Mohon tunggu...
Selomita Syafithri
Selomita Syafithri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi PLS UNP

hobi saya membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

31 Mei 2023   14:15 Diperbarui: 31 Mei 2023   14:22 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang sangat kompleks dan sulit dipecahkan. Setiap tahun jutaan orang di seluruh dunia menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, kebanyakan perempuan dan anak-anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan penderitaan atau penelantaran secara fisik, seksual, psikologis dalam rumah tangga, termasuk ancaman tindakan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan terhadap orang lain. keluarga . Hukum. 

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (DV) adalah setiap kekerasan terhadap lawan jenis, namun biasanya perempuan lebih menjadi korban daripada pelaku. Kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami tekanan fisik, seksual, emosional atau penelantaran di rumah.

Mengapa perempuan lebih cenderung menjadi korban kekerasan?

Perempuan hampir selalu menjadi korban kekerasan karena budaya dan nilai-nilai masyarakat kita dibentuk oleh kekuatan patriarki di mana laki-laki secara budaya berhak menjadi penguasa kehidupan. Menurut Foucault, laki-laki telah menjadi pemilik "kekuasaan" yang mengarahkan "wacana pengetahuan" dalam masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan biasanya (umumnya) terjadi melalui konsep penguasaan perempuan, baik secara personal, institusional, simbolik maupun material. Dengan demikian, ketika hubungan antar jenis kelamin terjalin melalui hubungan dominasi-submission, perempuan berada di bawah kendali laki-laki. 

Konstruksi relasi ini mempengaruhi keseluruhan sistem sosial, yang kemudian menciptakan identitas gender yang memisahkan laki-laki dari perempuan.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi di semua lapisan masyarakat dan tanpa memandang usia, jenis kelamin atau status sosial. Dampak kekerasan dalam rumah tangga sangat merugikan korban dan keluarganya. 

Korban KDRT seringkali mengalami luka fisik yang serius seperti kerusakan organ, patah tulang, luka bakar dan luka robek. Selain itu, mereka juga menderita stres psikologis jangka panjang, kecemasan, depresi, dan trauma berat. Efek ini dapat bertahan selama bertahun-tahun, bahkan setelah korban meninggalkan situasi yang kejam. 

Penyebab kekerasan dalam rumah tangga sangat kompleks dan beragam. Faktor yang dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga antara lain masalah hubungan, ketidakseimbangan kekuatan dalam hubungan, masalah keuangan, dan masalah penyalahgunaan zat. Selain itu, faktor sosial seperti budaya dan norma yang mendukung kekerasan juga dapat memperparah masalah ini. Untuk itu pencegahan Kekerasaan dalam rumah tangga ini perlu dilakukan.

Kiat pencegahan kekerasan dalam rumah tangga meliputi:

1) Keluarga berkewajiban mengamalkan ajaran agama. Ayah harus menjadi imam bagi istri, anak-anak dan keluarga, dan ibu adalah imam bagi anak-anak dan mengurus rumah tangga.
2) Komunikasi timbal balik antara suami, istri dan anak-anak harus dikembangkan.
3) Wanita wajib mendidik anak sejak bayi. Jika dia marah, jangan memukulnya atau berkata kasar.
4) Jika ada masalah, maka harus diselesaikan melalui dialog langsung.
5) Dalam hal perselisihan yang serius, salah satu atau keduanya harus mencari mediasi dari para sesepuh.

Dalam pencegahan KDRT secara dini, ibu sebagai istri dan ibu dari anak dapat berperan sejak dini dalam pencegahan KDRT dengan mendidik dan menyadarkan putra-putrinya. Selain itu, ormas seperti PKK dapat memberikan kontribusi pemahaman sosial akan pentingnya membangun rumah tangga yang baik, mawaddah (penuh cinta) wa rahmah (penuh rahmat).

Penanganan KDRT harus terintegrasi dan melibatkan banyak pihak. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat pada umumnya harus bekerja sama untuk mendukung dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Pemerintah dapat memperketat kebijakan dan peraturan yang mengatur kekerasan dalam rumah tangga dan menjatuhkan hukuman yang lebih keras kepada pelakunya. 

Organisasi non-pemerintah dapat menawarkan konseling dan dukungan psikologis kepada korban kekerasan dan keluarga mereka. Masyarakat juga dapat membantu dengan melaporkan kejadian kekerasan dan memberikan dukungan moril kepada para korban. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kekerasan dalam rumah tangga dan cara-cara untuk mengatasi masalah ini sangat penting. 

Kegiatan sosialisasi dan informasi terkait KDRT dapat dilakukan melalui berbagai media seperti televisi, radio, brosur dan kampanye sosial di masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekerasan dalam rumah tangga, diharapkan masyarakat dapat lebih aktif melaporkan kekerasan dan mendukung korban.

Peran keluarga juga sangat penting dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga. Keluarga harus menanamkan nilai-nilai positif dan menjadi panutan untuk hubungan yang sehat dan saling menghormati. Selain itu, keluarga juga harus membuka komunikasi yang baik dan mengajarkan pengendalian emosi agar konflik dapat diselesaikan dengan damai. 

Keluarga juga dapat membantu korban dengan memberikan dukungan moral dan dukungan dalam mencari pertolongan ketika kekerasan terjadi, dan tidak hanya lembaga pendidikan yang dapat berperan penting dalam menangani kekerasan dalam rumah tangga. Institusi pendidikan dapat memberikan pelatihan yang tepat tentang hubungan yang sehat dan tanpa kekerasan, serta melatih siswa dan guru untuk mengenali dan melaporkan tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga. 

Selain itu, penguatan keterampilan sosial dan pengambilan keputusan kaum muda juga dapat membantu mengurangi kekerasan dalam rumah tangga di masa mendatang.

Selain itu, sektor kesehatan dapat memainkan peran penting dalam memerangi kekerasan dalam rumah tangga. Petugas kesehatan harus dilatih untuk mengenali tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga dan memberikan dukungan dan bantuan sesuai dengan kebutuhan korban. Selain itu, otoritas kesehatan dapat menawarkan konseling dan dukungan psikologis kepada para korban kekerasan.
Kesimpulannya, kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang sangat serius dan kompleks yang memerlukan penanganan terpadu oleh banyak pihak. Dengan meningkatkan kesadaran publik, memperkuat peraturan dan mendukung para korban, tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat kekerasan dalam rumah tangga di seluruh dunia. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengatasi kekerasan dalam rumah tangga dan menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua anggota keluarga.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun