Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Monolog Rindu

27 Juni 2016   22:39 Diperbarui: 28 Juni 2016   16:09 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu, apa yang kalian tahu tentang rindu?. Sesuatu yang menyesakkan dada dan ingin kau tumpahkan segera?. Suatu rasa yang membuat kalian seperti kehilangan akal, hingga terlihat bagai orang linglung?. Atau sesuatu yang harus kalian tuntaskan dengan bertemu orang yang dirindui?.

Ah... banyak sekali jawab atas tanya mengenai rindu. Bagiku rindu adalah rasa  nikmat yang membuat syahdu ruang-ruang sunyiku. Bagi sebagian orang rindu itu menyiksa bathin, mulumpuhkan jiwa atau malah terkadang sanggup membuat seseorang berbuat diluar kenalaran. Namun bagiku rindu itu adalah dedoa. Dedoa yang selalu aku gumamkan untuk sang pemilik jiwaku. Rangkaian doa-doa itu membuatku merasakan nikmat yang sangat.

"Hah sok munafik kamu! masak rindu adalah doa? bukankah rindu membuat kita ingin bertemu orang yang kita rindui?" sebuah seruan dan tanya datang bertubi-tubi dari arah luar jendela kamarku.

Aku tidak munafik, aku akui dalam rindu, ingin aku jumpai kekasihku, pemilik jiwaku. Aku kerap  menghayalkan bisa luapkan rinduku padanya sepenuh cinta, aku bisa peluk dia, bisa ciumi dia dengan hangat, bahkan bercinta oenuh hasrat, namun aku bukan orang yang kerasukan setan hingga meruda paksa makna rindu yang bagiku adalah sakral, terlalu suci kalau rindu hanya diterjemahkan menjadi bertemunya jiwa dan menyatunya raga dengan nafsu yang tak terkendali. Itu bukan rindu, itu sisi lain dari manusia yang masih diberi kenikmatan birahi.

Aku punya segunung rindu untuk kekasihku yang jauh entah di mana berada, lalu rinduku menjelma doa. Sebab hanya itu yang bisa aku lakukan tuk memaknakan rindu yang aku punya.

Aku tak mampu berjalan menuju ke rumah kekasihku meski hanya sekedar menatap wajahnya yang kerap membawaku pada lamunan panjang, atau hanya sekedar katakan kalau aku merinduinya. Aku tak kan sanggup menebas tirai yang memisahkanku dengan pemilik rindu ini. Antara aku dan dia ada penghalang yang tak kan sanggup dilangkahi. Menerjang penghalang itu sama saja artinya menghancurkan kehidupan-kehidupan orang di sekelilingku dan dia. Sebab rinduku, rindu terlarang. 

Tapi rinduku suci adanya, aku tak ingin mencemarinya dengan nafsu yang kan menodai arti rindu itu sendiri, rinduku melahirkan doa-doa. Doa terbaik untuknya, tuk seseorang yang telah memenjarakan rasaku di hatinya, Hingga aku tak bisa melepas namanya dari degup jantung ini. 

Rinduku, adalah doa.

*PK 27 6 16*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun