Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Angie, Saya dan Mama Pindah Agama, Murtad

29 April 2012   08:25 Diperbarui: 18 Juli 2016   23:28 254500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengikuti pemberitaan si cantik Angie sampai saat ini belum membosankan. Seperti pagi hari kemarin (28 April 2012) sambil ngopi sengaja saya mengikuti acara berita yang di selingi dengan telepon interaktif dengan pemirsanya di stasiun Metro TV. Ada banyak penelepon yang memberi tanggapan atas di tahannya mbak Angie di rutan KPK  di Salemba itu. Dan ada salah satu penelepon yang dari awal membuat saya benar benar memasang telinga baik - baik agar bisa mendengar tanggapannya. Bapak ini (sayang saya lupa namanya, tapi dari daerah Tangerang) berkata bahwa dia sangat senang dengan di tahannya  Angelina Sondakh dan berharap KPK bisa membongkar kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat itu. Sebenarnya pendapat bapak ini sama dengan para penelepon sebelumnya. Namun yang mendadak bikin saya menghela nafas panjang adalah saat bapak itu berkata (tidak sama persis, tapi intinya adalah sebagai berikut) " dulu Angie adalah anak Allah sekarang dia berpindah agama, dia murtad, jadi masalah ini adalah hasil dia keluar dari agamanya".

Adalah sah - sah saja bapak ini berpendapat bahwa musibah atau tepatnya masalah yang di hadapi Angie adalah karena dia murtad, saya menghormati itu. Tapi saya di sini menjadi tergelitik ingin menuliskan pendapat saya tentang murtad itu sendiri bukan dari pandangan agama, namun dari pendapat pribadi.

Seseorang berpindah agama akan mendapat predikat yang tidak mengenakan yaitu " murtad ". Senang atau tidak karena di kitab suci telah disebutkan bahwa orang yang pindah agama di sebut murtad.  Baik dari Islam ke Nasrani atau Islam ke agama lain, Nasrani ke Islam atau Nasrani ke agama lain. Dalam masalah Angie, sangat kebetulan mirip dengan yang terjadi pada mamaku. Mama beralih agama setelah menikah dengan papaku, namun kalau Angie dari Nasrani ke Islam, mamaku dari Islam ke Nasrani. keluarga mama meski awalnya tidak setuju, toh akhirnya memberi restu juga karena menyadari bahwa cinta dan agama tidak bisa dipaksakan.

Saya pernah menanyakan pada nenek semasa beliau hidup " Bagaimana tanggapan kakek saat tahu mama berpindah agama, sedangkan kakek adalah orang religius dan dipandang sebagai ulama di kampung saat itu ?"  kebetulan aku tidak mengenal kakek, karena beliau meninggal saat umurku 3 bulan. Nenek menjawab bahwa kakek menyerahkan sepenuhnya pada keadilan Allah, toh sebagai orang tua beliau sudah maksimal mendidik anak-anaknya dengan bekal agama yang baik. Mendengar cerita nenek itu, saya jadi berpikir kakekku adalah seorang yang punya pemikiran terbuka. Namun dalam pandangan saudara- saudara yang Islam mama di bilang murtad, sedang untuk kalangan gereja tempat mama beribadah, mama di sebut sebagai  anak Tuhan yang mendapat berkat.

Sejarah yang hampir sama terulang pada saya. Sejak usia TK sampai dengan SMA aku di asuh nenek di kampung sedang orang tua dan saudara kandungku menetap di Jakarta. Dan semenjak sekolah saya mengikuti pelajaran agama Islam dan juga mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan Islam lainnya seperti mengaji dan lain-lain. Meski sejak kecil saya sudah di baptis, toh saya tak pernah ke gereja. Mungkin karena nenek yang mengasuhku tidak mengenalkan ajaran Nasrani. Dan semenjak di asuh oleh nenek saya jarang bertemu papa dan mama. Memang setahun sekali bertemu tapi pertemuan itu tak pernah lebih dari 10 hari. Karena nenek sangat takut kehilangan saya, jadi waktu berkunjung ke orang tua beliau batasi.

Ajaran Islam telah mengendap di dasar hati,  jadi saya sangat kesulitan saat harus mengikuti ibadah Nasrani setelah saya kembali ke rumah orang tua. Ini terjadi setelah saya lepas dari SMA dan pulang ke Jakarta. papa setiap hari mengundang majelis gereja untuk sekedar ngobrol dengan saya mengenai Nasrani. Namun semua ajaran dan khotbah dari teman - teman papa tak ada satupun yang bisa saya cerna dengan baik. Bahkan saat saya menuruti paksaan papa agar ikut ke gereja tiap minggu, saya merasa tersiksa. Dan dengan keberanian yang saya paksakan, saya bilang sama papa kalau saya tak bisa "balik"  Nasrani. Saya juga bilang pada papa bahwa agama itu adalah sepenuhnya milik hati, jadi agama itu pilihan hati. Papa tidak terima dan saya memilih kembali ke pangkuan nenek hingga akhirnya saya menikah dengan suami dan membina keluarga secara Islami sesuai hati saya. Namun seperti juga Angie, jika saya sedang menghadapi ujian, tak jarang saudara-saudara berkata bahwa cobaan ini hasil "murtadnya" diri saya. Saya tak pernah menghiraukan kata-kata mereka yang menyudutkan saya atas pilihan hati saya ini.

Saya adalah orang yang tak pernah membanding-bandingkan ajaran agama manapun. Seingat saya,  tak pernah sekalipun mencaci atau menjelekkan ajaran agama manapun, karena saya tak ingin orang lain menghina agama saya. Namun yang ingin saya kemukakan di sini, alangkah bijaksananya andai " murtad "nya seseorang itu tidak dijadikan olokan ataupun bahan menghina seseorang yang kebetulan sedang tertimpa musibah. Marilah kita semua menghormati agama dan pilihan agama orang lain. Allah memberi cobaan pada manusia dengan tidak melihat agamanya, semua pemeluk agama mendapatkan musibah dan juga anugerah.

Keberkahan, ujian dan cobaan sepenuhnya Hak Allah, Pemilik Semesta ini. Dan saya yakin kalau Allah tidak membeda-bedakan ciptaan NYA.  setahu saya hanya amal perbuatanlah yang membedakan penilaian Allah terhadap kita. Kita beramal baik mendapat pahala dan beramal buruk mendapat siksa yang nantinya akan di perhitungkan setelah kita meninggal dunia.

***************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun