Sebenarnya aku tak ingin menulis soal mas yang satu ini, sebab aku bukan fans dan jujur jarang mengikuti berita-beritanya. Namun yang sangat membekas di pikiranku soal Sandiaga Uno adalah  berita heboh kemarahan  sang ibu saat anak kesayangannya ditaggar sebagai Sandiwara Uno. Sandi Uno lantas dijuluki sebagai anak mami, dan taggar berlanjut menjadi sandiwara anak mami.
Terlepas dari apakah benar dia anak mami pun sebenarnya aku gak tahu banget. Hanya perkiraanku saja kalau Sandi itu adalah bayang-bayang sang ibunda yang saat masa Orde Baru namanya lumayan meng-Indonesia, sebagai Pengusaha Wanita. Dan sebagai anak pengusaha sukses tentu Sandi bergelimang uang dan "manja". Manja dalam artian semua kebutuhan dan urursan Sandi pasti dilayani dengan baik beberapa asisten maminya, ataupun asisten yang dibayar maminya untuk mengurusi dan menyiapkan segala kebutuhan Sandi. Tak mungkin kan Sandi mencuci baju sendiri, atau menyapu halaman rumahnya,atau yang ekstrim lagi membetulkan genteng rumah yang bocor?. Jadi sepertinya aku tidak salah kalau menafsirkan Sandi sebagai anak manja sang mami.
Kembali ke mengapa akhirnya aku putuskan menulis soal Sandiaga Uno. Itu karna beberapa jam lalu aku menatap lama fotonya saat mendampingi Prabowo dalam pidato kemenangan paslon 02 beberapa waktu lalu di artikel ini.
Yang terucap dari mulutku "Ada apa dengan wajah Sandi? Mengapa kegantengannya hilang? Mengapa senyum manisnya tak tersisa di sana?" Ada beberapa menit aku pusatkan kedua mataku pada wajah Sandi, dan entah ada perasaan tidak rela melihat wajah yang biasa ceria, manis dan klimis itu berubah menjadi "kaku", dingin dan hambar.
Lalu naluriku sebagai embok tergugah, mungkin Sandi syok waktu itu. Percaturan politik yang keras sebenarnya belum benar-benar bisa menempa sosoknya menjadi kuat dan tahan uji. Sandi masihlah anak mami yang terpaksa secepat kilat masuk ke ranah politik. Ibaratnya buah belum tua sudah diperam. Apalagi saat pertama muncul sebagai kandidat wagub Sandi menang, dia terbiasa menang, tapi tidak terbiasa kalah. Maka saat hasil QC yang menyatakan paslon satunya sebagai pemenang, maka Sandiaga Uno merasa syok.  Wajah Sandi sama sekali tsk bisa menutupi kegundahannya. Meski bapak satunya pidato kemenangan dengan antusias dan berapi-api. Wajahnya tetap layu,  dan itu berimbas, kegantengannya  menghilang. Kalau nanti ternyata hasil perhitungan suara dari KPU tidak beda jauh dengan hasil QC maka wajah Sandiaga Uno makin mengusut.Â
Mungkin saja 5 tahun kedepan kegantengannya pulih seiring dengan hingar bingar Pemilu, andai dia mencalonkan diri kembali. Kan secara umur Sandiaga masih cukuplah ikut lagi sebagai kandidat. Atau malah kapok gak nyemplung lagi ke dunia  politik karena dia sudah nyaman dengan hanya menjadi pengusaha saja. Nah kalau jadi pengusaha saja, bisa jadi kegantengannya tak kan menghilang lagi. Apalagi kalau jadi instruktur senam...duh makin kece dia dengan pakaian senam loh. (abaikan emak genit)
Ah sudahlah rasanya nanti akan menuai gosip nih kalau aku menulis soal kegantengan Sandiaga melulu, secara aku wanita  muda yang masih cantik, pasti jadi sorotan dan mudah digosipkan. Namun yang patut kugaris bawahi untuk kali ini aku memuji Sandiaga Uno yang tidak bersandiwara soal kegundahan hatinya, sebab lewat wajahnya kita tahu dia jujur untuk soal yang satu ini. Sandiaga Uno belum teruji dengan baik tentang pergulatan politik, semoga di Pemilu yang akan datang dia sudah bisa membuktikan sebagai politikus anti badai.
Ini hanya sekelumit isi hati emak sok tahu tentang Sandiaga Uno.
Sekian dan wassalam
Ilustrasi Gambar di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H