Apa yang harus aku katakan tentang rindu?. Sebentuk kata yang membuat hati nyeri sembilu itu kerap menyelip di ruang jiwa. Meski terkuras tinta, takkan pernah sanggup aku memaknai mengapa rindu itu menyesakkan hati dan rindu pula menikmatkan sebuah penantian. Nikmat? tentu saja, andai tidak nikmat, takkan banyak orang menyimpan dan memelihara rindu dalam dadanya yang sesak oleh bayangan kekasih yang dirinduinya. Rindu pula sering membuat hati berdesir selayak terjatuh dari ketinggian tebing, lalu terjatuh pada tumpukan jerami, hangat namun sakit, meluka pada ulu hati. Seperti kali ini, tatkala bayanganmu melintas dalam lamunku, perih hati, menelusup selayak halus angin menerpa pori-pori. Lalu wajahmu dengan keluguan menari-nari tanpa dosa di pelupuk mata yang mulai tergenang hangat air mata.Kau mulai nakal lagi. Dengan membayangiku, kau ingin menyakitiku khan?, hmmm... silahkan. Kau tahu dengan pasti, bahwa tak mungkin bagiku tuk melupakanmu, melupakan sejuta kisah yang pernah kita untai bersama pada sekian musim yang telah lalu.Karena terlalu aku mencintaimu. Dan sepertinya rasa cintaku yang sedemikian hebatnya telah kau gunakan tuk menyakiti aku, kau tinggalkan aku tanpa sepatah kata sebagai tanda perpisahan. Dan kau melupakan kata-kata manis yang pernah kau katakan, melupakan janji-janji indah yang pernah kau akadkan di malam-malam pertemuan kita. Masih jelas teringat dalam benakku saat itu, saat malam sunyi, kau berlalu dari hadapanku hanya karena aku ungkapkan satu kecemburuanku. Kau marah, kau tak ingin aku cemburu, tapi sikapmu pada perempuan lain selalu mengundang rasa cemburu dan kemudian mengendap di ragaku. Seringkali kau tebar pesonamu pada perempuan-perempuan lain. Lalu salahkah aku? salahkah jika aku cemburu?. Kau kata aku tak rasional lagi dengan kecemburuan itu. Kau tak berkenan aku cemburu pada sikapmu. Kata banyak orang cemburu itu tanda cinta, asal jangan terlalu membabi buta, dan aku punya banyak alasan sebelum aku ungkap cemburuku. Namun kau tak mau tahu itu. Kau marah besar. Ah... kau melebih-lebihkan diri sayang... Sudahlah, semua telah berlalu, Kisah kita telah tamat dengan ending pilu, saat itu. Dan meski kini aku masih belum bisa enyahkan rasa rindu namun sudah cukup bagiku hanya menyimpan kenanganmu pada sebuah kotak kayu yang entah, suatu hari nanti akan aku larung pada samudera agar lenyap tak berbekas, dan tak mungkin kembali lagi. Kembali pada kata rindu, aku masih belum sanggup memaknai rasa nikmat, nyeri dan sakit yang membalutnya. Pada embun yang dilenyapkan mentari pagi, mungkin aku bisa menemukan jawabannya. Karena sepanjang kehidupannya, embun selalu merindu mentari meski kehadirannya, menguapkan sejuknya,melenyapkan indahnya, mangaburkan arti kehadirnanya. Lalu pada keesokan hari, kembali embun datang, lalu kembali merindu mentari... Selalu begitu, berjalan sesuai takdir. Aku harus banyak belajar pada embun, agar aku pun menerima catatan kisahku dengan kelapangan hati, terutama pada sebuah kata rindu yang kini menyesakkan dada. *sumbing, 6 1 14 ilustrasi gambar : Yustinus SW
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI