Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melati di Jiwa (Kartiniku)

20 April 2012   02:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:24 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1334889494252015123

[caption id="attachment_175763" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi oleh Romo Yustinus Slamet Witokaryono-Kampret Kompasianer Hobi Jepret"][/caption]

Selayak Melati

Namamu harum

Jiwamu putih nan suci

**** Aku petik bunga melati yang tumbuh di pekarangan rumahku yang sebenarnya tidaklah terlalu luas. namun nenek amatlah rajin merawat kebun mungil kami. Nenek sangat menyukai bunga melati, hingga taman ini hampir sebagian luasnya adalah tanaman bunga melati. " Nduk, rasanya segar sekali pagi-pagi duduk di sini sambil nikmati aroma wangi melati " kata nenek suatu ketika kala pagi duduk berdua denganku di beranda rumah. " Iya nek..." jawabku sambil meronce melati dengan benang untuk hiasan panggung di acara peringatan hari Kartini di sekolahku. Teman-teman memberikan tugas itu padaku karena mereka tahu kalau pekaranganku banyak di tanami melati dan sekarang tengah berbunga. " Lakukan hati-hati nduk, nanti tanganmu terluka " lanjut nenek mengingatkanku. Ku lihat mata nenek menerawang jauh, dan tiba-tiba butiran air bening keluar dari matanya yang sudah terlihat sayu. " Nek, kenapa menangis " tanyaku hati-hati. " Eh...." nenek terlihat gugup lalu mengusap pipinya yang membasah itu. " Ayolah nek cerita padaku, kenapa nenek menangis, apa aku telah berbuat salah pada nenek ?" tanyaku perlahan. " Tidak nduk, kamu tidak salah. Nenek hanya teringat jaman dulu " nenek memang jarang menceritakan tentang masa mudanya padaku walau aku telah belasan tahun di asuhnya. Yang kutahu adalah pernikahan nenek dengan kakek itu adalah pernikahan yang kedua. Sebelumnya nenek pernah menikah dengan seorang perwira polisi. Namun pernikahan mereka kandas di tengah jalan karena perwira polisi itu menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda dari usia nenek waktu itu dengan alasan setelah beberapa tahun menikah nenek tak juga memberikan keturunan. " Nenek ingat dulu,nenek suka berpidato di acara hari Kartini itu nduk " nenek memulai ceritanya. " Nenek dulu suka jadi panutan ibu-ibu di kesatuan tempat suami nenek mengabdi, nenek sering mengajak ibu-ibu untuk merawat anak mereka dengan baik,membantu menambah penghasilan suami dengan membuat aneka kue yang bisa di jual dan juga mengelola rumah tangga mereka dengan baik " terlihat binar di mata nenek, Ah...aku ingin mengecupnya. " Tapi ternyata nenek selamanya tidak bis jadi panutan ibu-ibu itu dengan baik " mata nenek kembali sendu. " Memangnya kenapa nek..?" tanyaku minta penjelasan darinya. " Nenek kalah oleh keadaan nduk " " Maksud nenek " " Yah...nenek tidak menyetujui perwira polisi itu untuk menikah lagi, tapi karena beliau ingin mempunyai anak dengan segera, akhirnya nenek mengalah, memilih pergi dari kehidupannya, nenek tak ingin di madu " jelas nenek dengan suara parau. " Nenek bukan lagi panutan yang baik dan bukan penjelmaan Kartini  seperti yang sering di tujukan teman - teman nenek waktu itu nduk, nenek merasa gagal sebagai perempuan."  isak kecil mulai terdengar. Segera aku memeluk nenek dengan harapan gundahnya menyurut. " Nenek tak perlu merasa gagal begitu " hiburku. " Buktinya nenek tak bisa melahirkan seorang anakpun " isaknya kembali terdengar. " Tapi nenek mempunyai banyak anak yang sayang dan bangga pada nenek, kami semua menganggap nenek adalah orang tua kandung kami nek.." aku mempererat pelukannya. " Ya nenek bersyukur dengan milik nenek yang sekarang ini, emm...maaf ya nduk,nenek kadang merasa gundah dengan masa lalu nenek " " Nenek tak perlu minta maaf, ku pikir wajar nenek sedih bila teringat masa lalu, tapi mulai sekarang nenek tak perlu bersedih lagi, banyak yang sayang sama nenek, termasuk aku dan mamaku " bujukku pada nenek. " Makasih nduk " dan sorot matanya perlahan bersinar kembali. " Bagiku dan mama, nenek adalah perempuan yang tangguh,nek " kataku. **** Aku meronce kembali melati di beranda rumah, seorang diri,tak ada lagi nenek yang menemaninya. Beliau telah beristirahat dengan damai di pelukan bumi. Menghadap Sang Kuasa dan meninggalkan gundah yang selama ini mengendap di jiwanya. Di acara Hari Kartini tempatku bekerja nanti malam aku di daulat untuk membacakan puisi karyaku sendiri. Dan aku telah menyiapkan satu puisi pernah kusematkan pada nisan nenek sesaat setelah beliau di makamkan, sepuluh tahun yang lalu.

Kepada Melati Jiwaku

Perempuan tangguh itu adalah engkau

Yang sekian tahun memendam perih

Namun tak jua kau hiraukan

Waktumu adalah kasih buat sesama

Jiwamu adalah wangi di taman hatiku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun