelang untuk memberikan bantuan berpose dengn teman dari P2B PKS Magelang. dok pribadi Selsa/mb Uzzy"]
13314808521460938817
13314808521460938817
[/caption] *catatan indah Sawangan Magelang*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun