Di antara para pahlawan kemerdekaan yang tercatat dalam sejarah, nama Alexander Andries Maramis atau yang lebih dikenal sebagai A.A. Maramis, sering kali tidak setenar tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Hatta, atau Yamin. Namun, di balik kepemimpinannya yang tenang dan bijaksana, Maramis ialah tokoh yang memainkan peran penting dalam menjaga persatuan bangsa dan memajukan nilai-nilai Pancasila.
A. Identifikasi karakter sosok AA Maramis
   A.A. Maramis lahir di Manado, 20 Juni 1897 dari keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Lahir dari pasangan Andries Alexander Maramis dan Charlotte Ticolu, serta memiliki bibi seorang pahlawan nasional yaitu Maria Walanda Maramis, membuat Maramis tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan kebebasan berpikir. Latar belakang ini membentuk karakter Maramis sebagai pribadi yang bijak, moderat, dan diplomatis.
Karakternya yang tenang serta pandangannya yang inklusif menjadikannya tokoh penting yang mampu menjembatani perbedaan pandangan di antara kelompok-kelompok nasionalis dan Islam saat perumusan dasar negara. Sebagai seorang Kristen yang berasal dari Indonesia Timur, Maramis memahami dengan baik pentingnya keragaman dan keberagaman dalam membentuk bangsa yang bersatu. Ia tidak memihak salah satu kelompok, melainkan terus mendorong terciptanya konsensus yang adil bagi semua. Sikap moderat dan kompromistis inilah yang membuatnya dihormati, meskipun ia tidak selalu berada di garis depan pemberitaan.
B. Contoh Nyata Karakter Manusia PancasilaisÂ
   Dalam kehidupannya, ia adalah sosok yang selalu mengedepankan persatuan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang perbedaan agama, ras, atau daerah, serta mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok. Sikapnya yang menghargai pluralisme adalah perwujudan nyata penerapan sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa" dan sila ketiga, "Persatuan Indonesia".
  Salah satu bukti nyata dari karakter Pancasilais A.A Maramis ialah ketika terlibat dalam Panitia Sembilan, sebagai seorang Kristen di tengah perdebatan yang diwarnai oleh kelompok mayoritas Islam, dengan kebijaksanaan, ia menyetujui kompromi mengenai pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan kelompok Islam, sebagai bentuk kompromi antara kelompok nasionalis dan Islam. Meski demikian, Maramis juga menyadari bahwa pasal ini juga dapat memicu perpecahan, serta akan kurang dapat diterima oleh sebagian besar penduduk Indonesia Timur yang non-Muslim. Maramis dengan penuh kesadaran, juga mendukung revisi terhadap sila pertama tersebut untuk menjaga persatuan nasional, agar Piagam Jakarta diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk.
  Pada akhirnya, ia menjadi bagian penting dari kesepakatan untuk mengubah tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut, sebuah langkah besar yang mempertegas karakter inklusif Pancasila.
Sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Sembilan, Maramis menunjukkan karakter yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Karakter ini tercermin dari cara Maramis menjalani tugasnya dalam berbagai peran kenegaraan. Sebagai diplomat, ia dikenal bijak dan selalu mencari titik temu dalam perbedaan pendapat. Kepribadian Maramis yang mampu menjembatani perbedaan antara kelompok-kelompok nasionalis, Islam, dan minoritas agama menjadi kunci keberhasilannya dalam bernegosiasi.
C. Peran dalam Perumusan dan Lahirnya Pancasila
   Keterlibatan A.A. Maramis dalam Panitia Sembilan menjadi momen penting dalam perjalanan lahirnya Pancasila. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan, yang dipimpin oleh Ir.Soekarno, merumuskan sebuah piagam yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam ini menjadi dasar dari Pancasila dan UUD 1945. Dalam proses tersebut, Maramis dengan cermat menjaga agar rumusan tersebut dapat mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik dari mayoritas maupun minoritas. Meski beragama Kristen, Maramis memilih jalan kompromi dengan mendukung Piagam Jakarta yang awalnya memuat point: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."
  Namun, pada akhirnya, A.A Maramis berperan dalam perubahan signifikan terhadap rumusan sila pertama. Ia bersama beberapa tokoh lain memutuskan untuk mengubah sila tersebut yang dianggap dapat memecah persatuan, karena beresiko kurang dapat diterima oleh sebagian besar penduduk Indonesia Timur yang non-Muslim. Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pada sidang PPKI 18 Agustus 1945, Maramis bersama Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan tokoh lainnya, setuju menghapus tujuh kata tersebut. Dengan menggantikan dengan sila pertama yang sekarang kita kenal: "Ketuhanan Yang Maha Esa." Langkah ini penting untuk menjaga persatuan Indonesia, yang terdiri dari beragam agama dan etnis. Maramis juga memastikan bahwa Pancasila menjadi dasar negara yang tidak hanya mewakili mayoritas, tetapi juga mencakup semua elemen bangsa.
