Kepada lelaki yang mendekap kisahku dalam diam. Membawa pergi puluhan asa yang terlanjur aku langitkan.
Sejatinya banyak sekali cerita ingin kukatakan padamu, seandainya waktu berpihak.
Di antara gigil embun lereng Sindoro, kutitipkan pesan rindu, berharap angin menyampaikan padamu.
Di pijar mentari aku bisikkan seuntai rasa, mencoba mengasakan perjumpaan denganmu.
Di kilau senja, aku melangitkan rapalan mantra tuk menarik jiwamu kembali ke sisiku.
Namun agaknya semesta belum sempat memihak pada kita.
Dibiarkannya aku mendendam pilu dan berharap hadirmu di sunyi malammalamku.
Kepada lelaki yang mencipta getirku.
Terkadang di kelam sunyi, ingin kusudahi rasa yang terlanjur tersemat ini. Ingin kuakhiri segala tabah atas penantian ini. Namun aku tak pernah sanggup enyahkan bayangbayangmu, tak sanggup lepaskan aroma tubuhmu yang akrab di pikiranku.
Lelah telah mendera tanpa mau mengerti segala damba ini mengarah jiwamu. Aku terlanjur jatuh padamu, entah sampai kapan...
Kedu, 21 Juli 23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H