D. Keteladanan yang Bisa Diambil Dari Sosok AA Maramis
   Dari sosok A.A. Maramis, kita belajar bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekuatan yang harus dirangkul. Keteladanan Maramis sendiri terletak pada kemampuannya untuk menjadi jembatan bagi perbedaan, bagaimana ia mengedepankan persatuan dalam keragaman, demi kepentingan bangsa. Maramis mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan dalam merangkul perbedaan merupakan salah satu kunci dalam membangun bangsa yang kuat dan bersatu. Sikapnya yang senantiasa berkompromi tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar adalah contoh bahwa menjadi Pancasilais tidak hanya soal keyakinan pribadi, tetapi bagaimana kita hidup dalam harmoni dengan orang lain yang berbeda latar belakang.
   Ia juga mengajarkan bahwa kepemimpinan yang penuh hati-hati dan empati mampu menjaga bangsa dari perpecahan. Ketika tantangan besar datang seperti potensi perpecahan akibat perbedaan ideologi. Maramis tidak memilih untuk membela kelompoknya sendiri, tetapi ia memilih jalan yang sulit, yaitu jalan dialog dan konsensus. Di saat sebagian pihak bersikeras mempertahankan pandangannya, Maramis memilih jalan moderasi yang memastikan bahwa dasar negara dapat diterima oleh seluruh elemen bangsa, tanpa memandang suku, agama, atau wilayah.
  A.A. Maramis tidak hanya seorang diplomat dan politisi. Ia adalah seorang patriot yang melihat bahwa persatuan bangsa adalah hal paling utama. Dengan semangat inklusivitas dan persatuan, A.A. Maramis adalah gambaran nyata seorang Pancasilais yang mengedepankan persatuan, keadilan, dan keberagaman. Pancasilais sejati bukanlah sekadar menyebutkan Pancasila, tetapi mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, itulah yang dilakukan Maramis sepanjang hidupnya. Dari dirinya, kita dapat belajar bahwa menjaga persatuan bangsa dalam keragaman membutuhkan sikap bijaksana, kompromi, dan pengorbanan. AA Maramis bukan sekadar tokoh sejarah, ia adalah simbol perjuangan dan pengabdian untuk Indonesia yang lebih baik. Dengan karakter dan dedikasinya, ia telah mewariskan warisan yang akan terus menginspirasi generasi mendatang dalam menjaga nilai-nilai Pancasila di tengah tantangan zaman.
  Setelah proklamasi kemerdekaan, A.A. Maramis juga tetap aktif dalam politik dan pemerintahan Indonesia. Dia menjadi Menteri Keuangan dalam beberapa kabinet (Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II serta Kabinet Hatta) setelah kemerdekaan dan tetap berperan dalam memperkuat fondasi negara yang baru merdeka, termasuk dari sisi ekonomi dan kebijakan keuangan. Maramis  berperan dalam menyusun organisasi Kementerian Keuangan dan mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI), mata uang pertama yang mencerminkan kedaulatan negara, lalu melakukan restrukturisasi kementerian keuangan, dengan melakukan adopsi struktur organisasi jepang yaitu, Gunseikanbu Zaimubu, lalu sedikit memodifikasinya, agar sesuai dengan semangat kemerdekaan.
   Ia juga menerbitkan Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA), menegeluarkan Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1948 : mengenai peredaran uang palsu dan mengatur transaksi keuangan. Maramis juga menyetujui perdagangan Candu untuk mencari pendanaan angkatan perang. Selain itu ia juga pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di New Delhi, dan membentuk "Badan Pemusatan Keuangan" untuk mendukung diplomasi Indonesia. Kebijakan kebijakan tersebut mencerminkan langkah strategis A.A Maramis dalam berkontribusi menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks, serta upaya untuk membangun fondasi keuangan negara yang kuat dan diplomasi Indonesia pasca-proklamasi.
Sayangnya, pada tanggal 31 Juli 1977, A.A Maramis dikabarkan meninggal dunia di RS. Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
   Atas kiprah dan perjuangannya dalam membangun keuangan negara dan menjaga integritas republik. A.A Maramis dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah upacara di Istana Negara pada tanggal 8 November 2019. Penghargaan ini diterima oleh Joan Maramis, cucu dari A.A. Maramis, mewakili ahli waris keluarganya. Karena sosoknya yang  memiliki peran sentral dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia pasca-kemerdekaan, dan restrukturisasi kementerian keuangan. Penghargaan ini juga mengakui sumbangsinyanya dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan negara Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI